Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti: Ada Suara Angin Ingin Tunda Pemilu, dari Orang Tertentu

author Aribowo

- Pewarta

Senin, 28 Feb 2022 22:30 WIB

Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti: Ada Suara Angin Ingin Tunda Pemilu, dari Orang Tertentu

i

Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti: Ada Suara Angin Ingin Tunda Pemilu, dari Orang Tertentu

Optika.id. Sekum PP (Sekretaris Umum Pimpinan Pusat) Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu'ti mengatakan "Saya mendengar suara-suara angin, yang angin ini bisa jadi angin ribut, bisa angin buritan, bisa jadi angin mamiri, itu memang ada aspirasi dari orang tertentu yang ingin supaya pemilu ini ditunda pelaksanaannya. Orang tertentu itu tidak perlu disebutkan namanya, mungkin partai-partai itu tahu," papar Muti.Muti mengaku dikabari beberapa pihak yang menyampaikan ada tekanan dari sosok tertentu kepada partai politik untuk bersuara tentang penundaan Pemilu 2024. Ia justru khawatir dampak desain perpanjangan masa jabatan presiden hingga MPR bisa menimbulkan stigma politik.

"Tetapi saya kira harus dipikirkan itu yang saya maksud dengan berpikir jernih dan jangka panjang, itu harus dipikirkan konsekuensi-konsekuensi politik dan moral dalam konstruksi ketatanegaraan serta pertimbangan-pertimbangan lain, yang menyangkut kepentingan bangsa secara keseluruhan," lebih lanjut Abdul menjabarkan aspirasinya.

Baca Juga: 112 Tahun Muhammadiyah dan Harapan Masyarakat

Siapa Yang Menekan Ketum Parpol?

Muti tidak mengungkap siapa yang mendesak agar suara penundaan pemilu ini bergulir? Pengamat Politik Universitas Paramadina A Khoirul Umam menilai wacana menunda pemilihan umum 2024 sarat kepentingan politik dan tidak mencerminkan semangat demokrasi di Indonesia.  Menurut Umam pemulihan ekonomi akibat COVID-19 yang kerap dijadikan sebagai alasan penundaan tidak dapat diterima karena Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 digelar pada masa pandemi.

"Argumen itu sangat klise dan sarat kalkulasi kepentingan politik," kata Umam melalui pesan tertulisnya yang diterima di Jakarta.

Menurut Andi Mallarangeng memang sudah ada desain untuk menunda pemilu dengan atau tanpa amandemen Konstitusi. Lalu beberapa tokoh Ketum (Ketua Umum) parpol atau menteri kabinet didorong menyuarakan hal itu. Wacana ini, menurut Mallarangeng, secara gamblang sebagai upaya testing the water. Kalau tidak ada reaksi keras yang menentang maka hal ini akan berlanjut, kata Mallarangeng.

Sementara itu Abdul Aziz, pengamat politik dari Fisip Universitas Brawijaya, menganggap ada rekayasa sistematik para elite politik untuk menunda pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau tiga periode. Caranya? Seperti arisan berantai di mana dari satu partai ke partai lainnya menggulirkan isu pemilu ditunda, perpanjangan masa jabatan, Jokowi tiga periode, ungkapnya. Menurut Aziz jika pemilu (berhasil) ditunda, maka posisi mereka di parlemen dan kabinet ikut pula diperpanjang tanpa harus lewat pemilu.

Mereka tentu sangat tahu bahwa Konstitusi dan Undang Undang yang ada tidak memungkinkan itu. Kecuali Konstitusi itu sendiri diubah. Mereka sepertinya melihat celah perubahan Konstitusi itu, katanya kepada Optika.id, Sabtu 26/2/2022, lewat WhatsApp.

Dr Wawan Sobari isu penundaan pemilu ini sebagai fenomena panjat politik. Panjat politik dari elite politik. Meski isu ini dilontarkan oleh Ketum parpol tapi imaje masyarakat bisa mengarah ke Istana.

Kalau alasan didukung masyarakat juga tidak benar. Hasil survei SMRC sebanyak 70% masyarakat tidak setuju perpanjangan jabatan presiden. Jangan sampai isu ini menjadi isu panjat politik, jelasnya.

Persoalan pokok: siapa otak di balik wacana penundaan pemilu ini? Kata Aziz aktor itu bukan tunggal. Jika tunggal tapi ada kolaborasi. Menurut Aziz mereka adalah elite politik yang sedang dirasuki pikiran kotor dan nafsu kuasa yang tak alang kepalang. Apa pun dihalalkan, yang penting tetap berkuasa, urainya penuh ekspresif. Menurut Sobari meskipun muncul dari mulut 3 Ketum parpol agak susah menolak arah imaje masyarakat bahwa didrive dari Istana.

Kemana Arah PDIP?

Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, tegas mengatakan PDIP menolak wacana penundaan pemilu. Bagi PDIP hal itu tidak konstitusional. PDIP merasa berkomitmen dengan Konstitusi.

"PDIP menegaskan sikap politiknya bahwa wacana penundaan pemilu tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan melupakan aspek yang paling fundamental dalam politik yang memerlukan syarat kedisiplinan dan ketaatan terhadap konstitusi," kata Hasto dalam keterangan tertulis, Kamis (24/2).

Ada perbedaan tajam antara PDIP dengan 3 ketum parpol mengusung wacana penundaan pemilu. Bahkan belakangan Gerindra juga belum bersikap tegas tentang hal ini. Awalnya politisi Gerindra, Kamarussamad, menolak penundaan pemilu, namun sekarang untuk wacana ini hanya Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang akan menjelaskan. Sampai hari ini Gerindra belum bersikap secara institusional masih diam.

Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah adalah Pilar Kemajuan Bangsa dan Kemanusiaan

Jika wacana penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan presiden itu hanya soal sepele sebagai manuver Ketum PKB, PAN, dan Golkar yang tidak ada artinya, lalu mengapa Gerindra tiba-tiba diam? Mengapa orang setingkat Muhaimin Iskandar, Zulkifli Hasan, dan Airlangga Hartarto bisa bertindak begitu gegabah menentang opini masyarakat?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Yang menarik adalah PDIP dalam soal wacana penundaan pemilu berbeda jauh sikapnya dengan 3 parpol koalisi yang ngotot penundaan pemilu. Apakah bisa dikonotasikan ada perbedaan tajam kepentingan Istana dengan PDIP dalam soal penundaan pemilu ini?

Ada beberapa sinyal perbedaan antara Istana dan PDIP yang secara samar-samar tampak di permukaan. Yang santer isu tentang kukuhnya Puan Maharani diusung sebagai calon presiden atau wakil presiden oleh DPP PDIP. Di sisi lain ada gerakan kuat mendorong Ganjar Pranowo menjadi calon presiden oleh kelompok Jokowi. Kita bisa lihat sebagian besar relawan Jokowi ada di balik Ganjar Pranowo. Semua gerakan Ganjar didesain model Jokowi dulu saat akan maju menjadi calon presiden.

Di samping itu ada banyak kritikan dari kubu PDIP tentang sepak terjang Erick Tohir dalam mengelola BUMN (Badan Usaha Milik Negara). sangat kuat kritikan itu namun Erick Tohir masih tetap kuat dan jalan terus. Konon ada beberapa orang menteri yang diminta PDIP untuk diganti namun Istana belum melaksanakan hal tersebut. Hal ini tampaknya yang menjadi penjelas mengapa reshuffle cabinet belum bisa dilakukan oleh Jokowi. Ada perbedaan kepentingan sangat kuat diantara koalisi pemerintah.

Yang menarik adalah PDIP tidak mau penundaan pemilu tetapi melalui Masiton Pasaribu PDIP ingin ada amandemen Undang Undang Dasar 1945 secara terbatas untuk menghidupkan PPHN (Pokok Pokok Haluan Negara) di dalam MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat).

Masinton Pasaribu mengatakan pihaknya menolak usulan penundaan pemilu dan memilih memperjuangkan amandemen konstitusi dalam memuat Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Baca Juga: Paus Fransiskus Desak Penyelidikan Genosida Israel di Gaza, Ini Tanggapan Muhammadiyah

"Sikap PDI Perjuangan yang kami dari pembekalan, pengarahan, yang disampaikan oleh Ibu Megawati jauh sebelumnya, beliau selalu menekankan komitmen bernegara. Komitmen bernegara itu apa? Kepatuhan kepada konstitusi dan perundang-undangan," kata Masinton dalam agenda Total Politik bertajuk 'Usulan Jabatan Presiden Diperpanjang, Gimana Nasib Kepala Daerah?' di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu (27/2/2022).

Baik penudaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, dan memasukkan PPHN kan melalui amandemen UUD 1945. Wacana tentang amandemen terbatas itu pernah dilontarkan berkali-kali oleh Ketua MPR, Bamabang Soesatyo, dan kemudian mendapat reaksi positip oleh berbagai parpol koalisi pemerintah. Apakah benar di sana semua arahnya: penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode, dan memasukkan PPHN? Nah kalau ini jelas siapa saja aktornya seperti yang dikatakan oleh Sekum PP Muhammadiyah Muti: ada suara angindari orang tertentu. Para ketum parpol itu pasti tahu.

Sikap KSP

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswar Pramowardhani, memastikan sikap Presiden Joko Widodo terhadap penundaan pemilihan umum dan perpanjangan masa jabatan menjadi 3 periode tetap sama. Dia menekankan bahwa Jokowi akan tetap taat kepada konstitusi dan UUD 1945 yang berlaku.

"Siapa pun silakan saja berpendapat. Namun, presiden masih tetap sama sikapnya dalam memandang jabatan 3 periode maupun penundaan pemilu. Presiden selalu mengacu kepada konstitusi dan UU yang berlaku," jelas Jaleswari kepada wartawan, Minggu (27/2/2022).

Tulisan Aribowo
Editor Amrizal Ananda Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU