Optika.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak pemerintah untuk segera memberikan akses bagi masyarakat untuk turut memberikan masukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Baca Juga: DPR Setujui Naturalisasi Kevin Diks dan Dua Pemain Belanda untuk Perkuat Timnas
Diketahui dalam rangka percepatan penetapan RUU PPRT Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Ketenagakerjaan untuk berkoordinasi dengan DPR RI untuk membahasnya.
"Mendorong DPR RI dan pemerintah membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya selama proses pembahasan RUU PPRT," kata Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah dalam keterangan resmi, Kamis (19/1/2023)
Anis menyampaikan bahwa akses partisipasi publik dalam menyusun kebijakan RUU PPRT ini sudah tertuang dalam pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2021.
Lebih lanjut, Anis menyampaikan jika pihaknya tetap memberikan perhatian kepada berbagai kelompok marginal yang rentan mendapatkan pelanggaran HAM baik sosial, budaya, ekonomi, maupun berbagai hak sipil. Adapun yang termasuk kelompok rentan tersebut di antaranya yakni pekerja rumah tangga (PRT) dan pekerja migran (PMI).
Pasalnya, selama ini Komnas HAM telah menerima berbagai pengaduan kasus pekerja rumah tangga yang mendapatkan berbagai pelanggaran HAM baik di dalam maupun luar negeri. Adapun pengaduan yang diterima oleh Komnas HAM seperti hilang kontrak, gaji tidak dibayar, kekerasan baik fisik, verbal maupun seksual, perdagangan orang, berhadapan dengan hukum sehingga meminta permohonan bantuan perlindungan dan bantuan hukum.
Sementara itu, berdasarkan data dari JALA PRT sepanjang tahun 2017 hingga 2022, terdapat sebanyak 2.637 kasus kekerasan terhadap PRT berupa kekerasan ekonomi seperti tidak digaji, dipotong agen secara semena-mena, beban kerja di luar batas wajar, kekerasan psikis, fisik, maupun seksual.
Baca Juga: Penerimaan Tenaga Ahli AKD di Lingkungan DPR RI TA 2024
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi hal tersebut, Komnas HAM telah melakukan berbagai pengkajian dan penelitian yang berkaitan dengan urgensi pengesahan RUU PPRT agar segera menjadi undang-undang. Kajian ini juga dilakukan berkaitan dengan urgensi ratifikasi konvensi International Labor Organization (ILO) 189 tentang pekerjaan yang layak bagi PRT.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil kajian tersebut Komnas HAM menyimpulkan bahwa ratifikasi konvensi ILO 189 dapat mendorong kondisi HAM yang kondusif bagi perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak PRT. Adapun ratifikasi konvensi tersebut juga dapat menjadi norma rujukan dalam menyusun, membahas, serta menyempurnakan RUU PPRT.
Anis menyebut jika Komnas HAM telah menyampaikan tiga rekomendasi hasil kajian tersebut kepada Menteri Ketenagakerjaan dan Komisi IX DPR RI.
Baca Juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas, ICW: Pukulan bagi Publik dan Pemberantasan Korupsi
Ketiga poin tersebut antara lain merekomendasikan pemerintah Indonesia agar meratifikasi Konvensi ILO 189, kemudian melakukan upaya percepatan pengesahan RUU PPRT, dan meminta kepada Kementerian Ketenagakerjaan agar menjadi pihak yang menginisiasi ratifikasi Konvensi ILO 189. Oleh karena itu, Komnas HAM mendorong pemerintah dan DPR RI mempertimbangkan hasil kajian Komnas HAM sebagai salah satu rujukan dalam pembahasan RUU PPRT.
Selain itu, DPR juga didorong segera menyetujui RUU PPRT sebagai RUU inisiatif dalam sidang paripurna sehingga dapat segera dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) bersama pemerintah.
"Komnas HAM mendukung penuh komitmen Presiden Jokowi untuk melakukan percepatan pengesahan RUU PPRT menjadi undang-undang," ucapnya.
Editor : Pahlevi