Optika.id - Direktur Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Mila Rahmawati menyebut jika kunci penurunan stunting di Indonesia bermula dari perubahan perilaku itu sendiri, khususnya keluarga.
Baca juga: Anak Susah Makan, Kenal dan Pahami Penyebabnya
"Stunting itu erat dengan perubahan perilaku. Jadi ada kasus, bayi lahir sehat, tetapi sama neneknya diberi air putih, akhirnya biru bayinya, ternyata air putih itu masuk ke paru-parunya. Nah pengetahuan dan kesadaran perilaku seperti ini harus jadi pelajaran, disosialisasikan lewat kader-kader di lapangan," kata Mila dalam keterangan yang diterima, Selasa (22/8/2023).
Kasus bayi tersebut, ujar Mila, seharusnya menjadi pelajaran mengenai pentingnya kesehatan bayi dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Oleh sebab itu, dia mengimbau agar kader-kader di daerah untuk giat melakukan sosialisasi dan edukasi keluarga perihal pentingnya ASI ekslusif bagi anak serta memberikan edukasi bagi mereka apabila produksi ASI tidak bisa keluar dengan lancar. Pasalnya, masyarakat masih menganggap bahwa ASI yang tidak keluar dengan lancar adalah salah sang ibu dan beberapa stigma lainnya yang disematkan padanya.
"Peran kader di daerah sangat penting terkait ASI ini, karena tidak semua ibu setelah melahirkan ASI-nya bisa langsung lancar, padahal ASI itu yang paling bagus untuk daya tahan tubuh bayi," ujar Mila.
Selama ini pihaknya juga mengadakan beberapa program untuk menangani stunting sejak dini salah satunya adalah menggelar program kelas ibu hamil untuk persiapan kelahiran, memberikan materi seperti senam agar ASI lancar, dan memberi edukasi terkait jenis makanan bergizi apa saja yang bisa dikonsumsi oleh ibu hamil.
"Paling utamanya protein hewani, itu penting untuk ibu dan anaknya, selain itu juga perlu dilengkapi sayur-sayuran," tuturnya.
Aplikasi Elsimil
Baca juga: Banyaknya Aktivitas Seksual di Usia Dini Tak Dibarengi dengan Pendidikan Seks
Dia melanjutkan bahwa kader dan penyuluh KB termasuk Posyandu masuk ke dalam Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Mereka merupakan garda terdepan bagi penguatan keluarga di Indonesia yang bekerja untuk memantau mulai dari calon pengantin hingga masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yakni sejak masa kehamilan sampai bayi berusia 2 tahun.
"Di masing-masing provinsi kami memiliki Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) dan penyuluh KB sebagai kader, juga bidan. Mereka ini yang akan memantau dengan sasaran para ibu hamil, yang memiliki balita, dan calon-calon pengantin," jelasnya.
Tiga bulan sebelum menikah, calon pengantin diharuskan untuk melapor di aplikasi elektronik siap nikah dan siap hamil (elsimil).
Mila menjelaskan waktu tiga bulan tersebut diperlukan untuk mengembalikan fungsi tubuhnya supaya sesuai. Data yang diperlukan juga berupa pemeriksaan lingkar lengan calon ibu, minimal 23,5 cm, HB minimal 12, kemudian berat badan dan tinggi badan juga diukur.
Baca juga: BKKBN: Seluruh Pemda se-Indonesia Wajib Terlibat Tangani Stunting
Sedangkan untuk laki-laki, disarankan untuk tidak merokok apabila ingin memiliki anak. Hal ini dikarenakan rokok memiliki dampak negatif pada perkembangan calon anaknya nanti.
Kemudian bagi calon ibu, diharapkan kondisinya sehat dan gizinya terpenuhi sebelum menikah. Tujuannya, selama ibu mengandung, anak yang berada di kandungan sebenarnya sudah membawa sel telur sehingga kesehatan ibu akan menentukan kualitas hidup beberapa generasi berikutnya.
"Ini bukan pekerjaan yang ringan, luar biasa bagaimana kita menyiapkan SDM yang berkualitas menuju Indonesia Emas pada tahun 2045," imbuhnya.
Editor : Pahlevi