Memahami Filosofi Ideologi Tajdid Muhammadiyah

author optikaid

- Pewarta

Rabu, 16 Mar 2022 22:47 WIB

Memahami Filosofi Ideologi Tajdid Muhammadiyah

i

Memahami Filosofi Ideologi Tajdid Muhammadiyah

[caption id="attachment_12269" align="alignnone" width="183"] Dr. Sholikhul Huda, M.Fil.I Sekdir Pascasarjana Univ. Muhammadiyah Surabaya & Pengasuh Pesantren Bumi Al Quran Grand Masangan Sidoarjo[/caption]

Muhammadiyah dalam kiprahnya selama kurang lebih 105 tahun tetap konsisten di ranah dakwah, khususnya dalam kegiatan pemurnian akidah dan pembaharuan (tajdid).

Baca Juga: 112 Tahun Muhammadiyah dan Harapan Masyarakat

Gerakan pemurnian dan pembaharuan atau yang lebih dikenal dengan tajdid sudah menjadi ciri khas Muhammadiyah. Ada banyak nilai yang bisa ditumbuhkan dalam tajdid. Tajdid menumbuhkan nilai baru.

Dalam memaknai dan menjalankan idologi tajdid, kita dapat temukan banyak sekali nilai baru yang bisa kita ambil.

Pertama, tajdid mengharuskan untuk berpemikiran terbuka. Artinya, ide bisa datang dari mana saja, tidak harus gagasan dari dirinya yang dibenarkan. Bisa jadi, lanjut dia, pemikiran dan ide datang dari orang lain dan itu jauh lebih benar. Dan ide kita yang kurang tepat.

Baca Juga: Khofifah: Muhammadiyah adalah Pilar Kemajuan Bangsa dan Kemanusiaan

Kedua, tajdid memberikan semangat belajar tinggi. Sebagai orang yang mengamalkan tajdid, maka sudah sepatutnya orang tersebut menghasilkan tradisi keilmuan yang kuat. Kemampuan literasi dan rasa keingintahuannya atas ilmu terus meningkat dan tidak ada habisnya. Terus merasa tidak pernah cukup dengan ilmu yang dimiliki.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ketiga, nilai tajdid menumbuhkan sikap welas asih atau kepedulian dan itu menjadi ciri khasnya. Ciri khas warga Muhammadiyah adalah welas asih, mengamalkan spirit al-Maun,.

Keempat, sejatinya konsekwensi dari pengamalan tajdid adalah menghargai waktu. Bagaimana bisa orang beriman menyia-nyiakan waktu? Teologi al-Ashr menjadi hal yang harus diperhatikan dalam aktualisasi tajdid. Sungguh rugi orang yang membuang-buang waktu. Karena, setiap waktu bagi Muslim adalah kesempatan untuk beribadah kepada Allah, sehingga sangat sayang ketika waktu terbuang hanya untuk hal yang sia-sia.

Baca Juga: Paus Fransiskus Desak Penyelidikan Genosida Israel di Gaza, Ini Tanggapan Muhammadiyah

Kelima, tajdid menumbuhkan karakter berdaya sanding (kerjasama), saling merangkul berjalan beriringan, bukan berdaya saing dan saling menjatuhkan. Prinsip fastabiqul khoirot adalah bersama-sama dalam mencapai sebuah kebaikan, bukan dengan jalan saling menjatuhkan, tetapi saling berusaha sekuat tenaga untuk mengembangkan organisasi ini.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU