Penduduk Indonesia Mayoritas Islam, Kenapa Parpol Islam Justru Terpuruk?

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Perubahan politik selepas Orde Baru pada tahun 1997 cukup membuat perubahan besar terjadi di Indonesia. salah satunya adalah kembali sistem multi partai dalam pemilu. Alhasil, perubahan tersebut disambut antusias termasuk dari kalangan Islam yang merupakan mayoritas di Indonesia. di satu sisi, akibat dari perubahan tersebut banyak tokoh Islam yang menginisiasi terbentuknya partai yang berideologi Islam.

Dalam pemilu pertama pasca reformasi tahun 1999, banyak partai politik (parpol) Islam yang ikut kontestasi dan lolos seleksi. Di antaranya adalah Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Persatuan (PP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Masyumi Baru, dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Baca juga: Daftar Injury Time, Cak Imin Antar Luluk-Lukamanul ke Kantor KPU Jatim!

Berikutnya ada Partai Keadilan(PK)/Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Muslim Indonesia (Kami), Partai Cinta Damai (PCD), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Kebangkitan Ummat (PKU) dan Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia (SUNI).

Namun, meskipun banyak partai Islam dengan penduduk yang beragama Islam, tidak banyak parpol Islam yang sanggup masuk menembus parlemen. Nasib sama pun terulang pada pemilu-pemilu selanjutnya. Bahkan, suara parpol Islam pun cenderung menurun.

Lantas, kenapa parpol Islam memiliki elektabilitas yang rendah padahal mayoritas penduduk adalah Islam?

Melemahnya parpol Islam menurut peneliti LSI Denny JA, Ade Mulyana, disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain adalah lemahnya branding politik yang dilakukan sehingga mempengaruhi persepsi publik. untuk itu, dia menyarankan agar parpol-parpol Islam melakukan rebranding lantaran demografi dan preferensi politik masyarakat sudah berubah.

Alasan melemahnya parpol Islam adalah imbas dari kebijakan masa lalu yakni depolitisasi Islam pada era Orde Baru selama 20 tahun atau tahun 1978 1998 yang mana kebijakan tersebut berlaku secara massif berupa penggunaan asas tunggal Pancasila yakni pada tahun 1985 melalui UU Partai Politik dan UU Keormasan.

Baca juga: Pengamat Sebut Anies Segera Gabung Partai, Tak Selamanya Bisa Independen!

Selain itu, parpol-parpol Islam juga dinilai tidak memiliki inovasi yang segar dan mampu menambah dukungan serta pesona sejak reformasi.

Terakhir minimnya logistik yang dimiliki partai politik Islam ikut berkontribusi terhadap nasib partai Islam dalam mendapatkan dukungan dari pemilih, ucap Ade kepada Optika.id, Jumat (22/12/2023).

Dihubungi secara terpisah, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiarti mengungkapkan adanya beberapa faktor yang membuat parpol Islam kian menurun suaranya dan tidak mendapatkan simpati dari publik lagi.

Baca juga: Makin Kuat, PBNU Desak PKB Tentang Peran Ulama di Partai

Pertama, pemilih muslim cenderung terpecah menjadi pemilih banyak partai, tidak hanya ke partai Islam tetapi juga partai nasionalis. Dalam hal ini partai Islam gagal menumbuhkan pemilih loyalis yang secara khusus melekat dengan identitas partainya, kata Aisah, Jumat (22/12/2023).

Sementara alasan kedua adalah parpol Islam tidak mempunyai tokoh populer yang menonjol secara nasional. Tokoh parpol Islam hanya terbatas pada kalangan pengurus partai saja dan pemilih loyalis yang jumlahnya juga sangat terbatas.

Beragam pendapat hadir untuk peningkatan elektabilitas partai politik Islam. Hal tersebut perlu direspon untuk menghadapi dinamika sosial dan politik saat ini dengan bijak. Mendekati masyarakat secara inklusif, tanggap terhadap isu-isu aktual nan krusial, serta mengelola dinamika internal dengan baik dapat membantu memperkuat posisi mereka dalam arena politik Indonesia yang semakin dinamis, pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru