Optika.id - Ketua DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menemui Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar. Dalam kesempatan itu, LaNyalla memaparkan alasan perjuangannya dalam menggugat Presidential Threshold nol persen.
Mohon doanya kiai, karena demokrasi kita saat ini sudah kebablasan. Harus ada perbaikan fundamental yang dimulai dari hulunya, kata LaNyalla saat mengunjungi Pondok Pesantren Miftachussunnah yang berada di Surabaya, di sela-sela kegiatan resesnya di Jawa Timur, Senin (21/2/2022).
Baca Juga: Dua Tokoh Perempuan Baru Potensial yang Bisa Lolos DPD Jatim
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Wakil Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama Wilayah (PWNU) Jawa Timur, KH Moh Maruf Syah dan Ketua KONI Jatim Muhammad Nabil.
LaNyalla memaparkan, sistem demokrasi Indonesia mengalami kerusakan sejak dilakukannya amandemen konstitusi pada 1999-2002.
Sejak amandemen sebanyak empat kali itu, keputusan kepemimpinan diserahkan kepada mekanisme voting. Pun halnya dengan ekonomi, diserahkan kepada mekanisme pasar.
Demokrasi Pancasila berubah menjadi demokrasi liberal. Ekonomi Pancasila juga berubah menjadi ekonomi kapitalistik. Ini semua imbas dari amandemen yang dilakukan terhadap konstitusi, tutur Senator asal Jawa Timur itu.
KH Miftachul Akhyar sependapat dengan LaNyalla. Menurutnya, sistem pemilihan berdasarkan suara terbanyak alias voting bukan nafas asli sistem demokrasi Indonesia yang berasaskan Pancasila.
Menurutnya, sejak dahulu Indonesia selalu mengedepankan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan. Tidak mengenal yang namanya voting, tegas kiai yang akrab disapa Mbah Kiai Miftach ini.
Mbah Kiai Miftach menjelaskan mekanisme pemilihan di tubuh Nahdlatul Ulama (NU). Dalam NU, katanya, dikenal istilah yang disebut AHWA atau Ahlul Halli wal Aqdi.
Baca Juga: La Nyalla Ingatkan Perda RTRW Jatim Selaras dengan RUU Daerah Kepulauan
Sistem AHWA adalah mekanisme yang diterapkan untuk memilih Rais Aam PBNU yang diusulkan oleh warga Nahdliyin. Jadi, mekanisme itu berdasarkan musyawarah mufakat, katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
AHWA beranggotakan sembilan ulama NU khos yang dipilih dengan kriteria beraqidah Ahlussunnah wal Jamaah al Nahdliyah, wara, zuhud, bersikap adil, berilmu (alim), integritas moral, tawadlu, berpengaruh, dan mampu memimpin.
Sembilan ulama khos yang menjadi anggota AHWA itu diusulkan oleh 505 pengurus cabang dan 35 pengurus wilayah NU se-Indonesia, pada Muktamar NU ke 33.
Masing-masing wilayah dan cabang mengusulkan sembilan nama kiai khos. Usulan nama-nama tersebut dimasukkan ke dalam kotak yang disediakan oleh panitia, tuturnya.
Baca Juga: Klarifikasi LaNyalla Soal Sebutan Dukung Anies, Seperti Apa?
Pembahasan metode ini sudah dilakukan sejak tahun 2012. Wacana untuk menggunakan metode ini karena kekhawatiran akan adanya politik praktis serta ditunggangi pihak eksternal di tubuh NU apabila menggunakan mekanisme pemilihan langsung.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi