Optika.id - Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim adalah seorang intelektual Muslim yang mewakili pandangan Islam progresif atau berkemajuan dan meyakini prinsip-prinsip wasathy atau moderat.
Gagasan-gagasannya hemat saya berpengaruh terhadap konsep Masyarakat Madani sebagaimana yang kemudian berkembang di Indonesia. Pembelaannya terhadap prinsip-prinsip demokrasi, kemanusiaan, keadilan, persaudaraan universal, toleransi dan egalitarianisme misalnya menjadi poin penting bagi pemerintahannya untuk merakit hubungan internasional yang lebih terbuka dan ekstensif, ujar Sudarnoto Abdul Hakim dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (27/11/2022).
Baca Juga: MUI Tegaskan Slot Masuk Kategori Haram, Jangan Dimainkan!
Ia mengatakan Malaysia mendapatkan peluang untuk menjadi negara penting di Asia Tenggara, selain Indonesia, dalam mempromosikan dan mengarusutamakan Islam moderat.
Dalam konteks internasional, pemerintah Anwar ini memiliki peluang yang lebih luas untuk mengembangkan kerjasama dengan banyak negara secara ekstensif.
Sikap dan pandangannya yang terbuka tergambar juga dalam kabinet yang mewakili multi etnik dan agama, menjadi salah satu faktor kemungkinan besar penerimaaan masyarakat internasional terhadap pemerintah Anwar. Ini penting khususnya untuk memperkuat ekonomi Malaysia, ujar Sudarnoto yang juga peneliti tentang Malaysia itu.
Selain itu, ia mengatakan Anwar sudah menanti selama 24 tahun. Itu pun dengan berbagi liku-liku atau drama politik yang cukup menegangkan dan tentu saja menghabiskan energi.
"Ini menggambarkan keuletan dan ketabahan sekaligus keyakinannya terhadap perubahan Malaysia yang selama waktu yang panjang diperjuangkan oleh Anwar. Tak berlebihan untuk dikatakan bahwa Anwar sesungguhnya mewakili gagasan, gerakan dan kekuatan demokrasi progresif yang selama ini menghadapi kekuatan konservatif," kata dia.
Disamping itu, Anwar dihadapkan kepada tuntutan agar menyusun kabinet yang harus menggambarkan progresivitas. Pemihakan pemerintah baru terhadap pemulihan dan kebangkitan ekonomi Malaysia harus jelas sejak didera oleh COVID- 19 dan menyulitkan rakyat.
Dalam waktu yang bersamaan, pemerintah Anwar juga dituntut untuk menunjukkan komitmennya terhadap upaya membersihkan Malaysia dari rusuah atau korupsi. Akan kah kasus mega korupsi yang melibatkan mantan perdana Menteri Nadjib dan istrinya, misalnya, menjadi perhatian sementara kemenangan Anwar ditopang oleh partai yang pernah dipimpin Nadjib?, kata Sudarnoto.
Baca Juga: Fatwa MUI: Harusnya Bansos untuk Pekerja Keras, Bukan Penjudi
Ini sekaligus juga menunjukkan adanya penerimaan publik untuk menegakkan hukum secara adil, apalagi Anwar sendiri pernah mengalami langsung ketidakadilan pemerintah Barisan Nasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tentu saja, Anwar juga harus mampu menunjukkan bahwa pemerintahan yang dia pimpin kali ini haruslah pemerintahan yang bersih dan bebas dari nepotisme, kolusi, korupsi dan tidak represif serta benar-benar menjunjung tinggi HAM, tidak seperti pemerintah-pemerintah sebelumnya.
Secara pragmatis, Anwar menurut hemat saya akan membangun dan memperkokoh konsolidasi nasional sehingga pemerintahannya stabil kokoh tak tergoyahkan. Koalisinya harus rekat jangan sampai retak dan ambruk. Ini menjadi prioritas Anwar. Jika tidak, maka besar kemungkinan akan dimanfaatkan oleh Pakatan Nasional untuk semakin memperlemah kekuatan Anwar, kata dia.
Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Al Sultan Abdullah telah menyetujui untuk mengangkat Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri Malaysia ke-10.
Pengawas Keuangan Rumah Tangga Kerajaan Datuk Seri Ahmad Fadil Syamsuddin dalam keterangan tertulis yang diterima di Kuala Lumpur, Kamis, mengatakan setelah menyempurnakan pandangan melalui pertemuan dengan raja-raja Melayu, Yang di-Pertuan Agong menyetujui untuk mengangkat Anwar Ibrahim selaku anggota Parlemen Tambun sebagai Perdana Menteri Malaysia ke-10.
Baca Juga: PM Inggris Ucapkan Selamat ke Prabowo, Menanti Undangan Mitra!
"Hal itu sesuai dengan kewenangan Yang di-Pertuan Agong yang diatur dalam Pasal 40 (2) (a) dan Pasal (43) (a) Konstitusi Federal," kata Ahmad Fadil.
Reporter: Denny Setiawan
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi