Optika.id - Penggunaan gawai dan akses ke internet di tengah gempuran digitalisasi saat ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak serta remaja. Bak mata koin yang memiliki dua sisi, anak-anak serta remaja yang bebas mengakses apapun melalui internet memang mempunyai manfaat yang besar bagi pengetahuannya,
Baca juga: Minim Ilmu Parenting, Orang Tua Jadi Gampang Lakukan Kekerasan Pada Anak
Akan tetapi, bersamaan dengan manfaat tersebut, internet tentu membawa serta risiko lainnya termasuk paparan terhadap konten yang tidak pantas bagi usia mereka. Dari situlah orang tua harus bertugas mengontrol segala aktivitas anak dengan seksama agar anak tidak terjerumus dalam konten pornografi.
"Beberapa studi telah menunjukkan berbagai dampak buruk pornografi, mulai dari kecanduan, kerusakan otak, hingga gangguan mental," ujar Uswatun Hasanah selaku dosen fakultas ilmu kesehatan (FIK) sekaligus terapis kejiwaan yang dilansir dari lamanUniversitas Muhammadiyah Surabaya, dikutip Optika.id, Jumat (11/8/2023).
Setelah anak menyaksikan tayangan pornografi akibat dari ketidaksengajaannya, ujar Uswatun, maka mereka akan memiliki hasrat untuk kembali menyaksikan konten tersebut. Hal ini disebabkan oleh rasa penasaran anak yang membuat mereka melakukan itu dengan sengaja dan diulang-ulang untuk memuaskan rasa penasaran mereka.
Pada akhirnya, anak akan menjadi kecanduan dan hal itu bisa berdampak pada kerusakan otak secara serius. Uswatun menjelaskan bahwa pornogradi merupakan bentuk adiksi atau kecandua yang tidak dapat diamati secara langsung dengan sistem indra namun bisa menimbulkan kerusakan otak yang permanen melebihi kecanduan narkoba dan zat adiktif terlarang lainnya.
Paparan berlebihan terhadap pornografi dapat menyebabkan pelepasan dopamin yang berlebihan dalam otak, kata Uswatun.
Baca juga: Upaya Pemerintah Atasi Trauma Anak di Daerah Konflik
Untuk diketahui, zat dopamine ini merupakan neurotransmitter yang terlibat dalam pengalaman kenikmatan dan kepuasan. Maka dari itu, penggunaan berulangan konten pornografi ini dapat menyebabkan peningkatan toleransi yang mana seseorang membutuhkan paparan yang semakin intens dan meningkat untuk merasakan efek yang sama. Dan efek pornografi tersebut sama seperti ketergantungan terhadap zat-zat narkotika.
Pada akhirnya, dampak yang ditimbulkan adalah kerusakan otak yang menciptakan perubahan kimia dalam otak, perubahan anatomi serta patologis yang menghasilkan manifestasi disfungsi otak yang secara kolektif atau biasa disebut dengan sindrom hipofrontal atau Pre Frontal Korteks (PFC).
Pre Frontal Korteks(PFC) memiliki peran penting dalam mengatur emosi dan mengontrol respons emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Bagian ini berperan dalam konsentrasi dan perhatian terhadap tugas-tugas atau aktivitas tertentu.
Baca juga: Dari Judi Online Hingga Video Seks, Mengapa Para Publik Figur Sering Terlibat Skandal?
Selain itu, PFC membantu untuk memahami konsep moral dan etika, membentuk kepribadian dan perilaku sosial dengan menghubungkan informasi dari pengalaman dan lingkungan, serta membedakan antara tindakan yang baik dan buruk.
Apabila otak telah terbiasa menonton konten pornografi secara berlebihan, hal tersebut bica memicu perubahan pada PFC dan mengganggu beberapa fungsi kognitif yang diatur di area tersebut. Dampaknya adalah kesulitan untuk mengendalikan emosi, kesulitan berkonsentrasi, impulsivitas berlebih, perubahan persepsi moral, mempengaruhi perilaku sosial dan hubungan antar pribadi, depresi, kecemasan, penyimpangan seksual, gangguan mental hingga normalisasi kekerasan.
Maka dari itu, Uswatun menyarankan agar para orang tua wajib melakukan pengawasan ekstra pada anaknya, membekali dengan ilmu agama dan kasih sayang, serta memberi seks edukasi sesuai tahap perkembangan usianya, meletakkan computer di ruang keluarga dan bisa diakses sepenuhnya oleh orang tua, memasang aplikasi pengaman khusus anak pada gawai serta melatih anak untuk mengakses internet dengan aman dan sehat.
Editor : Pahlevi