Optika.id - Adalah hal yang wajar ketika seseorang memiliki idola. Entah artis, band music, pemain sepak bola, atau yang lainnya. Bahkan, memiliki idola dipercaya bisa menjadi sebuah penyemangat bagi orang tersebut. Namun, kepada para fans yang menggilai idolanya, disarankan untuk secara sadar mempunyai batasan sejauh mana mengidolakan sosok tersebut agar tidak kebablasan mengarah ke fanatisme.
Baca Juga: Ramai Artis Jadi Caleg, Pengamat: Popularitas Saja Tidak Cukup
Penggemar fanatic ini merujuk kepada seseorang yang memiliki pemahaman berlebihan terhadap kegemaran dan kesukaan yang di luar batas normal. Tindakan fanatisme ini tak hanya dialami oleh para remaja saja. Orang dewasa pun bisa menjadi penggemar fanatic dan para pakar menilai jika tindakan fanatisme terhadap sesuatu ini berbahaya.
Psikolog klinis dewasa, Mega Tala Harimukthi menjelaskan jika ada seseorang yang menyukai sesuatu dengan teramat sangat, maka hal itu kemudian terinternalisasi ke dalam dirinya. Jadi, orang tersebut tidak sekadar suka tetapi merasa bahwa idolanya perlu diikuti bahkan dalam tahap yang lain seseorang bisa secara sadar maupun tidak bisa meniru semua tentang idolanya.
Oleh karena itu, Mega menegaskan jika penting bagi seseorang untuk memiliki batasan semacam tembok agar individu tersebut tetap melakukan aktivitas normal seperti seharusnya tanpa menganggu kegiatan yang bersinggungan dengan idolanya tersebut.
"'Aku suka filmnya, suka musiknya', sudah. Enggak perlu mengikuti semua gayanya. Kita seorang individu biasa yang juga punya aktivitas secara realita, mungkin sekolah, kuliah, bekerja atau bahkan menjadi seorang ibu. Jangan sampai lagi mengasuh anak kita enggakngeliatinanak, sibukkepoinidola kita lagingapainatau nonton terus. Itu kan enggak bagus," kata Mega dalam keterangan tertulis, Selasa (28/2/2023).
Mengidolakan artis tertentu, ujar Mega, hal tersebut masih dikatakan wajar apabila seseorang tersebut masih bisa membedakan mana dunia nyata, dan mana yang sekadar ilusi visual atau kesenangan semata. Misalnya, tahu berbagai lagu, single, album, atau menonton film yang dibintangi oleh idola yang bersangkutan tanpa harus mengganggu aktivitas sehari-hari.
Akan tetapi, gejala yang mulai menunjukkan ketidakwajaran yang dimaksud oleh Mega misalnya ketika sang idola mewarnai rambut, maka orang tersebut ikut-ikutan mewarnai rambut, idolanya potong rambut maka dia juga ikut potong rambut. Jadi, dia seolah-olah berusaha untuk menjadi sama dengan si idola dan hal tersebut ditegaskan oleh Mega merupakan tindakan yang tidak wajar.
Di sisi lain, ada berbagai kegiatan produktif yang bisa menjadi salah satu cara untuk menghindari fanatisme terhadap idola.
Baca Juga: Bijak Merespons Berbagai Kasus Perselingkuhan yang Viral
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Jadi, pikiran kita harus dilatih agar tidak melulu hanya terpusat pada idola kita. Kita jadi lebih tahu batasan realitas kapan,sih, waktunya kita menunjukkan ini batasan saya, bukan kehidupan dia. Kalau jadinya obsesi kan bahaya juga baik kepada diri sendiri, maupun idolanya tersebut," tuturnya.
Lebih lanjut, Mega menjelaskan jika sikap fanatic yang berlebihan bisa merugikan individu. Pasalnya, waktu yang bisa digunakan untuk berbagai kegiatan yang produktif akhirnya menjadi sia-sia dan terbuang begitu saja dengan energy yang percuma akibat terus menerus mengikuti hidup dan tetek bengek sang idola.
Dia juga menyebut jika seseorang yang fanatic bahkan bisa mencelakai orang lain yang tidak sepaham dengan dia.
Hal itu merujuk pada teori terdahulu. Makanya, sudah enggak heran jika di Twitter atau media sosial manapun ada fan war (perang antar fans) ungkapnya.
Baca Juga: Perang Kebudayaan Antar Fans K-Pop
Kendati demikian, fanatisme berbeda dengan fanatic. Dia menjelaskan, fanatic merupakan sifat yang timbul ketika ada seseorang yang menganut fanatisme. Sedangkan fanatisme sendiri yakni paham di mana seseorang biasanya mempunyai ketertarikan secara berlebihan terhadap sesuatu atau terobsesi dengan sesuatu. Bisa artis tertentu, klub tertentu, maupun yang lainnya.
Jadi kalau fanatisme itu pahamnya. Maka ketika sekelompok orang menyukai sesuatu secara berlebihan, katakanlah dia suka K-pop, bahkan klub sepakbola misalnya, secara berlebihan, maka mereka disebut orang dengan paham fanatisme berlebihan, Ucapnya yang kini tengah berpraktik di RSIA Bina Medika Bintaro itu.
Lebih lanjut, dia menegaskan jika fanatic jelas berbahaya secara dua arah. Dalam konteks mengidolakan artis, Mega menyebut ketika seseorang sudah menyukai satu atau lebih idola tertentu dari berbagai bidang maka orang tersebut bisa terinternalisasi ke dalam dirinya sehingga tidak bisa membedakan lagi mana yang nyata mana yang dunia peran. Maka dari itu, secara sadar maupun tidak sadar tindakan itu bisa menyebabkan dirinya meniru semua tentang idolanya yang begitu terobsesi dengan hidupnya.
Editor : Pahlevi