YLBHI dan 17 LBH SeIndonesia Tidak Percaya kepada Mahkamah Konstitusi, UU Cipta Kerja Langgar Konstitusi

Reporter : optika
Untitled-1

Optika.id. Jakarta. Mahkamah Konstitusi (MK) buat putusan menggantung tentang gugatan Undang Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU No 11/2020 tentang CK), demikian pernyataan bersama YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) dan 17 Lembaga Bantuan Hukum seIndonesia, Kamis 25 November 2021.

Menurut mereka (YLBHI dan 17 LBH) Jauh sebelum MK menyatakan UU CK melanggar Konstitusi, berbagai kelompok masyarakat di banyak wilayah dengan berbagai pekerjaan dan latar  belakang telah mengatakan Omnibus Law UU CK melanggar Konstitusi, tapi Pemerintah bergeming.

Baca juga: Resmi, MK Gelar Sidang Perdana Pileg 2024 Hari Ini

Pemerintah dan DPR harus menyadari kesalahan, bahwa terdapat kesalahan mendasar dalam pembentukan perundang dan tidak mengulangi, karena kekeliruan seperti ini juga dilakukan di UU KPK, UU Minerba, UU MK, dan banyak peraturan perundang-undangan lainnya  baik secara prosedur maupun isi;

Pada sisi lain, ketidakpercayaan terhadap MK terjawab sudah. Putusan ini adalah putusan kompromi. Putusan ini menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima, dan hanya mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian.

Mereka simpulkan bahwa UU CK bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 tetapi MK memberikan putusan yang menggantung atau tidak berani lurus dan tegas dengan logika hukum dan UU MK.  Seharusnya MK membuat putusan dengan menyatakan Batal saja, sehingga tidak membuat bingung dan mentoleransi pelanggaran.

Menurut mereka Putusan MK ini juga  membuat kondisi tidak mudah dipenuhi, dan malah menimbulkan ketidakpastian hukum. Bahkan 4 dari 9 hakim menyatakan dissenting. Putusan MK ini seolah menegaskan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap MK yang tunduk pada eksekutif menjadi terbukti, simpulan YLBHI dan 17 LBH SeIndonesia.

Rilis YLBHI dan  17 LBH Se Indonesia selengkapnya

Baca juga: Bersama Firma Hukum, KPU Akui Siap Hadapi Sengketa Pileg 2024

Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Pengujian Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja: Putusan Yang Mempermainkan Konstitusi dan Rakyat!

Hari ini, 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan pada pokoknya:

  • Pembentukan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan;
  • Menyatakan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;
  • Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen;
  • Menyatakan apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU No. 11 Tahun 2020 maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali;
  • Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Atas putusan ini, YLBHI dan 17 LBH Se-Indonesia menyatakan :

  1. Dari putusan ini jelas pemerintah dan DPR telah salah, yakni melanggar Konstitusi dan melanggar prinsip pembuatan UU, walaupun putusannya inkonstitusional bersyarat dimana Pemerintah diberikan kesempatan untuk memperbaiki. Tetapi putusan MK menggambarkan kekeliruan yang prinsipil;
  2. Dari putusan MK ini juga pemerintah tidak bisa memberlakukan dulu UU Cipta Kerja dan menghentikan segala proses pembuatan dan penerapan semua aturan turunannya. Pemerintah telah kehilangan legitimasi dalam menerapkan/melaksanakan UU Cipta Kerja. Padahal saat ini UU Cipta Kerja telah diberlakukan beserta seluruh PP turunannya. Maka penting untuk menghentikan segera UU ini dan seluruh PP turunannya demi mencegah timbulnya korban dari masyarakat dan lingkungan hidup.
  3. Meminta pemerintah menghentikan segera proyek-proyek strategis nasional yang telah merampas hak-hak masyarakat dan merusak lingkungan hidup;
  4. Jauh sebelum MK menyatakan UU CK melanggar Konstitusi, berbagai kelompok masyarakat di banyak wilayah dengan berbagai pekerjaan dan latar belakang telah mengatakan Omnibus Law UU CK melanggar Konstitusi, tapi Pemerintah bergeming. Pemerintah dan DPR harus menyadari kesalahan, bahwa terdapat kesalahan mendasar dalam pembentukan perundang dan tidak mengulangi, karena kekeliruan seperti ini juga dilakukan di UU KPK, UU Minerba, UU MK, dan banyak peraturan perundang-undangan lainnya  baik secara prosedur maupun isi;
  5. Pada sisi lain, ketidakpercayaan terhadap MK terjawab sudah. Putusan ini adalah putusan kompromi. Putusan ini menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima, dan hanya mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian. Meskipun menyatakan bertentangan dengan UUD tetapi MK memberikan putusan yang menggantung atau tidak berani lurus dan tegas dengan logika hukum dan UU MK. Seharusnya MK membuat putusan dengan menyatakan Batal saja, sehingga tidak membuat bingung dan mentoleransi pelanggaran. ini juga  membuat kondisi yang tidak mudah dipenuhi, dan malah menimbulkan ketidakpastian hukum. Bahkan 4 dari 9 hakim menyatakan dissenting dalam arti berpendapat UU OLCK sesuai dengan Konstitusi. Putusan MK ini seolah menegaskan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap MK yang tunduk pada eksekutif menjadi terbukti.

Jakarta, 25 November 2021

Baca juga: MK: Arsul Sani Tak Gunakan Hak Sengketa untuk PPP

Hormat kami

  1. Yayasan LBH Indonesia (YLBHI)
  2. LBH Banda Aceh
  3. LBH Medan
  4. LBH Palembang
  5. LBH Padang
  6. LBH Pekanbaru
  7. LBH Lampung
  8. LBH Jakarta
  9. LBH Bandung
  10. LBH Semarang
  11. LBH Surabaya
  12. LBH Bali
  13. LBH Makassar
  14. LBH Yogyakarta
  15. LBH Papua
  16. LBH Palangkaraya
  17. LBH Manado
  18. LBH Samarinda

[removed][removed]

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru