Optika.id - Hubungan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang merenggang jauh-jauh hari. Puncaknya adalah ketika Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, disandingkan sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto. Hubungan Megawati dan Jokowi pun kian merenggang. Bahkan, Megawati secara terbuka seolah menggelar perang urat syaraf dengan Jokowi dengan berulang kali menyindir berbagai maneuver politik dari Jokowi yang melenceng dari PDIP.
Perseteruan antara Megawati vs Jokowi ini dinilai analis politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto sebagai pertarungan antara populisme melawan mesin partai. Menurutnya, kekuatan populisme Jokowi hanya bisa diimbangi oleh kekuatan mesin politik dari PDIP.
Baca juga: Dagelan Kabinet Prabowo: Bau Jokowi dan Kaesang
"Jokowi sebagai persona dan Megawati itu punya mesin. Ini pertarungan apakah mesin partai bisa memenangi kompetisi berhadapan dengan persona Jokowi yang memiliki popularitas dan punya sumber daya, punya birokrasi dan punya relawan," ucap Agus dalam keterangannya, dikutip Optika.id, Selasa (12/12/2023).
Sejatinya, berdasarkan pengamatan Agus, Pilpres 2024 nanti bukan hanya pertarungan antara para kandidat capres-cawapres saja. Melainkan lebih dari itu yakni pertaruhan antara marwah partai politik sebagai pencetak pemimpin bangsa. Apabila Jokowi berhasil menang via Prabowo-Gibran, maka parpol lainnya bisa jadi tidak dilirik oleh publik.
Baca juga: Pertemuan Tertutup Jokowi dan Prabowo: Momen Penting di Solo
"Orang akan melihat hegemoni partai politik dikelola sangat tradisional tidak egaliter dan pemikirannya kuno, sementara orang populis ingin berada pada posisi yang bebas tidak dikendalikan oleh siapa pun," kata dia.
Megawati sebagai fitur ideologis, sambung Agus, seharusnya sudah melakukan perlawanan. Apalagi, saat ini para kader PDIP terlihat mulai takut untuk direcoki oleh penguasa. Intervensi tersebut bahkan menyebabkan sejumlah kader pindah perahu ke kubu Prabowo-Gibran supaya tidak bermasalah dengan Jokowi.
Baca juga: Aneh! Jelang Lengser Kepuasan Terhadap Jokowi Tinggi, tapi Negara Bakal Ambruk
Misalnya, mantan politikus PDIP, Budiman Soedjatmiko yang hijrah ke Partai Gerindra dan menjadi salah satu anggota TPN Prabowo-Gibran. Budiman dinilai merupakan sosok politikus yang cukup populer di kalangan anak muda serta memiliki basis massa yang cukup kuat di daerah.
"Di beberapa daerah itu, banyak juga kader loyal PDI-P yang pindah ke sebelah. Itu, bagi PDI-P, tamparan dan Mega ingin menunjukkan bahwa PDI-P melawan dan bisa menang... Kalau itu dilakukan terus, bisa saja akan punya pengaruh bagi elektoral Ganjar dan Mahfud," pungkasnya.
Editor : Pahlevi