Optika.id, Jakarta - Bupati Bogor Ade Yasin baru saja terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK seperti yang pernah dialami kakak kandungnya, Rachmat Yasin. Ade Yasin sendiri saat ini masih diperiksa sebelum nantinya status hukumnya disampaikan KPK.
Sejauh ini yang diketahui baru tentang Ade Yasin diamankan bersama beberapa pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.
Baca Juga: Terima Uang, KPK Duga Ade Yasin Temui Kontraktor
"Kegiatan tangkap tangan ini dilakukan karena ada dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Rabu (27/4/2022).
Namun, kasus ini menjadi catatan buruk bagi pejabat publik yang meliki hubungan darah. Bedasarkan data yang dikutip Optika.id dari Detik.com, Kamis (28/4/2022) Berikut ini daftar kasus korupsi kakak-adik yang pernah ditangani KPK:
- 1. Ratu Atut Chosiyah dan Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan
Ratu Atut Chosiyah dijerat KPK saat menjabat sebagai Gubernur Banten. Atut pun telah dihukum untuk 2 perkara yaitu kasus suap pada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dan perkara korupsi pengadaan alat kesehatan di Banten.
Untuk perkara suap ke Akil, Atut divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan. Vonis itu diperberat di tingkat kasasi menjadi 7 tahun penjara. Sedangkan untuk perkara korupsi pengadaan alat kesehatan, Atut divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sedangkan adik Atut yang biasa dipanggil Wawan juga dijerat memberikan suap ke Akil. Di tingkat pertama, Wawan divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan yang kemudian diperberat menjadi 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan di tingkat kasasi.
Baik Atut maupun Wawan sedang menjalani hukumannya karena telah berkekuatan tetap atau inkrah. Namun untuk Wawan, KPK masih mengusut satu perkara lain yaitu tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).
- Ahmad Hidayat Mus dan Zainal Mus
Gubernur Maluku Utara (Malut) terpilih Ahmad Hidayat Mus ditetapkan KPK sebagai tersangka. Ahmad dijerat bersama-sama dengan adiknya, Zainal Mus.
Keduanya diduga melakukan korupsi dengan modus pengadaan proyek fiktif yaitu pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Kabupaten Kepulauan Sula 2009. Saat itu, Ahmad berstatus sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Sula 2005-2010, sedangkan Zainal selaku Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula 2009-2014.
"Dugaan kerugian negara berdasarkan perhitungan dan koordinasi dengan BPK sebesar Rp 3,4 miliar sesuai jumlah pencairan SP2D kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat itu.
- Anggoro Widjojo dan Anggodo Widjojo
Perkara yang melatari kakak-beradik ini cukup menyita perhatian karena memicu munculnya istilah Cicak Vs Buaya dalam konflik KPK Vs Polri tahun 2009. Awalnya Anggoro menyuap 4 anggota Komisi IV DPR yaitu Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Lelua.
Suap itu diberikan agar Anggoro memenangkan proyek sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) pada 2006-2007 di Departemen Kehutanan senilai Rp 180 miliar. Dalam prosesnya Anggoro sempat buron pada Juli 2009 dan baru tertangkap 5 tahun kemudian.
Singkat cerita, Anggoro divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Lalu bagaimana dengan Anggodo?
Saat KPK mengusut perkara Anggoro, Anggodo melaporkan dua pimpinan KPK saat itu Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah kepada Polri dengan tuduhan melakukan pemerasan. Laporan itu bertujuan menghambat proses penyidikan di kasus suap yang melibatkan Anggoro.
Bibit dan Chandra sempat dijadikan tersangka oleh kepolisian yang kemudian meruncingkan konflik Cicak Vs Buaya itu. Pada akhirnya, Anggodo dijerat KPK telah merintangi penyidikan KPK terhadap Anggoro.
Di tingkat kasasi, Anggodo divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta pada tahun 2011. Dia bebas pada 2015 dan meninggal dunia pada September 2018.
- Andi Mallarangeng dan Choel Mallarangeng
Pusaran korupsi proyek Hambalang yang menjadi dasar KPK menjerat kakak-adik Mallarangeng itu. Keduanya terbukti ikut mengarahkan proses pengadaan di proyek Hambalang.
Andi divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada 2014. Dia kemudian bebas pada Juli 2017. Sedangkan Choel divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta pada 6 Juli 2017. Namun, MA menyunat hukuman Choel menjadi 3 tahun penjara usai PK-nya dikabulkan pada 19 Maret 2019.
- Ade Yasin dan Rachmat Yasin
Eks Bupati Bogor Rachmat Yasin terjaring OTT KPK pada 7 Mei 2014. Rachmat Yasin dulu merupakan Bupati Bogor dua periode.
Dalam OTT terhadap Rachmat Yasin saat itu, tim KPK mengamankan uang miliaran rupiah. Uang itu adalah uang suap untuk sang pejabat terkait pengurusan lahan di Puncak dan Sentul.
Rachmat Yasin kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam dua kasus dugaan korupsi. Pada kasus pertama, Rachmat Yasin diduga menyunat anggaran SKPD senilai Rp 8,9 miliar untuk keperluannya, termasuk kampanye pada Pilkada 2013 dan Pileg 2014.
Kasus kedua, Rachmat Yasin diduga menerima gratifikasi berupa 20 hektare lahan dan mobil Toyota Vellfire. Gratifikasi berupa lahan diduga diterima eks Bupati Bogor Rachmat Yasin terkait pengurusan izin pesantren di kawasan Jonggol, sedangkan gratifikasi mobil diduga diterima dari seorang pengusaha.
Baca Juga: KPK Geledah Rumah Tersangka Suap Bupati Bogor dan Amankan Bukti Elektronik
Rachmat Yasin eks Bupati Bogor kini diketahui divonis 2 tahun 8 bulan penjara atas kasus gratifikasi oleh PN Tipikor Bandung pada April 2021. KPK telah mengeksekusi Rachmat Yasin di LP Kelas 1 Sukamiskin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kini giliran adik Rachmat Yasin, Ade Yasin, yang terjaring OTT. Ia terjaring OTT pada malam tadi, 26 April 2022. Hal ini pun dikonfirmasi KPK.
Sejumlah uang yang diduga merupakan bagian dari suap turut disita KPK saat melakukan OTT. Namun jumlah uang itu masih dihitung KPK.
"Benar KPK sedang melakukan giat tangkap tangan di wilayah Bogor, Jawa Barat, telah mengamankan beberapa pihak dan sejumlah uang serta barang bukti lainnya," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada wartawan, Rabu (27/4/2022).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri juga membenarkan perihal OTT pada Ade Yasin itu. Dia turut menyebutkan adanya pihak lain yang ditangkap, yaitu dari BPK Perwakilan Jawa Barat (Jabar).
"Di antaranya Bupati Kabupaten Bogor, beberapa pihak dari BPK Perwakilan Jawa Barat dan pihak terkait lainnya. Kegiatan tangkap tangan ini dilakukan karena ada dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap," ucap Ali.
- Rencana Perangin Angin dan Iskandar
Di tahun ini, kasus kakak-beradik di KPK bertambah. Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin berkongkalikong dengan kakaknya dalam kasus suap proyek infrastruktur di wilayah Langkat. Kasus ini lagi-lagi menambah daftar panjang korupsi yang dilakukan oleh kakak-adik.
Sebagaimana diketahui, Terbit Rencana Perangin Angin resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Terbit Rencana diduga menerima suap dari proyek infrastruktur di wilayah Langkat.
"Setelah pengumpulan berbagai informasi disertai pengambilan keterangan terkait dugaan tindak korupsi dimaksud, KPK kemudian melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan bukti yang cukup. Maka KPK meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers, Kamis (20/1/2022).
- Khamami-Taufik
Kasus korupsi yang menjerat kakak-adik salah satunya adalah kasus Khamami dan Taufik. Khamami merupakan Bupati Mesuji. Dia disangka KPK menerima suap dari kontraktor yang menggarap proyek infrastruktur di wilayahnya. Sedangkan adiknya, Taufik, disebut KPK sebagai perantara duit haram itu.
"Diduga fee proyek diserahkan kepada TH (Taufik Hidayat), adik Bupati Mesuji dan digunakan untuk kepentingan bupati," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (24/1/2019).
Selain Khamami dan Taufik, KPK menetapkan tiga tersangka lainnya, yaitu Wawan Suhendra sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Mesuji, Sibron Azis sebagai pemilik PT Jasa Promix Nusantara dan PT Secilia Putri, serta Kardinal selaku swasta. Khamami diduga menerima Rp 1,28 miliar dari Sibron.
Baca Juga: KPK Tetapkan Bupati Bogor Ade Yasin Tersangka Suap BPK
Uang itu diduga merupakan fee pembangunan proyek infrastruktur di Mesuji. KPK menduga uang itu bukanlah pemberian pertama. KPK telah mendeteksi pemberian sebelumnya sebesar Rp 200 juta dan Rp 100 juta.
- Billy Sindoro dan Eddy Sindoro
Kali kedua Billy Sindoro berurusan dengan KPK. Sekitar 10 tahun lalu, Billy pernah diusut dengan dugaan memberikan suap ke M Iqbal yang saat itu menjabat di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Billy dijatuhi vonis 3 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti bersalah memberi suap Rp 500 juta pada M Iqbal terkait kasus hak siar Liga Inggris.
Waktu berlalu hingga akhirnya Billy bebas. Sementara itu, adik Billy, Eddy Sindoro, yang gantian dijerat KPK.
Billy Sindoro menjalani sidang lanjutan kasus suap Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (16/1/2019). Sidang mendengarkan keterangan para saksi.
Pada 2016, Eddy ditetapkan KPK sebagai tersangka. Jeratan untuk Eddy Sindoro itu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Doddy Aryanto Supeno dan Edy Nasution. Doddy saat itu hanya disebut sebagai seorang swasta, sedangkan Edy Nasution adalah panitera sekretaris PN Jakarta Pusat saat itu.
Baik Doddy maupun Edy Nasution telah divonis serta hukuman untuk keduanya sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Doddy menjalani hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan, sedangkan Edy Nasution harus meringkuk di penjara selama 8 tahun dan membayar denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Eddy Sindoro sempat kabur hingga ke 4 negara sejak ditetapkan sebagai tersangka. Dia baru-baru ini menyerahkan diri ke KPK dengan alasan ingin perkaranya segera tuntas.
Sedangkan Billy yang telah bebas kemudian dijerat KPK lagi. Kali ini, dia diduga menjadi pemberi suap kepada Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin terkait perizinan proyek Meikarta. Perkara ini pun masih bergulir di tingkat penyidikan.
Reporter: Denny Setiawan
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi