Jakarta (optika.id) - Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo-Gibran (Pragib) sangat mungkin untuk didiskualifikasi kalau ditemukan adanya pelanggaran atau kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang membuat pasangan itu memperoleh suara lebih dari 50 persen pada putaran pertama sehingga ditetapkan KPU nantinya sebagai pemenang.
Berbagai kecurangan yang terjadi, baik pra, saat, dan pascapencoblosan itu diadukan ke Mahkamah Konstitusi MK dalam gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden-wakil presiden. Kalau terbukti dan kemudian didiskualifikasi, yang akan melaju ke putaran kedua adalah pasangan nomor urut 1 Anies-Muhaimin (AMIN) dan nomor urut 3 Ganjar-Mahfud (Ganfud).
Baca juga: Anies dan Ganjar akan Hadir dalam Pelantikan Prabowo-Gibran Minggu Besok
Buat permohonan (ke MK) yang meyakinkan bahwa pemilu ini sudah curang secara terstruktur, sistematis, dan masif, jelas Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, dalam podcast di kanal YouTube-nya, Kamis, (15/2/2024).
Lebih jauh Refly menjelaskan yang dimaksud kecurangan terstruktur adalah pelanggaran yang melibatkan struktur kekuasaan. Sistematis adalah kecurangan terjadi secara terpola dan terencana. Sedangkan masif yaitu kecurangan terjadi di semua tempat.
Kalau tim AMIN bisa buktikan itu kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif, tidak saja (akan terjadi) dua putaran. Tetap sih dua putaran, (tapi) mungkin yaitu antara AMIN dan Ganfud, Ganjar-Mahfud. Dan pasangan Pragib bakal bisa didiskualifikasi, ungkapnya.
Sampai tadi malam pukul 20.00 WIB saja misalnya, katanya melanjutkan, Tim Hukum Nasional AMIN sudah menerima setidaknya 59 laporan kecurangan. Berbagai laporan tersebut bermacam-macam. Termasuk yang sudah beredar di media sosial.
Seperti banyaknya kertas suara yang sudah tercoblos untuk pasangan Prabowo-Gibran. Bahkan ada juga video yang menunjukkan satu gepok surat suara yang langsung dicoblos untuk 02. Belum lagi nenek-nenek buta huruf yang ingin memilih AMIN tapi diarahkan mencoblos Prabowo-Gibran. Termasuk adanya salah penghitungan suara.
Jadi itu semua tidak hanya dimaknai secara kuantitatif. Tapi juga bisa dilihat (secara) kualitatif, ungkapnya.
Baca juga: Jika PDIP Bersama Anies, Pilpres 2029 Bisa Jadi Hadirkan Calon yang Kuat!
Karena itu dia meminta para relawan dan pendukung AMIN untuk tidak pasrah dan putus asa atas adanya hasil hitung cepat berbagai lembaga survei yang menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran mendapat suara di atas 50 persen.
Tidak hanya menunggu hasil pengumunan resmi dari KPU yang menghitung suara secara manual, dia juga meminta pendukung AMIN untuk aktif mengawal suara Anies-Muhaimin.
Yang harus kita lakukan sekarang adalah menjaga proses penghitungan suara dan tetap menginput. Jadi mereka yang memotret C1 (formulir yang memuat hasil penghitungan suara di TPS), terus melakukan input di (website) kawalpemilu.org dan (di aplikasi) Warga Jaga Suara 2024 di play store, tandasnya.
Dari situ kemudian kita akan dapat data pembanding berapa sesungguhnya persentase masing-masing pihak tersebut. Apakah iya sebagaimana (hasil yang) dilakukan oleh (lembaga survei melalui) quick count atau sebenarnya ada data lain, sambungnya.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Selain itu, Refly juga mendorong kalangan relawan untuk melaporkan berbagai kecurangan ke Tim Hukum Nasional AMIN bahkan termasuk memviralkan ke media sosial.
Nanti biar Tim Hukum Nasional akan mengkompilasinya dan kemudian memajukannya ke MK sebagai sebuah argumentasi kualitatif telah terjadinya kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif, pungkasnya.
Sebagaimana diketahui KPU baru akan menetapkan hasil pencoblosan yang berlangsung kemarin itu pada 20 Maret 2024 mendatang. Setelah itu, peserta pemilu termasuk peserta pilpres yang menolak hasil penetapan KPU tersebut memiliki kesempatan untuk menggugat ke MK.
Sebagai bentuk akuntabilitas, dalam kurun waktu 3×24 jam setelah KPU menetapkan hasil perolehan suara, maka oleh Undang-Undang Pemilu diberikan kesempatan para peserta pemilu yang akan melakukan komplain terhadap hasil pemilu, yaitu melalui Mahkamah Konstitusi (MK), jelas Ketua KPU Hasyim Asyari kemarin.
Editor : Pahlevi