Jatim Art Forum: Pemutaran Film Pemenang East Java Call 2021

Reporter : Denny Setiawan
foto: Dewan Kesenian Jawa Timur

Optika.id, Kota Batu - Memasuki hari kelima atau hari terakhir gelaran Jatim Art Forum 2021, saatnya Departemen Film melaksanakan kegiatannya, acara yang berlangsung di salah satu hall, di The Singhasari Resort ini terdiri dari dua agenda, yakni pemutaran film terpilih serta diskusi film. Dari serangkaian kegiatan yang dimulai dari 'East Java Film Call 2021' bagi film maker, pegiat dan pecinta film yang sudah dimulai sejak Juli lalu, maka siang itu tiga judul film pendek yang terpilih ditayangkan dan dikritisi.

Tiga judul film tersebut di antaranya adalah Memoar karya Faris Ghozi dari Batu, Sekawan karya Abra Merdeka serta, Basiyat karya Ahmad Faiz. Dinginnya Kota Batu rupanya tak menyurutkan puluhan pecinta film yang berasal dari komunitas film maupun masyarakat umum untuk menyaksikan film-film pilihan tersebut.

Baca juga: Film Indonesia Masih Didominasi Oleh Genre Horor, Publik Sudah Mulai Jumud?

Pemutaran film tersebut diawali dengan apresiasi dari Departemen Film DKJT kepada Komunitas TV Desa yang telah membuat film berjudul Sarung Srawung yang mengangkat cerita keseharian kehidupan anak-anak di sebuah desa di Malang.

Berikutnya adalah pemutaran film-film pendek yang telah mendapat nominasi sebagai karya terbaik. Di antara tiga film tersebut, Basiyat menjadi karya unggulan yang memiliki karya penilaian sangat bagus. Baik dari ide cerita, alur, pengambilan gambar dan pesan yang disampaikan.

Dalam kesempatan yang sama, Ahmad Faiz, sutradara film Basiyat menceritakan tantangannya selama penggarapan film tersebut. 

"Jadi untuk readingnya saja kami memerlukan waktu empat bulan, meski produksinya hanya tiga hari. Mengapa demikian, karena kami mengajak warga lokal sebagai pemainnya," ungkap penggagas Cinemadura yang juga tercatat sebagai mahasiswa Institut Seni di Surakarta ini. Minggu (14/11/2021).

Seperti dikisahkan, Basiyat yang berarti wasiat. Menceritakan wasiat dari seorang pemabuk yang ketika meninggal harus dimandikan menggunakan air  minuman keras seperti yang biasa ia minum saat masih sehat. Rupanya wasiat ini berujung konflik antara kakak almarhum yang diberi wasiat dengan ibu dan istri almarhum. Akhirnya terjadilah perselisihan di saat jenazah akan dimandikan. 

Perselisihan ini semakin sengit ketika modin setempat dan kakak almarhum berebut memandikan jenazah. Apakah akan diguyur menggunakan minuman haram ataukah disucikan selayaknya orang meninggal. Namun di tengah perdebatan tersebut, sang istri berteriak memecah perselisihan tersebut. Sang istri akhirnya meminta untuk memandikan jenazah suaminya secara benar sesuai keyakinan.

Baca juga: Jenis 3 Kelompok Tukang Kritik Film, Kamu Masuk yang Mana?

Dalam hal ini Faiz ingin mengangkat juga suara perempuan, atau hak perempuan. Bahwa perempuan tidak harus diam dan menurut, perempuan juga berhak membuat keputusan penting dalam kehidupan keluarganya.

Yang menjadi daya tarik dari film ini adalah penggunaan bahasa lokal, yakni bahasa Madura dari awal hingga akhir.

"Saya ingin mengenalkan bahwa Jawa Timur memiliki kekayaan budaya yang layak digaungkan di kancah dunia, dan bahasa Madura merupakan salah satunya,"ungkap Faiz.

Sementara film  berjudul Sekawan dan Memoar mengambil tema yang sama, yakni toleransi. Menurut catatan-catatan dari hasil diskusi film, yang dipandu oleh Arief Akhmad Yani, Pengelola Community Forum JAFF Jogja dan narasumber Tito Imanda, Pengkaji Film Kafein , Arfan Adhi Perdana, Pengelola Siar Sinema, menyatakan apresiasinya dengan karya-karya tersebut. Harapannya sama, ajang ini bisa menjadi penyemangat serta menumbuhkan kembali ekosistem perfilman di Jawa Timur.

Baca juga: Kritik Film Tak Sekadar Jadi Penghakiman Baik dan Buruk

Reporter: Denny Setiawan

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru