UU Cipta Kerja dari Awal Sudah Cacat, Secara Hukum Banyak Kejanggalan Terjadi

Reporter : angga kurnia putra
Tulisan "omnibus law lebih berbahaya dari COVID" tampak di tengah demo buruh memprotes Undang-Undang Cipta Kerja, di Bandung, Jawa Barat, Selasa, 6 Oktober 2020. (Foto: Antara via Reuters)

Optika.id - Pada Kamis (25/11/2021) lalu, Mahkamah Konstitusi telah membacakan putusan tentang UU Cipta Kerja baik terkait uji materiil maupun formil. Dalam putusan no 91 pu tahun 2020 tersebut ada 6 putusan terkait uji materiil.

Menurut kuasa hukum pemohon judicial review UU Cipta Kerja Victor Santoso Tandiasa asess pembentukan UU Cipta Kerja tersebut tidak sesuai dengan prosedur pembentukan perundang undangan. 

Baca juga: Resmi, MK Gelar Sidang Perdana Pileg 2024 Hari Ini

"Menurut kami asses pembentukan UU tersebut tidak sesuai dengan prosedur pembentukan Undang-Undang, selain itu di saat ada euforia publik ramai membahas soal cipta kerja kami secara silent memang mengajukan uji materiil, karena saya sering bersosialisasi untuk menjelaskan bahwa pentingnya berkonstitusi dalam bernegara," katanya dalam webinar Quo Vadis Undang-Undang Cipta Kerja Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, Minggu (29/11/2021).

Menurutnya upaya hukum tersebut harus dilakukan, karena dalam pembentukan UU Cipta Kerja tersebut banyak kejanggalan.

"Artinya selama ada saluran (cara) maka itu yang akan kita tempuh,bahkan sebelum nomornya keluar kita sudah ajukan,dengan hitung hitungan akan ada beberapa perbaikan," lanjutnya.

Awalnya Victor merasa pesimis saat mengajukan ke MK karena sebelumnya pernah ditolak terkait uji Formil KPK dan Uji Materiil Minerba. "Memang dalam pengaduannya  ada pesimistis terhadap MK di awal.tapi saya menyatakan kepada tim ini sebagai upaya terakhir kepercayaan publik kepada MK,karena pada saat sebelumnya uji formil KPK dan uji materiil minerba MK selalu menolak," tukasnya.

Menurutnya UU Cipta Kerja ini jelas-jelas terdapat cacat formil, dan menurutnya prediksinya sebelum mengajukan gugatan. Maka akan banyak peraturan pelaksana yang akan dikeluarkan. Dengan waktu hanya 3 bulan.

"Kami mengajukan provisi(permintaan pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan pada 10 November 2020, dan diperbaiki pada 24 November 2020 tujuannya adalah untuk ditangguhkan dulu. Alasannya supaya MK juga tenang dalam pengujianya sehingga tidak akan ada dampak yang besar kalau provisi ini dikabulkan oleh MK," tandasnya.

Dia meminta MK mencabut Undang-Undang yang baru disahkan,dan menggunakan UU yang lama. "Tujuannya adalah supaya mencabut kembali undang undang cipta kerja yang baru saja disahkan,dan mengembalikan kembali undang undang sebelumnya yang sudah dicabut. Tujuanya adalah supaya tidak terjadi kekosongan Hukum," lanjutnya.

Baca juga: Bersama Firma Hukum, KPU Akui Siap Hadapi Sengketa Pileg 2024

Dalam uji MK tersebut dia merasa terharu dengan pernyataan salah satu Hakim MK Wahiduddin Adam, dan dalam 3 gugatannya dapat membalikkan keadaan. "Saya terharu dengan salah satu quote yang membuat kita semangat, di persidangan ada pertanyaan yang disampaikan oleh Pak Wahid, kita mau membiasakan yang benar, atau mau membenarkan yang biasa. Sepanjang yang kita tahu dalam perkara no.29 beliau menjadi hakim yang dissenting opinion (berpendapat berbeda dengan hasil putusan) terkait undang undang KPK. Dalam uji formil minerba perkara no.59 itu juga ada 3 hakim dissenting,dan akhirnya di cipta kerja berbalik 5 banding 4," katanya.

Dalam perkara tersebut, yang awalnya menurut pemerintah dan DPR apa yang kami sampaikan Hoaks, dapat dibalik dengan adanya bukti yang ada. 

"Akhirnya apa yang selama ini kami sampaikan ke publik,bahkan sempat disebut hoaks oleh pemerintah dan DPR, tapi kami tetap bisa membuktikan bahwa ada yang tidak memenuhi asas kejelasan tujuan dan kejelasan rumusan. Lalu juga pembentuk undang undang tidak memberikan peluang partisipasi kepada masyarakat," tambahnya.

Dia juga menjelaskan beberapa kejanggalan UU tersebut, lalu juga fakta yang diungkap dalam putusan MK no.91 adalah naskah akademik dan rancangan UU Cipta Kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. "Tidak didasarkan oleh cara metode yang pasti, baku, standar serta sistematik. Terjadinya penulisan beberapa substansi bahkan juga ada yg terbukti oleh MK, hilang, diubah, diganti itu semua dibuktikan dalam pembuktian,dan dimasukkan dalam amar hukum," pungkasnya.

Baca juga: MK: Arsul Sani Tak Gunakan Hak Sengketa untuk PPP

Reporter: Angga Kurnia Putra

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Berita Terbaru