Laode Syarif: Jangan Gantungkan Harapan Anti Korupsi pada Politik di Indonesia!

author Danny

- Pewarta

Sabtu, 18 Feb 2023 17:40 WIB

Laode Syarif: Jangan Gantungkan Harapan Anti Korupsi pada Politik di Indonesia!

Optika.id - Terhitung sejak tahun 1959 telah ada tujuh lembaga yang serupa dengan KPK. Mulai dari Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara tahun 1959 sampai pada Komisi Pengawas Kekayaan Penyelenggara Negara yang dikemudian hari dilebur menjadi bagian dari KPK. Pola pembubaran lembaga pemberantasan korupsi terdahulu pun sama, yakni saat berupaya membongkar kejahatan korupsi elite politik.

Baca Juga: KPK Seharusnya Tak Periksa Kaesang, Tetapi Juga Selidiki!

KPK sendiri hadir berlandaskan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Regulasi ini dianggap banyak pihak mumpuni untuk memaksimalkan pemberantasan korupsi. Bahkan tak salah rasanya jika disebutkan bahwa kehadiran KPK dalam sistem penegakan hukum di Indonesia membawa iklim positif bagi pemberantasan korupsi.

Terbukti, banyak aktor-aktor yang selama ini dikenal kebal hukum dapat ditangani dengan baik oleh KPK. Mulai dari kepala daerah, Menteri, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Ketua Umum Partai Politik, sampai pada Ketua Mahkamah Konstitusi terjaring oleh lembaga anti rasuah ini.

Kasus-kasus dengan dimensi kerugian negara yang besar pun perlahan-lahan berhasil diungkap KPK, misalnya: kasus KTP-Elektronik dengan kerugian negara Rp 2,3 triliun dan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dengan kerugian negara sebesar Rp 4,5 triliun. Tidak hanya sektor penindakan, namun pada pencegahan KPK pun menunjukkan kiprah yang baik di mata publik. Terbukti, dalam kurun waktu 2016-2019 saja KPK berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 63,8 triliun.

"Tren korupsi kita sejak 2008 selalu menaik hingga 2022, (hasil perhitungan terakhir), pada tahun 2022 menjadi 34. Kita harus ingat yang tertinggi itu 100 yang terendah 0. Skor-skor itu berasal dari PRS International Country Risk Guide," ungkap Mantan Wakil Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Laode M. Syarif dalam "Diskusi Akhir Pekan" melalui platform YouTube kepada Optika.id, Jumat (17/2/2023).

Melalui Corruption Perceptio Index 2022, paling tertinggi menyumbang keterpurukan dikarenakan oleh sektor politik. Kedua, korupsi Aparat Penegak Hukum dan Militer. Hal ini dikonfirmasi melalui CPI 2022 dengan skor World Justice Project sebanyak 24 kasus, Verities Democracy Project 23 kasus, Political and Economic Risk Consultancy 29 kasus dan Bertelsmann Foundation Transform Index dengan kasus 33.

"Bisa dibuktikan melalui OTT, selama saya di KPK menangkap sekitar 40 kasus. Jika melihat fakta empiris, bukan anak kecil yang tertangkap, tetapi berbagai pentolan dari partai-partai besar seperti PKS, Demokrat, Gerindra, PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, PKB serta Hanura," jelasnya.

Baca Juga: KPK Tanggapi Laporan Dosen UNJ ke Kaesang Soal Private Jet!

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Masih menurut Laode, berbagai kasus korupsi antara lain, pengadaan Al-Qur'an, kuburan. Tentu kedua hal itu berkesinambungan dengan agama, bagi Laode, tidak ada yang nama "Ketuhanan Yang Maha Esa" jika terdapat kasus seperti ini.

"Hal ini terbukti melalui hasil anggota DPR yang berjumlah 577, sekitar 262 orang merupakan pengusaha. Tidaklah mungkin jika mereka tidak melakukan korupsi, jangan gantungkan khususnya harapan anti korupsi kepada Politik di Indonesia. Agak susah untuk optimis, tapi itu memang realitas," tegasnya.

Maka dari itu, pemerintah seharusnya melengkapi peraturan-peraturan bagi Anggota DPR. Agar semua berjalan efektif, pihak pemerintah harus bersikap tegas untuk mengatasi hal ini. Selain untuk memudahkan KPK mengatasi Korupsi, juga sebagai upaya untuk menghindari.

Baca Juga: Nama Bobby-Kahiyang Muncul dalam Sidang Dugaan Korupsi Eks Gubernur Malut

"Jika melihat realitas keuangan partai politik, perbandingan dana Bantuan Politik dan Bantuan Politik berbanding jauh. Bantuan Politik hanya sedikit, sedangankan sisanya merupakan dana Bantuan Non Politik. Biasanya para partai politik jarang melporkan hal tersebut," ucapnya.

Sementara itu, KPK sudah mengirimkan Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai otoritas KPU untuk mewajibkan partai politik menyerahkan laporan keuangan (non-banpol) sebagai syarat proses verifikasi, sebagai regulasi pelaksana dari pasal-pasal UU Parpol tertentu.

"Karena untuk Bapennas maka kita berikan alternatif, kalau mau ditingkatkan sumbangan negara maka harus ada syarat sekurang-kurangnya lima. Anggaplah Nasdem atau PDIP, itu dikelola sama halnya dengan pemilik partai, hanya itu yang perlu diperbaiki. Kadang mereka juga ambil dari luar karena uangnya bukan karena dari awal," pungkasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU