Seribu Wajah Muhammadiyah

author optikaid

- Pewarta

Senin, 14 Feb 2022 17:26 WIB

Seribu Wajah Muhammadiyah

i

Seribu Wajah Muhammadiyah

[caption id="attachment_12269" align="alignnone" width="173"] Dr. Sholikhul Huda, M.Fil.I Sekdir Pascasarjana Univ. Muhammadiyah Surabaya & Pengasuh Pesantren Bumi Al Quran Grand Masangan Sidoarjo[/caption]

Muhammadiyah adalah sebuah teks hidup dinamis karena hidup ditengah realitas kehidupan masyarakat. Sehingga bebas dibaca oleh siapa saja dengan beragam motif.

Baca Juga: 112 Tahun Muhammadiyah dan Harapan Masyarakat

Dalam kajian hermeneutika (tafsir kontemporer) sebuah teks (baca: Muhammadiyah) akan bermakna tergantung dari pembacanya. Artinya pembaca mempunyai posisi penting dalam mengkonstruksi makna Muhammadiyah.

Pembaca bisa berasal dari jama'ah atau simpatisan Muhammadiyah dan hasilnya bisa sangat beragam. Hal itu lumrah karena dipengaruhi oleh perbedaan latar sosial, kultur, ideologi dan pendidikannya. Sehingga sangat wajar jika Muhammadiyah memiliki seribu wajah.

Terpotret tiga wajah besar:

Pertama, wajah sosio-ideologis

a) Muhammadiyah-FPI (MuFPI).
Efek perjumpaan pola pemikiran dakwah Islam Muhammadiyah dengan Front Pembela Islam (FPI), terutama konteks dakwah amar makruf nahi mungkar ditengah masyarakat.

b) Muhammadiyah-HTI (MuHaTI).
Efek perjumpaan pemikiran politik keagamaan Muhammadiyah dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). dengan pemikiran politik keagamaan jama'ah Muhammadiyah, terutama terkait pola agama dan politik di publik.

c) Muhammadiyah-Salafi (MuSafi).
Efek perjumpaan konsep ideal pembentukan komunitas Muslim era sekarang dengan zaman Salafus Salih antara Muhammadiyah dengan jamaah Salafi.

Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah adalah Pilar Kemajuan Bangsa dan Kemanusiaan

d) Muhammadiyah-Wahabi (MuHabi).
Efek perjumpaan ideologi pemurnian (Tanjih) antara Muhammadiyah dengan Jama'ah Wahabi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kedua, wajah pemikiran keislaman.

1) Muhammadiyah Liberal (MuhLib).
Wajah ini merupakan tampilan dari konstruksi pemikiran jama'ah Muhammadiyah yang akomodatif terhadap ide kebebasan individu untuk mendorong kemajuan sosial masyarakat. Dalam rangka mendorong kemajuan sosial mereka mensinergikan antara kajian keislaman dengan kajian sosiologis, filosofis, psikologi, antropologis, politik, hukum, ekonomi, bahasa, teknologi dan sebagainya.

2) Muhammadiyah Moderat (Murad).
Wajah Muhammadiyah yang terbuka, toleran menghindari cara kekerasaan dan mendorong keadilan bersama tanpa melihat ideologi, suku, agama dan ras dalam membingkai kehidupan masyarakat yang majemuk seperti Indonesia.

Ketiga, wajah sosio-kultural.

1) Muhammadiyah Nasionalis (MuNas). Tampilan wajah jama'ah Muhammadiyah secara perilaku sosio-kultural pengagum Soekarno (Bapak Marhaen) walaupun tetap berkiblat ke KH. Ahmad Dahlan pada paham keagamaan. Kelompok ini lebih cenderung pilihan politik ke kelompok Nasionalis seperti simpatisan atau pengurus PDIP. Mereka ini oleh Prof Munir Mulkhan sering disebut dengan Muhammadiyah Marhaen (MarMud).

Baca Juga: Paus Fransiskus Desak Penyelidikan Genosida Israel di Gaza, Ini Tanggapan Muhammadiyah

2) Muhammadiyah NU (MuNu).
Tampilan wajah jama'ah Muhammadiyah yang secara sosio-kultural masih mengikuti tradisi sosio-kultural jama'ah Nahdliyyin (NU). Kelompok ini biasanya adalah simpatisan Muhammadiyah. Mereka biasanya bekerja sebagai karyawan di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).

3) Muhammadiyah Ikhlas (Mukhlas)
Tampilan wajah jama'ah Muhammadiyah yang berusaha maksimal mengikuti manhaj ideologi dan tradisi sosial-keagamaan Muhammadiyah secara Kaffa di lingkungan masyarakat. Wajah ini oleh Prof Munir Mulkhan memiliki karakter fanatik atau istilah Muhammadiyah "Tus".

Demikian pembacaan secara sosiologis untuk dapat dijadikan telaah dan bahan strategi penguatan ideologi Muhammadiyah di masa sekarang.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU