Optika.id - Nama Gibran Rakabuming Raka yang akrab disapa Gibran mencuat dan digadang-gadang menjadi salah satu dari nama calon pendamping bakal calon presiden (bacapres) Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 nanti. Di antara nama yang digadang-gadang menjadi cawapres Prabowo seperti Khofifah Indar Parawansa, Erick Thohir dan Airlangga Hartanto, Gibran menjadi perhatian publik lantaran merupakan anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), kader PDIP, dan usianya yang masih muda yakni di bawah 40 tahun.
Menanggapi hal tersebut, analis politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silvanus Alvin menilai bahwa Gibran layak dipertimbangkan karena adanya beberapa faktor misalnya pengalaman politik, kemampuan kepemimpinan, dan popularitasnya. Nama Presiden Jokowi membuatnya semakin berpengaruh dan diperhitungkan kendati kiprahnya di perpolitikan tergolong baru dan pengusungan anak Jokowi menjadi cawapres itu masih menunggu putusan dari MK.
Baca juga: Presiden Prabowo akan Hadiri Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang
Untuk diketahui, usia Gibran saat ini masih 36 tahun dan syarat capres-cawapres minimal berusia 40 tahun. Secara regulasi, Gibran baru bisa maju pilpres apabila materi UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) dikabulkan sehingga syarat capres dan cawapres bisa menjadi 35 tahun.
Gibran adalah seorang politikus yang relatif baru dalam dunia politik, terutama jika dibandingkan dengan Prabowo yang telah memiliki pengalaman yang lebih panjang. Namun, popularitasnya sebagai putra Jokowi dapat membawa keuntungan dalam hal pengenalan nama dan jaringan politik, kata Alvin dalam pesannya, Jumat (13/10/2023).
Adapun keputusan untuk memilih bakal cawapres, ujarnya, selalu melibatkan pertimbangan yang kompleks seperti pertimbangan strategis, elektabilitas, dan rekam jejak calon itu sendiri. Alvin menilai Gibran dikenal sebagai sosok yang humanis dan humoris jika dilihat dari rekam jejaknya. Dan, dua hal tersebut bisa masuk narasi humanis dan humoris yang digaungkan Prabowo saat ini.
Di sisi lain, Alvin menilai Gibran memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan apabila bersanding dengan Prabowo. Jika dilihat dari kelebihannya, Gibran memiliki kemampuan untuk menggaet dan memperluas basis pemilih dengan menarik pemilih muda dan orang-orang yang tertarik pada citra keluarga Jokowi. Akan tetapi, Gibran juga memiliki kekurangan terkait dengan pengalaman politiknya yang minim serta minimnya pemahaman terkait isu-isu kebijakan yang kompleks.
Secara sederhana, Gibran baru merasakan di level regional, belum di level nasional. Dalam politik, pengalaman dan pemahaman isu-isu penting sering kali menjadi faktor kunci. Berbeda dengan sang ayah, yang dari regional daerah, menempuh pengalaman di ibu kota dulu sebagai gubernur, dan baru menduduki kursi nomor 1 di republik ini," ucapnya.
Baca juga: Kado Awal Tahun: UMP Naik 6,5 Persen, Kesejahteraan Guru Meningkat Signifikan di 2025
Nama Gibran bisa naik secara signifikan lantaran perannya di politik lokal, eksistensi di media sosial, serta faktor pemberitaan media sebagai anak dari Presiden Jokowi. Namun, Alvin mengingatkan bahwa potensi pengaruh sebagai cawapres bergantung pada bagaimana pesan-pesan politik bisa disampaikan kepada para pemilih.
Alvin menyebut, apabila Gibran dipinang menjadi cawapres, maka pengaruh Gibran mungkin akan meningkat karena terlibat secara langsung dan aktif dalam kampanye nasional. Apalagi, anak-anak Jokowi saat ini sudah terjun ke politik dan bisa menjadi modal yang cukup kuat di kancah perpolitikan nasional.
Kita berandai bahwa Gibran di posisi cawapres, dan Kaesang di PSI. Tentu ini sebuah modal yang tidak bisa dipandang sebelah mata," jelas Alvin.
Lebih lanjut, Alvin juga mengingatkan bahwa posisi Gibran yang saat ini masih menjadi kader dari PDIP akan berpengaruh apabila menjadi cawapres Prabowo. Bisa saja Gibran keluar dari PDIP untuk maju bersama Prabowo akan tetapi PDIP akan semangat bergerilya dan melakukan apapun untuk ambisinya menang 3 periode ketika Gibran menjadi cawapres Prabowo.
Baca juga: Rezim Gemoy Tapi Duit Cupet
Sementara itu, publik bisa menyorot perihal loyalitas Gibran apabila dia keluar dari PDIP dan menjadi bacawapres mendampingi Prabowo Subianto. Akan tetapi, sorotan tersebut bisa tidak berdampak signifikan ke elektabilitas Prabowo-Gibran apabila narasi tersebut dibingkai dan dimainkan secara tepat.
Dalam hal ini, kita bicara di tataran 'andaikan', semua tergantung dengan exit plan dari Prabowo-Gibran dan koalisi. Bagaimana mereka melakukan manajemen krisis. Bila mereka sudah punya narasi kuat, maka publik tidak akan merespons. Jadi tergantung pula narasinya. Malah kalau terlalu fokus dengan negative campaign ke Prabowo-Gibran, khawatir PDIP jadi hilang arah, pungkasnya.
Editor : Pahlevi