[caption id="attachment_34017" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Nanang Purwono[/caption]
Optika.id - Sepucuk surat imbauan dari Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, tertanggal 18 Agustus 2022, kepada pengelola Rumah Abu Hans di jalan Karet tergeletak di meja tamu di dalam Rumah Abu Han. Isinya berupa imbauan kepada pemilik dan pengelola rumah Abu Han untuk bisa membuka pintu rumah guna mendukung upaya meramaikan Kampung Pecinan sebagai daerah tujuan wisata bersejarah di kota Surabaya.
Baca Juga: Peringatan 100 Tahun Perjalanan HP Berlage ke Surabaya
Surat yang sama tentunya juga sudah dilayangkan kepada pemilik dan pengelola persil lainnya di kawasan Kampung Pecinan, khususnya persil yang layak dan patut dikunjungi. Rumah Abu Han adalah salah satu bangunan yang layak dikunjungi karena rumah ini masih menyimpan aneka benda yang menggambarkan keberadaan bangunan yang telah dicatat sebagai aset cagar budaya itu.
[caption id="attachment_39434" align="aligncenter" width="788"] Kunjungan komunitas Sjarikat Poesaka Soerabaia ke Rumah Abu Han.[/caption]
Secara fisik bangunannya masih utuh. Pun demikian dengan perabotan dan perangkat di dalamnya. Tidak ketinggalan sejumlah dokumen dokumen yang menggambarkan fungsi keberadaan rumah Abu sebagai bentuk organisasi keluarga. Diantara dokumen dokumen itu adalah rekening koran yang memperinci neraca keuangan yang dibelanjakan setiap bulan. Misalnya untuk bayar listrik, bayar direksi, staf dan karyawan. Bahkan ada pos pos pendapatan misal dari penyewaan bedak bedak.
Itulah kenapa Rumah Abu Han ini penting. Rumah Abu Han tidak hanya menyimpan nilai seni dan budaya serta arsitektur. Tapi juga menyimpan nilai sosial dan ekonomi keluarga Han yang sudah ada sejak tahun 1670-an. Keberadaan keluarga Han ini bisa dilihat dari sebuah silsilah keluarga yang terpampang di dalam rumah.
Masih banyak benda benda penting lainnya yang sarat akan nilai sejarah, sosial, ekonomi dan budaya warga Surabaya di kawasan Pecinan ini. Oleh karena itu, rumah ini menjadi penting sebagai media untuk menceritakan tentang kondisi sosial budaya warga Surabaya kala itu, khususnya di kampung Pecinan.
Rumah Abu Han bukan satu satunya rumah yang bisa menyajikan peradaban etnis Tionghoa di Surabaya. Masih ada dua marga keluarga lainnya yang memiliki tinggalan di jalan Karet ini. Yaitu keluarga The dan keluarga Tjoa.
[caption id="attachment_39435" align="aligncenter" width="788"] Dokumen berharga mengenai kegiatan Rumah Abu Han pada awal abad 20.[/caption]
Persiapan Pemerintah Kota Surabaya dalam upaya menghidupkan wisata Sejarah di Kampung Pecinan ini juga ditandai dengan pemasangan lampion di sepanjang jalan Karet dan Jalan Kembang Jepun. Pengecatan tiang tiang lampu dan bola bola beton di trotoar juga sudah dikerjakan. Termasuk mengecat gapura naga di ujung timur dan barat jalan Kembang Jepun.
Belajar Dari Kya Kya
Wisata Kuliner dengan konsep Kya Kya Kembang Jepun pernah ada. Dibuka pada 2003. Sayang, konsep kuliner di kawasan bersejarah ini tidak berjalan lama. Padahal kegiatan itu sempat menghidupkan kawasan dan menerangi kesureman kala itu.
Akibatnya, ornamen fisik yang berupa bando bando jalan terpaksa dilepas semua. Jalan Kembang Jepun kembali seperti sedia kala: sunyi, sepi dan suram di malam hari.
Kini, Kya Kya akan dihidupkan kembali. Tantangan menghidupkan kembali Kya Kya ini tidak mudah dan semakin penuh tantangan. Masalahnya, Kya Kya adalah konsep kuliner dimana yang diharapkan oleh pengelola adalah kedatangan pengunjung untuk membeli makanan dan minuman. Sementara, karena pengaruh tehnologi, sekarang membeli makanan dan minuman semakin mudah dan praktis. Misalnya pesan lewat online sehingga orang tidak perlu datang ke lokasi Kya Kya.
Baca Juga: Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya
Kecuali, di Kya Kya ada kelebihan dan daya tarik tersendiri sehingga kelebihan ini menjadi penyebab datangnya pengunjung ke Kya Kya sambil menikmati makanan (membeli). Kelebihan ini bisa berupa atraksi dan hiburan yang bisa memuaskan pengunjung sambil menikmati makanan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Maka Kya Kya dalam konsep menghidupkan kembali kawasan Pecinan harus memikirkan kegiatan penunjang (atraksi dan hiburan) yang bisa membuat publik datang ke Kya Kya. Ketika mereka mau datang, otomatis mereka berpotensi membeli makanan di area kuliner.
Ringkasnya untuk menghidupkan kembali Kya Kya dalam rangka membangun kawasan bersejarah Pecinan, maka perlu membuat atraksi pendukung yang kuat sehingga mereka bisa datang dan meramaikan Kya Kya.
Jelajah Sejarah
Jelajah Sejarah dalam konsep wisata kota tua adalah salah satu atraksi untuk meramaikan kawasan kota tua, utamanya kawasan Pecinan. Kawasan Pecinan ini luas untuk dijelajahi, utamanya yang mengandalkan wisata jalan kaki. Jalan Kaki adalah pilihan yang baik karena bisa semakin mempertajam pemahaman terhadap nilai nilai lokal. Pengunjung bisa lebih dekat dengan obyek dan lingkungan. Jadi wisata jalan kaki di kawasan Pecinan ini tepat sekali karena kondisi kawasan yang layak untuk pejalan kaki.
Adapun obyek obyek menarik dari kawasan ini adalah Jalan Karet dengan Rumah Abu Han atau Rumah Abu The. Koridor jalan Karet pun juga menjadi tempat wisata menarik karena beberapa bangunan tua eksotik yang masih tersisa.
Dari jalan Karet, kemudian menuju jalan Coklat dengan obyek klenteng Hok An Kiong yang usianya sudah lebih dari 200 tahun. Kawasan klenteng juga masih menyimpan jejak masa lalu dengan bangunan bangunan berarsitektur Tionghoa.
Baca Juga: Badan Pengelola Cagar Budaya Masuk Perda Cagar Budaya Kota Surabaya
Setelah jalan Coklat dengan klenteng Hok An Kiong, kemudian menuju ke Pasar Bong yang di dalamnya masih bisa ditemui makam makam China meski yang terlihat hanya sebagian. Pasar Bong adalah pasar yang menempati bekas komplek pemakaman Pecinan di kawasan ini. Makam adalah bukti nyata pernah adanya peradaban Pecinan di Kampung Pecinan.
Tujuan berikutnya adalah jalan Kembang Jepun yang menjadi jalan utama di kawasan ini dan membelah kawasan Pecinan dan kawasan Melayu. Jalan Kembang Jepun mulai dulu hingga sekarang masih sesuai fungsinya sebagai fungsi perdagangan. Dulu jalan Kembang Jepun disebut Handelstraat (Jalan Perdagangan).
Terakhir adalah Jembatan Merah. Sebuah Jembatan lama yang menghubungkan kawasan Pecinan dengan kawasan Eropa.
Penulis: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi