Optika.id - Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati menilai jika politik uang merupakan persoalan pelik yang sulit untuk diberantas begitu saja. Alasannya adalah karena praktik politik uang saling berhubungan satu sama lain dengan persoalan budaya korupsi dan pendidikan politik masyarakat yang masih rendah.
Baca juga: Apresiasi Perludem untuk MK: Bravo Mahkamah Konstitusi, Hebat!
Sementara itu, kasus politik uang yang bisa terungkap di ruang publik juga masih menjerat aktor di lapangan. Seringkali, ujar Nisa, para pendonor atau bahkan aktor intelektual yang bekerja di baliknya tidak tersentuh sama sekali. Ada banyak faktor penyebab dan salah satunya adalah pelaksana politik uang di lapangan tidak terdaftar dan tidak terdata dalam tim kampanye.
"Terkadang ini (politik uang) dilakukan oleh tim bayangan yang bukan merupakan tim resmi kampanye. Lalu, ada juga kekhawatiran dari masyarakat untuk melapor karena takut akan dikriminalisasi," ucap Nisa kepada Optika.id, Rabu (30/8/2023).
Sedangkan upaya untuk menjerat pelaku dari politik uang kerap kandas di tengah jalan karena unsur pidananya dianggap tidak lengkap oleh penegak hukum. Misalnya, dia menyebut pembagian amplop berisi uang ke warga-warga dengan harapan suara mereka bisa dibeli, namun tanpa seruan untuk memilih kandidat tertentu. Bagi Nisa, ini sudah termasuk pada politik uang namun penegak hukum tidak melihat semua unsur tersebut.
Maka dari itu, dia merasa pesimis bahwa Satgas Anti Politik Uang yang digagas oleh Polri akan efektif dan bekerja sesuai dengan tugasnya. Pasalnya, banyak kasus politik uang terkait pemilu yang terungkap namun tak pernah sampai ke meja pengadilan berdasarkan pengalaman pemilu sebelumnya.
"Misalnya, ketika ada orang membagikan amplop tapi tidak secara eksplisit menyatakan ajakan untuk memilih atau tidak memilih, maka unsur pidananya itu tidak terpenuhi dan tidak ditindaklanjuti," kata Nisa.
Baca juga: Perludem: Bunuh Diri Parpol Jika Usung Calon Tunggal di Pilgub Jakarta
Meskipun pesimis, Nisa menegaskan asalkan ada komitmen yang cukup kuat, maka para aktor utama politik uang saat pemilu ini bisa saja dijerat. Menurutnya, aktor-aktor politik uang itu bisa dijerat dengan UU Pemilu yang kini sudah cukup lengkap dalam mengatur larangan serta sanksi terkait dengan politik uang. Bahkan, para pelaku ini bisa dijerat ketika menjalankan aksinya pada masa kampanye.
Selain membentuk Satgas Anti Politik Uang, Nisa juga mengingatkan agar Polri dan Bawaslu selaku lembaga penyelenggara pemilu melakukan sinergi dan kerja sama yang harmonis di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Setidaknya, untuk sama-sama memberantas politik yang ini, kedua lembaga itu harus memiliki persepsi yang sama dalam mengategorikan kasus-kasus yang termasuk dalam politik uang.
"Semisal, menurut polisi, ini (sebuah kasus) memenuhi politik uang. Tapi, menurut Bawaslu, enggak. Nah, bagaimana menangani perbedaan sikap dua lembaga ini terkait dengan itu. Jadi, perlu dipikirkan mekanisme yang lebih detail agar tidak terjadi tumpang tindih," jelasnya.
Baca juga: Bawaslu Siap Jalankan Tugas Besok, Termasuk Jika Terjadi Pemungutan Suara Ulang?
Yang tak kalah penting, sambung Nisa, yakni menjaga netralitas dan profesionalitas Polri ketika menggarap kasus politik uang apalagi yang diduga melibatkan para pejabat negara.
"Netralitas polisi penting upaya kasus yang diusut tidak mati suri," pungkas Nisa.
Editor : Pahlevi