Hasto Dukung Revisi UU KPK: Nepotisme, Korupsi dan Kolusi Semakin Marak!

Reporter : Danny

Jakarta (optika.id) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan atau PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya mendukung rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Menurut dia, lembaga antirasuah itu harus diperkuat lagi, karena kini praktik korupsi dan nepotisme di Indonesia semakin mengkhawatirkan. 

Baca juga: PDI-P: Tak Ada Kader di Kabinet Prabowo, Tapi Dukung Kedaulatan dan Kebijakan Positif

"Itu sebagai konsep, sebagai suatu ide, sampai sekarang kita melihat nepotisme, korupsi, kolusi jutsru semakin merajalela," kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Jakarta Selatan, Kamis (6/6/2024). 

Hasto menyebut, dengan merevisi UU KPK, diharapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia bisa membaik, sehingga sadar tak akan melakukan kejahatan tersebut.  

"Karena Singapura maju hanya berdasarkan kualitas SDM, meritokrasi, dan supremasi hukum," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto membuka peluang untuk merevisi UU KPK. Dia beralasan selama ini banyak komplain tentang kewenangan KPK dan dewan pengawas.

Baca juga: Siang Ini, PDIP Akan Umumkan Bacakada Tahap Ketiga!

Pernyataan tersebut dia katakan saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dewan Pengawas (Dewas) KPK di ruang rapat Komisi III DPR RI, Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).

Kita paham betul karena seperti tadi dikatakan bahwa Undang-Undang Dewas ini lahirnya kan mendadak, Pak. Kita juga ikut di lapangan, Pak. Jadi usulannya kalau Pak Tumpak nanti bisa menyampaikan, coba dong diperbaiki revisinya UU 19/2019 seperti ini, kita akan senang sekali, Pak, kata pria yang karib disapa Bambang Pacul itu. 

UU KPK pernah direvisi pada tahun 2019, dan mengundang kritik dari sejumlah pihak. Kritikan terhadap UU KPK itu datang dari Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.

Baca juga: Anies Puji PDIP Konsisten: Penjaga Konstitusi Sama dengan Penjaga Negara!

Alasannya, karena UU tersebut dianggap tak memberikan wewenang yang jelas bagi dewas untuk melakukan penindakan etik.

"Kita bisa lakukan revisi karena ini sudah tahun 2019 juga Undang-Undangnya, sudah 5 tahun lah, bisa kita tata ulang. Karena banyak yang komplain juga, kata Bambang Pacul.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru