Optika.id. Surabaya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) disomasi oleh Koalisi untuk Pendidikan dan Keselamatan Anak (PKA) terkait policy tentang Pembelajaran Tatap Muka. Somasi itu juga ditujukan kepada Menristekdikti, Nadiem Makarim, Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Somasi tertulis itu dilayangkan Jumat (03/08/2021) kepada Presiden Jokowi
Koalisi PKA menuduh pemerintah melanggar Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang Nomor 39/ 2009 tentang Kesehatan, hingga UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kemudian Pemerintah lewat SKB (Surat Keputusan Bersama) 4 Menteri tentang Panduan Belajar Tatap Muka di tengah pandemic Covid 19 telah dilanggar ketentuan tentang persyaratan PTM.
Dasar somasi Koalisi PKA adalah (1) vaksinasi untuk anak usia 12-17 tahun baru 36%. Hal itu dianggap rentan bagi anak-anak jika dipaksakan PTM. Kedua, tingginya angka positivity rate, terutama pada anak yang mencapai 15 persen pada akhir Agustus 2021. Pemerintah dituduh telah mengabaikan rekomendasi sejumlah pihak terkait pembelajaran tatap muka. WHO misalnya, memberi syarat PTM jika angka positivity rate telah mencapai 5%. Namun faktanya, angka positivity rate saat ini masih di atas batas aman.
Ketiga, SKB 4 Menteri tentang Panduan Belajar Tatap Muka di tengah pandemi Covid-19 yang tak mencantumkan vaksinasi sebagai syarat PTM merupakan pelanggaran. Meskipun ada daerah telah berada pada PPKM Level 1-3 tetapi hal itu dianggap rentan PTM bagi anak.
Koalisi PKA yang melakukan somasi terbuka itu terdiri dari Arek Lintang Indonesia (ALIT), AMAR Law Firm & Public Interest Law Office (AMAR), Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI), Forum Orang Tua Siswa (Fortusis), Hakasasi.id, Laporcovid19, Lokataru, dan Surabaya Children Crisis Center (SCCC).
Materi PJJ Harus Diperbaiki
Menurut Iwan Hermawan, Ketua Forum Aksi Guru Indonesia, pemerintah seharusnya melaksanakan saran dari WHO yang mengatakan untuk membuka ruang publik tingkat positive rate di sebuah daerah harus kurang dari 5 persen. Dikhawatirkan dampak dari tingginya angka positive rate dalam PTM anak akan melahirkan kluster sekolah dan anak-anak.
Seyogaynya Pemerintah coba metode lain dalam Pendidikan. Jangan tergesa-gesa. Perbaiki dengan cara memperbaiki materi PJJ, kata Hermawan. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang disempurnakan bias menjadi alternative, imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu penggagas Lapor Covid, Irma Hidayana, mengatakan kerentanan PTM terhadap penularan Covid-19 sangat besar. Ia meragukan angka Covid-19 yang dipublikasi oleh Pemerintah saat ini.
Studi yang bilang anak-anak memiliki gejala ringan itu adalah studi singkat di daerah yang positive rate-nya rendah dan menjadi bias jika diaplikasikan terutama di Indonesia. tutup dia
Kondisi ini diperparah karena belum meratanya vaksinasi kepada anak-anak. Menurut data yang diperoleh oleh ALIT Indonesia saat ini anak-anak dalam usia 7 15 mayoritas belum mendapatkan akses vaksin. Data ini berdasarkan survei yang dilakukan di Surabaya, Gianyar Bali, Pasuruan, Malang, Kota Batu, Jember dan Banyuwangi.
Sebelum menggelar PTM, pemerintah seharusnya melakukan persiapan. Iwan Hermawan, Ketua Forum Aksi Guru Indonesia, menyebutkan
Oleh karena itu, Koalisi mengajukan somasi dan meminta pemerintah meninjau dan menimbang kembali kebijakan PTM dalam waktu 14 hari. (A
Editor : Pahlevi