Mengapa Dana Hibah Pokmas APBD Jatim Kerap Dijadikan Ajang Bancakan Pejabat?

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Senin, 26 Des 2022 12:26 WIB

Mengapa Dana Hibah Pokmas APBD Jatim Kerap Dijadikan Ajang Bancakan Pejabat?

Optika.id - Hibah kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Jawa Timur (Jatim) kembali menjadi ajang bancakan. Setelah praktik lancung yang terjadi di Kota Pasuruan dibongkar oleh polres setempat, kini giliran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengusut kasus korupsi ini di Sumenep bahkan melibatkan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.

Baca Juga: Bersama DPRD, Pemprov Resmi Sahkan P-APBD Jatim

Menurut Koordinator Gerakan Selamatkan Jawa Timur (GAS Jatim), Ahmad Annur, dana hibah kerap menjadi sasaran bancakan sebab ada sedikitnya 4 faktor pemicunya. Yang pertama adalah pembiaran oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).

"Itu terbukti pada tahun 2019. Sekda Jawa Timur mengeluarkan larangan untuk melakukanmonitoringdan evaluasi (monev) realisasi dana hibah ke lapangan," katanya ketika dimintai keterangan, Senin (26/12/2022).

Faktor pemicu kedua yakni dana hibah yang umumnya diberikan secara langsung, bukan kontraktual sehingga rawan disalahgunakan. Faktor ketiga yakni besarnya anggaran yang dialokasikan setiap tahunnya.

Menurut Annur, besarnya dana hibah yang diterima Jawa Timur menarik perhatian semua golongan untuk mengerubungi akses dana hibah.

"Akhirnya, karena banyaknya permintaan dana hibah ke Jawa Timur, kemudian dana hibah diperjualbelikan seperti yang terjadi saat ini," tuturnya.

Terakhir, minimnya kontrol aparat penegak hukum (APH) terhadap realisasi dana hibah. Bahkan, APH justru menjadi salah satu penerima hibah, seperti Polda Jatim.

Baca Juga: Hasto Pastikan Pilkada Jakarta, Sumut dan Jatim Tak Ada Kotak Kosong

"Aparat penegak hukum di Jawa Timur 'mandul' ketika bicara pengawasan dana hibah sebab mereka jadi penikmat. Bahkan, ketika ada laporan masyarakat, aparat penegak hukum di Jawa Timur enggan menindaklanjuti," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Annur juga menyebut jika Madura merupakan wilayah yang paling banyak menerima dana hibah pokmas dari APBD Jatim, namun rakyat Madura tidak merasakan efek dari banyaknya dana hibah ke Madura.

Maka dari itu, pihaknya menilai jika Madura hanya menjadi tempat pencucian dana hibah Pemprov Jatim, baik yang dibawa oleh Gubernur maupun oleh DPRD.

"Buktinya, Sahat ini dapil Pacitan, tapi bisa bawa hibah ke Madura sampai Rp40 miliar," imbuhnya.

Baca Juga: APBD Semakin Tinggi, Ketua DPRD Surabaya Harap Kota Pahlawan Maju!

Maka dari itu, untuk meminimalisir potensi penyimpangan dari dana hibah, Annur mendesak pengawasan harus diperketat dari sejak perencanaan hingga pelaksanaan oleh Aparat Penegak Hukum maupun publik. Tak hanya itu, pihaknya juga menyarankan agar APH membentuk satuan tugas (satgas) khusus. Hal ini perlu dilakukan karena dana hibah Jatim terus naik dari tahun ke tahun sehingga membutuhkan pengawasan khusus.

Annur juga mendesak agar Pemprov Jatim membuktikan adanya komitmen dalam mengedepankan transparansi. Sebab, baginya, jargon cepat, efektif dan efisien, tanggap, dan responsif (Cetar) dinilai hanya pepesan kosong.

"Artinya, enggak ada transparansi urusan penerima dana hibah ini. Dan wajib hukumnya Pemprov Jatim melakukan evaluasi penyaluran dana hibah ini biar tidak terulang kembali. Saya menilai, ada pembiaran memang. Giliran sekarang Bu Gubernur merasa bersih dan cari aman, sedangkan realisasi hibah dibiarkan," jelasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU