Menanti RUU PPRT yang Tertahan di DPR

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Senin, 30 Jan 2023 15:12 WIB

Menanti RUU PPRT yang Tertahan di DPR

Optika.id - Beberapa waktu yang lalu, Pekerja Rumah Tangga asal Cibitung, Jawa Barat bernama Rina (19), bukan nama sebenarnya, pernah mengadu kepada Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko akibat diperlakukan secara tak manusiawi baik fisik maupun psikis oleh majikannya yang berdomisili di Jakarta Timur.

Baca Juga: Wakil Ketua Baleg Ungkap Aturan Pilkada Mendatang Mengacu pada MK

Menanggapi nestapa para PRT tersebut, Koordinator Nasional Jala PRT, Lita Anggraini menyebut jika kasus serupa telah terjadi secara berulang. Dia menyebut, dalam kurun waktu 2017 2022 setidaknya ada sebanyak 2.637 kasus kekerasan terhadap PRT di Indonesia dengan bentuk kekerasan yang bermacam-macam seperti ekonomi, psikis, fisik, seksual hingga perdagangan orang.

Belum lagi termasuk perampasan hak yang seolah dinormalisasi seperti cuti tahunan, istirahat, jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan, bantuan sosial, serta berorganisasi alias berserikat. Adapula kasus PRT yang hanya diberikan makan sehari sekali oleh majikannya.

Itu semua menggambarkan bahwa PRT bekerja dalam situasi perbudakan modern. PRT kan tidak dianggap sebagai warga yang sama kedudukannya. Berbagai kasus menggambarkan mereka ini sebagai warga kelas bawah yang bisa menjadi sasaran (kekerasan). ujar Lita ketika dihubungi, Senin (30/1/2023).

Sebelumnya, pada Rabu (18/1/2023) lalu, Presiden Joko Widodo menegaskan komitmen dan upaya keras pemerintah untuk memberi perlindungan kerja terhadap PRT. Maka dari itu, Jokowi mendorong agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan sebagai undang-undang.

Menanggapi hal tersebut, Lita mengaku mengapresiasi sikap dan langkah Jokowi. Dia juga berharap agar DPR bisa segera duduk berunding bersama pemerintah untuk membahas RUU PPRT. Adapun RUU PPRT sendiri pertama kali naik diusulkan ke DPR pada tahun 2004 silam.

Sementara itu, Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU PPRT, Eva Kusuma Sundari mengatakn jika tahun 2019 lalu sudah ada perkembangan yang cukup baik karena Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah menjadikan RUU PPRT sebagai hak legislasi inisiatif.

Kemudian, para Juli 2020 yang lalu RUU PPRT sudah diputuskan akan disetorkan ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI. Eva menyebut saat RUU PPRT sudah sampai dan diterima di tangan Bamus, maka sudah seharusnya tinggal minta persetujuan untuk segera dibawa ke paripurna. Akan tetapi, yang disayangkan yakni pimpinan DPR tidak pernah berniat mengagendakan hal tersebut.

Baca Juga: Khawatir RUU Pilkada Disahkan, BEM SI Jatim Terus Kawal hingga Pendaftaran!

Jadi, isunya sekarang di pimpinan DPR, kapan mengagendakan untuk dimintai persetujuan di paripurna. Kalau sudah di paripurna, itu kan nanti menjadi inisiatif DPR, bukan Baleg lagi. Kalau sudah inisiatif DPR, pemerintah bisa masuk untuk bahas menjadi UU negara, ujar Eva, Senin (30/1/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dirinya menduga jika pimpinan DPR tak kunjung membawa RUU PPRT ke paripurna karena masalah preferensi. Di sisi lain, Ketua DPR RI Puan Maharani juga tidak mendapatkan data tentang kondisi PRT di Indonesia secara akurat.

Setiap hari ada dua PRT yang diperbudak. Jadi, alasan bahwa ini (pengesahan RUU PPRT) belumemergency, itu tidak mendasar sebetulnya, tuturnya.

Tak hanya itu, Eva juga menduga bahwa pimpinan DPR kurang mendapatkan akses dan masukan yang valid dan actual. Sebab, kajian RUU PPRT yang sudah berlangsung kurang lebih 18 tahun ini perlu untuk ditinjau kembali.

Baca Juga: DPR-Pemerintah, Merusak Konstitusi-Merusak Demokrasi!

Oleh sebab itu, Eva menyarankan agar Puan membuka diri dan dialog dengan PRT yang menjadi korban kekerasan, serta masyarakat sipil yang mengadvokasi kasus-kasus kekerasan terhadap PRT.

Kalau dia (Puan) mendapat alternatif masukan, itu akan bagus, ucap Eva.

Sementara itu, anggota Baleg DPR RI, Ledia Henifah Amaliah enggan bicara lebih jauh terkait regulasi tersebut. Namun, dia mengakui jika RUU PPRT belum masuk agenda pimpinan DPR untuk dibahas lebih lanjut.

Jadi memang harus sama pimpinan DPR karena kami sudah berkali-kali bicara tentang (RUU) PPRT ini, pungkasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU