Optika.id - Komnas Perempuan menuturkan bahwa hingga saat ini masih ada perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap hak maternitas pada pekerja perempuannya.
"Contohnya dilarang hamil dan disyaratkan tidak hamil," kata Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat dalam peluncuran hasil kajian "Urgensi Ratifikasi KILO 190", di Jakarta, Selasa (22/11/2022).
Baca Juga: Komnas Perempuan Lagi Buka Lowongan Loh, Yuk Buruan Daftar!
Di sisi lain, bentuk pelanggaran perusahaan tersebut juga berupa pengabaian hak cuti haid beserta dengan penghalangan pekerja untuk memperoleh cuti keguguran.
"Pekerja tidak dapat dan sulit mendapatkan cuti keguguran. Ada pula kebijakan perusahaan yang menghalangi hak melahirkan dengan aman, katanya.
Menurut Rainy, ada pula beberapa perusahaan yang bahkan tidak mempunyai atau tidak menyediakan fasilitas laktasi (ruang menyusui/memerah ASI bagi para ibu). Kalaupun disediakan, maka fasilitas tersebut jauh dari kata layak, jauh dari area produksi, bahkan izinnya dipersulit oleh atasan.
Sementara itu, Komnas Perempuan juga menemukan temuan kasus perusahaan yang menutup-nutupi kasus pelanggaran hak maternitas buruh perempuan dan kekerasan seksual dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.
Adapun contoh pelanggaran lainnya yakni klinik dan layanan kesehatan yang tersedia cenderung pro terhadap pengusaha bahkan merugikan hak buruh perempuan. Perusahaan juga membebani buruh perempuan dengan beban kerja yang berlebihan akibat dari kerja lembur serta ditambah dengan tuntutan keluarga/suami. Padahal situasi kesehatan reproduksi sedang rentan.
Rainy menambahkan, kekerasan seksual juga kerap terjadi di dunia kerja.
Baca Juga: Rekrutmen Staf Komnas Perempuan Dibuka sampai 20 Juli 2024
"Pelecehan seksual tanpa kontak fisik. Misalnya siulan setiap ada seorang buruh perempuan tertentu lewat, ditambah celetukan yang bikin risih," cetusnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Komnas Perempuan menyebut bahwa diskriminasi dan kekerasan terhadap pekerja perempuan ditemukan pada hampir semua sektor pekerja.
"Perburuhan, rumah tangga, pekerja migran, perempuan dengan disabilitas, jurnalis, pekerja kreatif. Tidak ada sektor yang sepenuhnya aman," kata Rainy.
Bahkan, menurut dia, diskriminasi terhadap perempuan calon pekerja telah dimulai saat rekrutmen.
Baca Juga: Komnas Perempuan Buka Lowongan Kualifikasi Pendidikan Minimal SMU/SMA Sederajat
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi