Optika.id - Pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang saat ini ada, seperti Anies-Cak Imin, Ganjar-Mahfud, dan Prabowo-Gibran, maju dengan membawa agendanya sendiri-sendiri. namun, dari segi gagasan, ketiga paslon tersebut sedikit banyak memberi kesamaan, salah satunya adalah komitmen pemberantasan korupsi.
Menurut Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT), Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zaenur Rohman, agenda pemberantasan korupsi dari ketiga paslon tersebut masih belum terukur jelas dan cenderung sumir. Parpol, ujarnya, masih menjadi akar korupsi politik di Indonesia.
Baca juga: Basuki Hadimuljono Pimpin Kagama 2024-2029 Gantikan Ganjar Pranowo
Masih sangat sumir dan kebanyakan mereka dalam visi misi korupsi bahkan ada yang tidak menawarkan dengan jelas rencananya, kata Zaenur, dalam keterangannya, Sabtu (11/11/2023).
Adapun tantangan yang dimaksud Zaenur yakni capres-cawapres harus mampu independen dari parpol pengusungnya. Pasalnya, parpol bisa menjadi sumber korupsi sekaligus solusi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Korupsi politik muncul karena adanya kebutuhan pendanaan parpol, sedangkan kita tahu mereka susah mendapatkan pendanaan seperti hanya mengandalkan iuran anggota, ujar Zaenur.
Parpol, imbuhnya, saat ini bukan menjadi contoh dari demokratisasi. Alih-alih demikian, parpol malah menampilkan kerentanan dalam berdemokrasi. Bahkan, sambungnya, dia menyoroti sebagian parpol sangat didominasi oleh ketua umum mereka seakan-akan parpol menjadi sebuah lembaga pribadi. Selain itu, dia meminta agar parpol memiliki komitmen untuk mendorong regulasi yang dapat membantu agenda pemberantasan korupsi. Di sisi lain, dia juga berharap agar capres dan cawapres harus bisa memberantas korupsi di badan penegak hukum yang kian menjadi-jadi akhir-akhir ini.
Kita tahu penegak hukum masih ada yang korup, banyak judicial corruption dan bahkan hakim agung terbelit korupsi, bebernya.
Baca juga: Skandal Korupsi Pertamina: Mantan Direktur Umum Jadi Tersangka Kasus Pembelian Tanah
Di sisi lain, menurut pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, isu pemberantasan korupsi tidak berpengaruh pada pemilih dalam melabuhkan arah dukungan. Dirinya menilai bahwa agenda pemberantasan korupsi cenderung sebatas dimanfaatkan sebagai propaganda kepada pemilih kelas menengah.
Jokowi bahkan dalam Pemilu 2019 tidak menyebut pemberantasan korupsi dalam pidato-pidatonya, termasuk Jokowi yang menginisiasi UU KPK, hingga di era Jokowi KPK menurun kepercayaan publiknya, tetapi Jokowi tetap miliki basis loyalis cukup besar, kata Dedi.
Isu korupsi menurutnya memang menjadi agenda yang tetap penting bagi paslon capres-cawapres. Pasalnya, sasaran isu ini adalah kelas menengah yang bisa saja menguat dan berbuah simpati serta promosi kelas menegah atas. Namun, bagi kelas bawah, isu kesejahteraan tentunya jauh lebih penting bagi mereka.
Baca juga: Kejaksaan Agung Tetapkan Eks Menteri Perdagangan Thomas Lembong Sebagai Tersangka Kasus Impor Gula
Sejauh ini, ungkap Dedi, pernyataan dari ketiga paslon terkait agenda pemberantasan korupsi mulai terlihat disuarakan oleh Anies Baswedan dan Mahfud MD saja. Menurut Dedi hal tersebut dilematis lantaran Mahfud MD sebagai cawapres justru terlihat lebih tegas soal isu ini dibandingkan dengan Ganjar selaku capres.
Jika hanya melihat faktor ketokohan, nyaris hanya Anies yang telah memulai isu pemberantasan korupsi. Prabowo, sepertinya tidak setegas 2019, tutur Dedi.
Editor : Pahlevi