Optika.id. Jakarta- Indonesia Corruption Watch (ICW) abaikan somasi Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan (KSP), dengan menyatakan bahwa penelitian ICW untuk kepentingan umum.
Tidak ada niat untuk menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, keterangan Peneliti ICW Kurnia Ramadhani dalam video yang direkam Optika.id, Sabtu (21/8/2021). Atas dasar pemikiran seperti itu maka ICW tidak menyatakan permintaan maaf.
Ramdhani menyatakan, peneltian yang ICW lakukan untuk menghidupkan ruang kritik. Selain itu juga dilakukan untuk kepentingan pengawasan terhadap tindakan pejabat publik. Ramdhani juga menyatakan penelitian yang dilakukan ICW berdasarkan fakta dan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penelitian yang mengungkapkan dugaan Moeldoko mengambil untung dari peredaran obat yang diklaim sebagai obat Covid-19 itu, menurut Kurnia, didasarkan pada teori konflik kepentingan. Teori konflik kepentingan itu sudah menjadi rujukan di berbagai penelitian, katanya.
Somasi Ketiga Moeldoko
Moeldoko melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, mengirim somasi ketiga kepada ICW berkait dengan dugaan keterlibatan Moeldoko dalam promosi obat Ivermectin untuk menanggulangi Covid 19, Pada Jumat (20/8/2021). Somasi ketiga itu memberi waktu kepada ICW 5 X 24 jam agar meminta maaf kepada Moeldoko.
Kita berikan waktu agar ICW mencabut pernyataannya dan meminta maaf kepada Pak Moeldoko," urai Otto saat konferensi pers daring, Jumat (20/8/2021). Otto menegaskan jika ICW mengabaikan somasi ketiga ini maka pihak Moeldoko akan melaporkan ke kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Otto menerangkan bahwa Moeldoko tidak terlibat dalam promosi obat Ivermectin. Lebih jauh diterangkan Moeldoko sudah memberikan penjelasan bahwa dirinya tidak memiliki hubungan dengan PT Harsen Laboratories selaku produsen obat Ivermectin. Diakui oleh Otto, Moeldoko memang bertemu dengan pengusaha yang memproduksi Ivermectin.
Dalam pertemuan itu, Moeldoko hanya mempersilakan kepada pengusaha untuk mengurus izin peredaran Ivermectin di Indonesia, kata pengacara kondang itu.
Perihal belum adanya uji klinis dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Otto menyatakan, saat itu penularan Covid-19 cukup tinggi seperti halnya yang terjadi di Kudus. Di sisi lain obat tidak ada sehingga diperlukan untuk penyembuhan orang yang terpapar Covid-19. Karena itu bukan untuk mendapat mendapat keuntungan pribadi, bela Otto terhadap kliennya.
Editor : Pahlevi