YLBHI Tak Yakin Capres Selanjutnya Tuntaskan Pelanggaran HAM

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, tidak percaya jika calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto, bakal secara terbuka membentuk pengadilan HAM ad hoc jika memenangi Pilpres 2024. Pasalnya, dia menilai jika pasangan Prabowo-Gibran adalah pasangan yang paling tidak berkomitmen dalam menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu.

"Di sini (debat Pilpres 2024), Prabowo terlihat yang paling tidak memiliki komitmen. Dia juga bermasalah catatan masa lalunya," ucap Isnur, dalam keterangannya, Rabu (20/12/2023).

Baca juga: Presiden Prabowo akan Hadiri Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang

Prabowo, seolah menjadi tradisi dalam debat Pilpres, kembali diserang oleh isu-isu HAM di masa lalu. Terbaru, pada debat perdana Pilpres yang digelar Selasa (12/12/2023) lalu, Prabowo kembali diungkit masa lalunya oleh Ganjar yang menyebut adanya dugaan keterlibatan Menteri Pertahanan itu dalam penculikan puluhan aktivis pro-demokrasi pada kurun waktu 1997-1998. 

Ganjar dalam sesi tanya jawab antar kandidat dalam momen tersebut menanyakan dua hal. Pertama, apakah Prabowo akan membentuk pengadilan HAM apabila terpilih sebagai presiden sebagaimana rekomendasi DPR sejak 2009. Dan kedua, apakah Prabowo bisa membantu para keluarga korban untuk menemukan kuburan 13 aktivis yang hilang agar keluarga bisa berziarah.

Prabowo dalam tanggapan pertama sempat menyebut pertanyaan Ganjar tendensius. Dalihnya, isu HAM selalu dijadikan peluru untuk menyerangnya ketika elektabilitasnya sedang tinggi. Tak berhenti di situ, Ganjar menyebut Prabowo tidaklah tegas dan Prabowo meresponsnya secara emosional.

Sejauh ini berdasarkan pengamatannya, Ganjar menjadi satu-satunya calon presiden yang dengan tegas menyatakan secara tegas bakal membentuk pengadilan HAM ad hoc untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Tak hanay Ganjar, capres nomor urut 1, Anies Baswedan juga lebih banyak mengulas berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Kendati demikian, Isnur belum sepenuhnya yakin bahwa kedua kandidat capres itu akan menjalankan komitmen mereka untuk menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu apabila salah satu dari keduanya bisa memenangi Pilpres 2024, termasuk dengan membentuk pengadilan ad hoc.

"Tentu, walaupun meragukan, kita harus mendorong dan memaksa negara untuk melakukan kewajiban hukumnya," imbuh dia. 

Baca juga: Kado Awal Tahun: UMP Naik 6,5 Persen, Kesejahteraan Guru Meningkat Signifikan di 2025

Pasalnya, mayoritas keluarga korban kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu berharap dengan pembentukan pengadilan HAM untuk mendapatkan keadilan dan kejelasan dari keluarga mereka yang hilang.

Adapun kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu yakni Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa SImpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Peristiwa Wasior dan Wamena 2001, Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003, dan Peristiwa Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985.

Pemerintah hingga kini tak kunjung membentuk lembaga peradilan yang secara khusus menangani kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat meskipun sudah ada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Upaya membentuk pengadilan HAM ad hoc, jelas Isnur, selalu kandas lantaran terduga pelaku kerap berlindung di balik kekuasaan serta selalu mendapatkan impunitas. Misalnya, Wiranto yang justru dirangkul menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) pada periode pertama pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga: Rezim Gemoy Tapi Duit Cupet

"Kemudian Prabowo juga. Lihat saja bagaimana Jokowi memperlakukan mereka! Wiranto menjadi bagian dari timses ketika Jokowi naik. Kemudian, sekarang Prabowo menjadi Menteri Pertahanan. Jadi, ada kerumitan di situ yang membuat mereka (pemerintah) tidak serius menuntaskan HAM masa lalu," kata Isnur.

Terakhir, pemerintah Indonesia pasca Orde Baru menurut Isnur tak pernah benar-benar serius untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Isnur mengamati, pemerintah terkesan mengulur-ulur waktu dan tak berani menyeret para pelaku ke pengadilan.

"Periode sebelumnya, Megawati, kemudian SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan Jokowi. Semua punya posisi yang sama," ucap Isnur. 

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru