Optika.id - Sengketa utang Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) memunculkan Sjamsul Nursalim yang tercatat telah melunasi utang BLBI sebesar Rp517,7 miliar ke negara.
Tercatat pelunasan utang yang dilakukan oleh Sjamsul tersebut dirinci sebanyak dua kali pada November 2021 dan Juni 2022.
Baca Juga: BLBI Kembali Lelang Aset Tommy Soeharto, Nilainya Capai Rp2,06 Triliun
"Pembayaran ke kas negara dilakukan melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Cabang DKI Jakarta," kata Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/6/2022).
Menurut Rio, pembayaran tersebut diberikan setelah Satgas BLBI melakukan penagihan sejak tahun lalu.
Sjamsul tercatat mencicil utangnya sebesar Rp150 miliar pada tanggal 18 November tahun lalu. Kemudian, sisanya Sjamsul membayar senilai Rp267,7 miliar. Dengan tambahan pembayaran kedua yang berupa cicilan ni, total utang BLBI Sjamsul kepada negara telah lunas, termasuk biaya administrasi pengurusan piutang negara sebesar 10%.
Akibat hal tersebut, publik jadi bertanya-tanya, siapa Sjamsul Nursalim yang melunasi utang BLBI bernilai fantastis tersebut?
Gurita Bisnis Sjamsul Nursalim
Forbes 2021 mencatat Sjamsul Nursalim sebagai 50 orang terkaya di Indonesia. Dari 50 orang terkaya di Indonesia tersebut, Sjamsul berada di urutan 47 dengan perkiraan kekayaannya mencapai US$ 880 juta. Hal tersebut tidak mengejutkan sebab Sjamsul besar di lingkungan pengusaha.
Ayah Sjamsul diketahui mendirikan serta mempunyai pabrik penggilingan karet di Teluk Betung, Lampung pada tahun 1951. Akibat dari latar belakangan keluarganya inilah Sjamsul terinspirasi untuk memulai kariernya di bidang industri pengolahan karet, dia kemudian bergabung dengan NV Hok Thay Hin yang merupakan perusahaan yang memproduksi ban luar dan ban dalam sepeda
Adapun perusahaan ini yang menjadi cikal bakal PT Gajah Tunggal Tbk yang memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1953.
Baca Juga: Satgas BLBI Sita Aset Barang Jaminan Obligor Santoso Sumali
Kemudian, Sjamsul mengembangkan usahanya ke bisnis ritel, batu bara dan property. Tak hanya itu, dia juga memiliki saham di Mitra Adiperkasa yang menaungi sejumlah toko retail yakni Steve Madden, Zara, Topshop dan berbagai merek dagang lainnya di Indonesia. Sjamsul juga memiliki saham real estate melalui Tuan Sing Holdings yang terdaftar di Singapura.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak hanya di bidang property dan bisnis ritel, Sjamsul juga merambah gurita bisnisnya ke bidang perbankan.
Sjamsul pada tahun 1980 an telah menjadi Direktur Utama BDNI dengan mengantongi 50 % kepemilikan saham. Sementara itu sisa saham yang lain dimiliki oleh PT. Nusantour Duta Development Corporation dan Djaya Development Corporation milik Hamengkubuwono IX. BDNI pertama kali didirikan di Medan pada 1945. Kemudian, pada 1955, BDNI memiliki izin sebagai Bank Devisa.
Bank ini juga pernah bekerja sama dengan PT Asuransi Binadaya Nusa Indah untuk menyediakan asuransi bagi para deposan, serta dengan PT Telkom dan Perusahaan Listrik Negara dalam pembayaran listrik dan telepon. Selain itu, BDNI pernah bekerja sama dengan Bank asal Jepang, Dai-Ichi Kangyo Bank Ltd dan mendirikan perusahaan bernama PT Bank Dai-Ichi Kangyo Indonesia.
Akan tetapi, pada krisis moneter tahun 1997 1998 perjalanan bisnis BDNI tidak berjalan mulus. Bank Indonesia (BI) kemudian mengeluarkan dana bantuan yang dinamakan BLBI kepada sejumlah bank yang hampir bankrupt akibat krisis moneter tahun itu, termasuk BDNI.
Baca Juga: Baru Dapat Rp 492 M dari Rp 110 T, Menkeu Tak Puas dengan Satgas BLBI
Saat itu, bank tersebut saat itu berstatus Bank Beku Operasi dan membutuhkan suntikan pemerintah untuk pulih. BDNI diketahui telah menerima saluran dana BLBI sebesar Rp 37,04 triliun.
Data Kementerian Keuangan menyebutkan ada sebanyak 20 konglomerat yang masih memiliki kewajiban hak tagih pemerintah terkait pengucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Total kewajiban para taipan tersebut sebesar Rp 30,43 triliun pada Desember 2020.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi