Optika.id - Janji-janji politik Muhaimin Iskandar alias Cak Imin disorot kembali oleh Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan. Menurut Mamit, apa yang ditawarkan oleh Cak Imin adalah sesuatu yang terlalu muluk dan berat untuk dilaksanakan. Pasalnya, sejauh ini kondisi keuangan negara tidak bagus kendati sudah mencatatkan surplus dari berbagai kenaikan harga komoditas seperti CPO, mineral, batu bara dan lain sebagainya.
Saya termasuk yang komplain tidak, tapi buat saya ini janji yang sangat terlalu muluk," ujarnya saat dihubungi, Rabu (27/9/2023).
Baca juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
Dirinya mempertanyakan asal sumber pendanaan negara apabila listrik untuk masyarakat miskin dan BBM murah diterapkan. Pasalnya, imbuh Mamit, pemerintahan selanjutnya mau tidak mau harus menambah utang negara untuk membiayai target utopis tersebut padahal utang negara sudah terlampau tinggi di jaman Jokowi.
Untuk diketahui, berdasarkan data dari APBN, utang pemerintah sudah mencapai 39,30% terhadap Produk Domestik Bruto atau setara dengan Rp7.420,47 triliun.
Dananya dari mana? Apakah pemerintah ke depan harus menambah utang? Jadi menurut saya janji ini sesuatu berat dilakukan dan terlalu muluk lah. Karena sulit sekali untuk direalisasikan," kata dia.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Lebih lanjut, hanya mengandalkan sumber pendapatan pajak dari berbagai harga komoditas yang menjanjikan pun tidak akan pernah cukup untuk membiayainya. Hal ini dikarenakan prediksinya durian runtuh dari harga komoditas-komoditas itu sudah menyusut tahun depan.
"Penerimaan pajak kita juga belum sampai sepenuhnya. Kekayaan alam dari batu bara, CPO, nikel sekarang masih bagus tapi gak tahu ke depan bagaimana ini berat," jelasnya.
Tanpa listrik digratiskan, ujar Mamit, beban subsidi dan kompensasi pemerintah kepada Pertamina dan PLN sudah terlampu besar. Hal ini diketahui dari kewajiban pemerintah atas penugasan penyediaan pasokan BBM ke Pertamina serta kompensasi listrik kepada PLN pada periode September I-2022 senilai Rp163 triliun.
Baca juga: Kereta Kencana Iringi Pendaftaran Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim Menuju KPU Jatim
Pertamina nantinya akan memperoleh kompensasi Rp131,1 triliun dan PLN Rp31,2 triliun. Nilai kompensasi dapat berubah tergantung sejumlah variabel, seperti harga minyak global, nilai tukar rupiah, dan tingkat konsumsi energi masyarakat.
"Perhitungan dilakukan seperti apa sumbernya gimana? Masyarakat sudah cerdas kalau mau kasih janji yang realistis saja dan tidak ngawang," kata Mamit.
Editor : Pahlevi