Surabaya (optika.id) - Asosiasi Kepala Desa Se-Indonesia (Apdesi) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (31/1/2024) lalu. Dalam aksi itu, mereka menuntut agar parlemen segera mengesahkan perubahan kedua Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Adapun revisi UU tersebut mencakup beberapa klausul. Misalnya, perubahan alokasi dana desa pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hingga perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades).
Baca juga: Ramai Soal Perpanjangan Masa Jabatan Kades, Begini Reaksi Fraksi PAN
Perihal masa jabatan kepala desa, Apdesi bersama PP Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas), dan Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (DPN PPDI) meminta perpanjangan jabatan selama 9 tahun dengan 3 periode.
"Hari ini, Undang-Undang Desa kita perjuangkan. Ingat, sampai sore pun kita berkumpul. Harga mati revisi Undang-Undang Nomor 6. Jangan ngomong besar Indonesia emas 2024 kalau desa tidak diperbaiki. Jangan ngomong besar ekonomi kita bangkit kalau desa tidak diperbaiki " kata Ketua Umum Apdesi, Surta Wijaya, dalam orasinya dari atas mobil komando.
Sarat Kepentingan Politik
Baca juga: Perangkat Desa di Desa Sawo Ponorogo Diduga Lakukan Pungli
Melihat hal tersebut, Sosiolog dari Universitas Trunojoyo, Iskandar Dzulkarnain menilai jika poin-poin yang disuarakan oleh Apdesi dkk tidak substansial. Pasalnya, apa yang dituntut oleh mereka tidak beririsan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa seperti pengelolaan dana desa dengan mengoptimalkan potensi yang ada.
"Kesejahteraan desa tidak hanya terkait lamanya kepala desa menjabat atau peningkatan dana desa," kata Iskandar, Senin (5/2/2024).
Penyusunan revisi UU Desa menurutnya juga sangat bias sehingga ada beberapa poin yang luput dari fokus tuntutan massa. Hal ini disebabkan beleid tersebut lebih sarat kepentingan politik daripada penguatan aturan itu sendiri. khususnya pengembangan dan kesejahteraan masyarakat desa.
Baca juga: DPR Tepis Isu Perpanjangan Jabatan Kades Terkait Kepentingan Pemilu 2024
Apalagi, penyusunan revisi UU Desa menurut Iskandar didasari dari tindakan tukar guling kepentingan antara perangkat desa dengan peserta pemilihan umum (pemilu). Baik calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres), hingga partai politik.
"Artinya, UU ini lahir bukan untuk mensejahetarakan warga desa, tapi untuk melanggengkan kuasa kepala desa," tegasnya.
Editor : Pahlevi