Utopisme Solusi Jangka Pendek dan Jangka Panjang Atasi Polusi Udara

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Beberapa hari belakangan kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya kian memburuk. Tentunya hal tersebut menjadi momok bagi masyarakat yang beraktivitas mengingat ada potensi terpapar Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) jika menghirup terlalu lama udara yang dipenuhi polutan berbahaya.

Baca juga: Pengolahan Air Bersih di Indonesia untuk Memenuhi Tujuan Sustainable Development Goals (SDGS)

Melihat hal tersebut, Peneliti Energi dan Iklim dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Shahnaz Nur Firdausi yakin bahwa polemik polusi udara tidak bisa dilepaskan dari fenomena street canyon yang terjadi di Jakarta. artinya, udara-udara tersebut terjebak di jalanan akibat keberadaan gedung-gedung pencakar langit dan hal tersebut berdampak pada meningkatnya konsentrasi debu di jalanan Ibukota.

Peralihan ke transportasi publik dinilai menjadi solusi paling nyata untuk jangka pendek. Terlebih, menurutnya pemeirntah sudah merenovasi beberapa infrastruktur serta mulai menambah armada transportasi publik. khususnya bagi Jakarta dan sekitarnya atau Jabodetabek.

"Akan lebih signifikan mengurangi konsentrasi debu itu adalah penggunaanpublic transportation. Sekarang ini sudah banyak jugapublic transportationyang diperbaharui dan direnovasi pemerintah," ucap Shahnaz dalam keterangannya, Jumat (18/8/2023).

Solusi lain yang diakuinya efektif untuk jangka pendek adalah hybrid working. Solusi tersebut dinilai makin efektif apabila dipadankan dengan masifikasi penggunaan transportasi publik dan tidak memakai kendaraan pribadi.

Kerja hybrid WFO dan WFH, imbuhnya, bisa mengurangi kepadatan serta mengurangi fenomena street canyon. Ditambah, orang-orang harus beralih menggunakan transportasi publik agar kepadatan dan emisi yang terkonsentrasi di jalanan Jakarta bisa minim dan terurai.

Baca juga: Greenpeace Sanggah Jokowi, Sebut Food Estate Perparah Krisis Pangan dan Lumbung Masalah

Secara garis besar, Shahnaz mengklaim bahwa kampanye penggunaan kendaraan listrik sudah sangat baik untuk alternative memperbaiki kualitas udara di perkotaan. Namun, di sisi lain sumber listrik Indonesia masih bergantung pada PLTU yang notabene menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya.

Maka dari itu, imbuh Shahnaz, pengakhiran operasional PLTU berbasis batubara ini merupakan solusi jangka panjang sekaligus kewajiban supaya pembentukan ekosistem EV bisa sesuai dengan tujuan transisi energy di Indonesia.

"Sumber listrik kita sebagian besar masih dari PLTU. Penggunaan EV ini sebetulnya hal yang baik tapi harus sejalan dengan transisi energi di sektor PLTU yang harus diganti denganrenewable energy," ujarnya.

Baca juga: Kontestasi Politik Saat Ini Sepi Isu Lingkungan

Tak hanya masyarakat dan pemerhati lingkungan, kualitas udara Jakarta yang kian memburuk akhirnya turut mengambil atensi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Beberapa waktu yang lalu presiden bersama sebagian menteri dan Heru Budi selaku PJ Gubernur DKI Jakarta menggelar rapat terbatas untuk membahas sekaligus mencari solusi terbaik dalam mengatasi polusi udara di Jakarta.

Dalam ratas tersebut Jokowi memberikan beberapa opsi di antaranya kantor harus melakukan hybrid working yakni pegawai bisa WFH dan WFO. Untuk WFO sendiri dilakukan oleh pegawai yang bersinggungan langsung dengan pelayanan publik.

Sementara itu Heru Budi selaku PJ Gubernur DKI Jakarta mengaku jika pihaknya siap menerapkan sistem kerja hibrida di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. bahkan, untuk mematangkan rencana tersebut pihaknya tengah menghitung persentase setiap OPD sehingga sistem kerja hibrida tersebut diharapkan bisa dilaksanakan pada September 2023 nanti.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru