Jakarta (optika.id) - Tingginya atensi publik terhadap keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh beberapa pekan terakhir ini makin tinggi. Hal tersebut tak pelak juga menjadi sorotan ketiga calon presiden (capres) 2024 nanti. dua di antaranya, yakni Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, cenderung memberikan empatinya kepada etnis yang tertindas itu.
Misalnya dalam acara Desak Anies yang digelar di Jakarta pada 22 Desember 2023 silam. Anies kala itu menyebut bahwa seharusnya pengungsi Rohingya diperlakukan dengan baik atas dasar kemanusiaan dan sesama manusia seharusnya memiliki tanggung jawab untuk menolong satu sama lain.
Baca juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
"Untuk melaksanakan itu, kita siapkan tempat khusus agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat yang ada. Karena begitu digabungkan, muncul problem. Ke depannya, harus disiapkan tempat semipermanen layaknya Pulau Galang, Kepulauan Riau, yang pernah menjadi titik penampungan manusia perahu asal Vietnam pada 1979-1996, kata Anies dalam acara tersebut.
Sementara itu, Ganjar Pranowo berjanji akan meratifikasi Konvensi Jenewa 1951 tentang Status Pengungsi. Tak hanya itu, dirinya akan melakukan penilaian darurat serta menjalin komunikasi aktif dengan beberapa negara anggota Asean yang telah meratifikasi Konvensi PBB 1951.
"Kawan-kawan semuanya tidak akan resah pada persoalan itu. Apa pun namanya, kita harus menolong juga, tapi kepentingan nasional harus kita jaga," jelasnya, 16 Desember lalu.
Berbeda dengan kedua capres tersebut, Prabowo Subianto justru bersikap sebaliknya. Menurutnya, masih banyak rakyat Indonesia yang kesusahan.
Dalam keterangannya, Direktur Data Politik Indonesia, Catur Nugroho menyebut jika polemik terkait isu Rohingya di Indonesia ini terjadi lantaran koordinasi antara pemerintah dengan UNHCR tidak berjalan dengan baik. padahal, para pengungsi tersebut adalah korban konflik sehingga mestinya mendapatkan perlindungan.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
"Meskipun di Indonesia pengungsi Rohingya dianggap 'tidak kooperatif', tapi menurut saya, masih wajar karena mereka tidak ditempatkan di penampungan yang layak. Hal ini tentu saja menjadi isu yang pada akhirnya mendiskreditkan para pengungsi yang datang dan dikaitkan dengan isu antiimigran," jelasnya, Kamis (25/1/2024).
Dirinya pun mengakui bahwa isu Rohingya ini turut menjadi komoditas politik di tengah-tengah kontestasi Pemilu 2024. Akan tetapi, isu Rohingya menurutnya tidak akan cukup efektif untuk mengerek suara khususnya menyudutkan Anies yang kerap dibingkai sebagai keturunan imigran dari Arab.
Menurutnya, meskipun informasi dan berita yang menyampaikan berbagai keburukan para pengungsi Rohingya muncul secara massif, hal tersebut tidak akan cukup signifikan untuk menyerang Anies lantaran pendatang Arab yang dahulu datang ke Indonesia berbeda.
"Imigran Arab di Indonesia kebanyakan datang dan menetap di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Jakarta, Cirebon, dan Solo, untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam dengan damai sehingga diterima dengan baik oleh masyarakat pribumi," ulasnya.
Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Lebih lanjut, Dosen Universitas Telkom ini pun menilai jika masyarakat Indonesia saat ini lebih mudah terpantik dan dipantik oleh isu agama dan SARA. Khususnya dengan Islam di tanah Arab seperti Palestina. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang menganggap jika segala hal yang berbau dengan Arab maupun Timur Tengah adalah masalah agama. Padahal, masalahnya lebih pelik daripada yang dibayangkan.
"Padahal, tidak selamanya seperti itu. Kalau dilihat secara lebih jernih, isu kemanusiaan yang terjadi di Palestina dan Rohingya sebenarnya juga sama-sama memerlukan perhatian dan bantuan dari kita," pungkasnya.
Editor : Pahlevi