Optika.id - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memungkinkan Gibran Rakaningbumi Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk maju sebagai bakal cawapres, menuai kontroversi. Hal ini karena Ketua MK, Anwar Usman, merupakan paman dari Walikota Solo tersebut.
Banyak pihak, termasuk pengamat politik, praktisi hukum, aktivis, tokoh masyarakat, dan budayawan, menyuarakan kritik mereka terhadap keputusan MK terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Mereka menduga bahwa keputusan tersebut terkait dengan kepentingan tertentu.
Baca juga: Resmi, MK Gelar Sidang Perdana Pileg 2024 Hari Ini
Salah satu yang mengungkapkan kekecewaannya adalah pengamat politik dari Forum Demokrasi Sriwijaya (ForDes), Bagindo Togar. Bagindo mengungkapkan keraguan terhadap MK yang seharusnya berperan sebagai penjaga konstitusi, terutama setelah mengeluarkan keputusan terkait batas usia calon presiden dan cawapres.
Baca juga: Bersama Firma Hukum, KPU Akui Siap Hadapi Sengketa Pileg 2024
Lebih lanjut, Bagindo mengkhawatirkan bahwa MK yang kredibilitasnya diragukan akan dimanfaatkan sebagai alat politik kekuasaan jika terjadi sengketa dalam Pilpres 2024. Ia juga menyuarakan kecurigaannya bahwa para hakim MK mungkin telah menerima insentif atau kompensasi untuk melanggar etika. Bagindo menekankan perlunya penyelidikan, dan jika terbukti, para hakim tersebut harus dihentikan dan dikenai sanksi.
Baca juga: MK: Arsul Sani Tak Gunakan Hak Sengketa untuk PPP
Kenapa mereka bisa berani melanggar etika mereka, pasti ada sesuatu reward atau kompensasi untuk mereka, ketika mereka menabrak etik yang mereka junjung tinggi. (melanggar) Etik itu tidak ada yang gratis, itu pasti bada reward dan kompensasi yang luar biasa. Ini harus diinvestigasi dan diberhentikan ketika terbukti bersalah, mereka sudah tidak punya adab lagi, tegasnya, pada Sabtu (04/11/2023).
Editor : Pahlevi