Mengeruk Keuntungan di Tanah Air Kantor Pusatnya Di Luar Negeri

author optikaid

- Pewarta

Minggu, 29 Mei 2022 02:57 WIB

Mengeruk Keuntungan di Tanah Air Kantor Pusatnya Di Luar Negeri

i

Mengeruk Keuntungan di Tanah Air Kantor Pusatnya Di Luar Negeri

[caption id="attachment_9675" align="alignnone" width="300"] Oleh: Cak A. Cholis Hamzah[/caption]

Optika.id - Baru-baru ini Menteri Koordinator Marinvest Luhut Binsar Panjaitan mengeluarkan pernyataan sindirian kepada perusahaan besar WNI kelapa sawit yang tidak memilih kantor pusatnya di Indonesia melainkan di Singapura; akibatnya Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari pajak. Hal itu, kata Luhut, disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah diberi tugas baru, mengurus polemik minyak goreng di dalam negeri; dan dia mengusulkan semua perusahaan sawit wajib berkantor pusat di Indonesia.

Baca Juga: Langka di Blitar, Harga Minyak Goreng Bersubsidi Tembus Rp 15 Ribu per Liter

Perusahaan-perusahaan kelapa sawit tersebut menanam kelapa sawit di atas tanah milik negara yang diberikan pemerintah melalui skema hak guna usaha (HGU) yang mencapai ratusan ribu hektar (dan dalam jangka lama).

Ada tiga perusahaan besar kelapa sawit yang berbasis di Singapura ini yaitu:

Royal Golden Eagle International (RGEI), dulu dikenal sebagai Raja Garuda Mas, Pemiliknya adalah konglomerat Indonesia, Sukanto Tanoto yang memulai bisnisnya pada tahun 1967 sebagai pemasok suku cadang dan pengusaha di bidang jasa konstruksi untuk industri minyak. perusahaan kelapa sawit dan produsen yang berada dalam kelompok bisnis RGEI adalah Asian Agri dan Apical. Asian Agri memiliki 30 perkebunan kelapa sawit dengan luas total 100.000 hektar di provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Utara. Luasan ini belum termasuk lahan kelapa sawit plasma. Selain jadi pemain besar industri sawit, Kelompok bisnis RGEI di Indonesia juga bergerak di berbagai industri, di antaranya yang terbesar yakni industri kertas dan pulp oleh di bawah Asia Pacific Resources International Holding Ltd atau APRIL.
 
Fisrt Resouces Ltd sebuah perusahaan milik taipan Indonesia lainnya, Ciliandra Fangiono yang beberapa kali masuk daftar orang terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes dengan usia yang terbilang sangat muda. Di usianya yang baru 45 tahun, dengan kekayaan Rp 1,05 miliar dollar AS. Sumber kekayaan terbesarnya berasal dari perkebunan sawit. Dia merupakan generasi kedua yang mewarisi perusahaan sawit dari ayahnya, Martias. Ciliandra merupakan CEO First Resources Ltd, perusahaan yang tercatat di bursa efek Singapura yang banyak menguasai ratusan ribu hektar lahan sawit di Indonesia.
 
Wilmar International Ltd adalah salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia yang menanam sawitnya di atas lahan milik negara yang diberikan pemerintah melalui skema HGU. Anak perusahaan Wilmar di Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, ikut tersandung dalam kasus korupsi ekspor minyak di Kementerian Perdagangan yang kini tengah ditangani Kejaksaan Agung. Wilmar International bahkan tercatat sebagai salah satu perusahaan terbesar dari sisi kapitalisasi pasar di Bursa Efek Singapura atau Singapore Stock Exchange (SGX). Berbagai produk Grup Wilmar antara lain minyak goreng, margarin, coklat, oleokimia, dan biodiesel. Perusahaan juga mengklaim memiliki lebih dari 500 pabrik dan jaringan distribusi yang tersebar di China, Indonesia, India, dan berbagai negara lainnya. Pada tahun 2021, perusahaan bahkan mencatatkan keuntungan bersih sebesar 1,89 miliar dollar AS. Konglomerat Martua Sitorus adalah sosok di balik guritas bisnis Wilmar di Indonesia.

Baca Juga: Pekerjaan Rumah Abadi Perbaiki Transportasi Publik di Indonesia

Saya membaca tentang sindirian Pak Luhut itu bertanya dalam hati kenapa baru sekarang pemerintah mengetahui perusahaan-perusahaan besar WNI kelapa sawit itu mengeruk keuntungan di tanah airnya tapi memilih kantor pusat nya di Singapura. Saya tidak percaya kalau pemerintah dengan segala perangkat kekuasaannya tidak mengetahui hal itu. Mahasiswa S1 maupun Pascasarjana saja yang mengambil skripsi atau desertasi tentu bisa menemukan data tentang perusahaan-perusahaan yang berbasis di luar negeri. Kalau perusahaan-perusahaan itu perusahaan go public tentu memiliki data lengkap yang bisa diakses publik misalkan Audited Financial Reports nya dimana ditunjukkan kantor pusat perusahaan yang bersangkutan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Yang diungkapkan pak Luhut itu adalah perusahaan kelapa sawit, bisa jadi ada perusahaan-perusahaan WNI besar lainnya diluar kelapa sawit yang mengeruk kekayaan di negeri sendiri tapi kantor pusatnya di luar negeri. Hal ini tentu mengurangi potensi pendapatan pajak negara/bangsa. Saya tidak memiliki pengetahuan apakah perusahaan Indonesia yang go public di luar negeri ada keharusan mendirikan kantor pusatnya di luar negeri atau cukup Representative Offfice (Kantor Perwakilan) nya saja.

Hanya saja pada saat banyak rakyat Indonesia yang mengalami penderitaan karena kondisi ekonomi yang tidak menentu, banyak PHK, kesulitan mendapatkan akses kesehatan dan pendidikan dsb, ada perusahaan-perusahaan yang hanya berfikir profit oriented, mengeruk kekayaan negaranya tapi tidak memilih tanah airnya sebagai kantor pusatnya.

Baca Juga: Dorong Penguatan UMKM, Khofifah Lepas Ekspor Test Market ke Singapura

Bangsa ini memerlukan perusahaan-perusahaan nasional yang memiliki kepekaan sosial bangsanya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU