Optika.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa selain polusi udara, Jakarta masih akan berjibaku dengan masalah kemiskinan. Apalagi, sebanyak 70% peredaran uang berada di Jakarta sehingga meskipun ibukota berpindah, kota ini akan terus menjadi pusat bisnis.
Baca juga: Jokowi Soal Pindah ke IKN: Pindah Ibu Kota Jangan Dikejar-kejar
Dia memprediksi bahwa orang-orang yang masuk kategori miskin ekstrem di Jakarta nantinya adalah para pencari kerja dari desa-desa di sekitar Jawa dan bersaing secara ketat dengan orang-orang lainnya yang ingin menaklukkan Jakarta.
Nahsecara fasilitas mereka dipinggirkanlah oleh pemerintah, atau jadi korban penggusuran misalnya. Itu yang menciptakan kemiskinan ekstrem. Jadi menurut saya kemiskinan akan tetap banyak di Jakarta, kata Bhima dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).
Dia menilai, perpindahan ibukota itu akan berkaitan dengan anggaran serta administrasi pemerintahan, salah satunya adalah penanganan kemiskinan ekstrem.
Jadi ketika Ibukota pindah, paling yang berdampak itu alokasi anggaran untuk Jakarta dalam penanganan kemiskinan.Nahitu mungkin yang akan sedikit berkurang, ucapnya.
Bhima menegaskan bahwa program yang digencarkan oleh pemerintah sebagai upaya penanganan kemiskinan ekstrem masih bopeng sana-sini dan belum mumpuni sepenuhnya. Misalnya, angka kemiskinan berdasarkan data terakhir masih meningkat tajam. Maknanya, pemerintah perlu mempertebal lagi bantuan sosial.
Pasalnya, seiring dengan pencabutan PPKM dan status pandemi jadi endemi, bantuan yang diberikan selama Covid-19 sudah banyak yang dicabut. Ini nantinya akan menyebabkan roll over effect.
Baca juga: Muhammadiyah Ingin Dirikan Kantor hingga Fasilitas Kesehatan dan Pendidikan di IKN
"Jadi yang tadinya dapat bantuan selama pandemi, tapi saat ekonomi belum pulih seperti sekarang, bantuannya sudah dicabut, kata dia.
Upaya lain untuk mengatasi kemiskinan di Jakarta adalah mengoptimalkan berbagai skala program pembiayaan dan hal itu harus dimasifkan, khususnya di berbagai kantong kemiskinan ekstrem di Jakarta yang telah terpetakan. Kemudian, Bhima menyebut bahwa pemerintah perlu menyediakan bantuan pembiayaan mikro dan ultra mikro yang difokuskan ke titik tertentu. Tujuannya agar orang-orang miskin bisa memulai usaha dan tidak bergantung terus menerus pada bantuan sosial.
Terakhir, pemerintah wajib membenahi dan memperhatikan masalah infrastruktur dasar. Bhima menegaskan bahwa pemerintah saat ini hanya berlomba-lomba untuk memperhatikan mega proyek seperti LRT atau MRT tanpa memperhatikan infrastruktur dasar seperti sanitasi serta rumah layak huni.
Masalah kemiskinan itu salah satunya kan air bersih. Jadi mereka harus bisa menjangkau itu. Kemudian juga rumah yang layak, ujarnya.
Baca juga: KPU Jakarta Belum Temukan Pelanggaran Soal Lolosnya Calon Independen!
Kebijakan pemerintah pun dipandang sebagai solusi dan strategi jangka pendek seperti memberikan bantuan solusi untuk menjaga konsumsi tetap tumbuh, serta pembangunan infrastruktur yang dipaksakan untuk tetap berjalan.
Akan tetapi, menurut Bhima masalah krusial dari kemiskinan di Jakarta berdasarkan pengukuran indeks kemiskinan multidimensi adalah kurangnya rumah layak huni dan minimnya ketersediaan sanitasi di beberapa wilayah yang didominasi oleh warga miskin seperti Jakarta Utara dan Jakarta Timur.
"Harusnya pemerintah lebih memfokuskan kebijakannya pada dua hal terebut. Kalau sekarang terkesan masih setengah hati untuk tangani kemiskinan di Jakarta, imbuhnya.
Editor : Pahlevi