[caption id="attachment_34017" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Nanang Purwono[/caption]
Optika.id - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Surabaya, yang bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga, kembali melanjutkan penulisan Ensiklopedia Kearifan Lokal Kota Surabaya. Sebelumnya penulisan Ensiklopedia dilakukan pada Oktober 2021.
Baca Juga: Peringatan 100 Tahun Perjalanan HP Berlage ke Surabaya
Ada 10 tema yang menjadi bahan penulisan kali ini, yakni 1. Sejarah kepahlawanan Surabaya, 2. Sumur jobong, 3. Penganten pegon, 4. Semanggi, 5. Cak Durasim, 6. Asal Usul Surabaya, 7. Makna Curabhaya, 8. Ludruk dan remo, 9. Kawasan peneleh, 10. Sejarah Sepakbola Surabaya.
Dalam penulisan kali ini, ada dua kelompok: tim penulis dan tim narasumber lisan. Tim penulis terdiri dari Adrian Perkasa, S.Hum., M.A., Dr. Abimardha Kurniawan, S. Hum., M. Hum., Ikhsan Rosyid, S.S., M.Hum., Delta Bayu, S.Sos., M.Hum., Agus Wahyudi, S.Pd., Ady Setyawan Erlianto ST., Kuncarsono Prasetyo S.Sos., Rojil Nugroho, S.Hum., M.Hum., Moch Jalal, S.S., M.Hum., dan Dr. Samidi.
Sementara tim narasumber lisan adalah Nanang Purwono, S.Pd., Tri Priyo Wijoyo, S.S., Meimura, Andrie Adi Kusumo, Yatim S. Bhekti, dan Agus Susanto. Penulisan ini diarahkan oleh duet Prof. Purnawan Basundoro, Dekan FIB Unair dan Kukuh Yudha Karnanta MA, dosen FIB Unair.
Dari 10 tema penulisan ini, ada yang menarik perhatian Prof. Purnawan Basundoro, yang perlu ditindaklanjuti bahasannya di luar kontek penulisan Ensiklopedia. Yakni Sumur Jobong.
Sumur Jobong ini adalah benda arkeologis yang ditemukan di kampung Pandean pada Oktober 2018. Temuan itu tidak hanya menyajikan satu satunya fakta arkeologis kota Surabaya, tetapi temuan itu bisa menjadi pintu masuk untuk menelusuri sejarah kota Surabaya. Yaitu asal usul Surabaya," ujar Prof. Purnawan Basundoro setelah menyimak paparan Delta Bayu, S.Sos., M.Hum., penulis tema Sumur Jobong.
[caption id="attachment_44757" align="aligncenter" width="788"] Penulis Agus Wahyudi sedang wawancara narasumber lisan Yatim S Bekti tentang Manten Pegon.[/caption]
Delta Bayu adalah salah satu pihak yang meneliti temuan itu pada 2018 lalu. Setelah dilakukan uji karbon pada material berupa fragmentasi tulang manusia yang ditemukan di dan sekitar sumur lalu dibawa ke National University of Australia, Canberra, Australia, diketahui bahwa usia kematian tertua dari fragmentasi tulang itu adalah 1430. Usia kematian termuda pada 1600.
Data inilah yang langsung menarik perhatian Prof. Purnawan Basundoro dan karenanya ia ingin ada kelanjutan pembahasan tentang isu Sumur Jobong yang penting dijadikan petunjuk dalam mengungkap sejarah asal usul Surabaya.
Ini penting karena temuan Sumur Jobong ini adalah bukti nyata bahwa Surabaya sudah nyata-nyata ada pada 1430. Apalagi temuan prasasti Canggu yang berangka 1358 M sudah menunjukkan keberadaan Curabhaya (Surabaya) sebagai sebuah desa di tepian sungai (Naditira Pradeca) di titik paling hilir dari Sungai Surabaya," tegas Basundoro sebagai ajakan untuk membahas Sumur Jobong di luar konteks Ensiklopedia.
Baca Juga: Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya
Prasasti Canggu 1358 M, yang menyebut letak desa Curabhaya di tepian sungai, ternyata hanya terpaut 72 tahun dari tahun 1430 M berdasarkan temuan Sumur Jobong di Pandean-Peneleh, yang letaknya memang di tepian kali (Delta Sungai: Kalimas dan Pegirian)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Prasasti Canggu (1358) dan Sumur Jobong (1430) saling melengkapi data arkeologis dan historis Kota Surabaya. Keduanya adalah data faktual, yang kayak untuk ditindaklanjuti.
Apalagi ada data data lain yang memberitakan tentang keberadaan Surabaya. Misalnya catatan Mahuan (1412) yang memberitakan perjalanan Cheng Ho ke kota raja Majapahit. Sebelum sampai di Canggu, Cheng Ho menyingahi Surabaya dengan perahu kecil (sekoci).
Kitab Desawarnana (Negarakertagama), 1365 M, juga mengisahkan perjalanan Raja Hayam Wuruk bahwa ketika ia sampai di Jenggala, sang raja singgah di Surabaya sebelum melanjutkan perjalanan ke Buwun.
Perpaduan data faktual dan literasi ini semakin melengkapi dasar kajian untuk melacak asal usul Surabaya dan sejarah Surabaya secara lebih masuk akal dan dapat lebih dipertanggung jawabkan.
Baca Juga: Badan Pengelola Cagar Budaya Masuk Perda Cagar Budaya Kota Surabaya
Usulan Prof. Purnawan Basundoro itu langsung mendapat respon positif dari Ketua Begandring Surabaya agar gagasan menelusuri sejarah asal usul Surabaya dapat ditindakkanjuti. Apalagi dari 10 tema bahasan Ensiklopedia Kota Surabaya juga ada tema tentang Asal Usul Surabaya.
Penulisan Ensiklopedia Surabaya yang bertema Asal Usul Surabaya ini diharapkan bisa membuahkan jawaban nyata tentang dimanakah asal usul Surabaya itu," tegas Ketua Begandring Surabaya, Nanang Purwono, menyudahi.
Penulis: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi