Optika.id - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menyoroti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima hingga memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu. Menurutnya ini tidak sejalan dan bertentangan terhadap amanat konstitusi.
Baca Juga: Syarief Hasan: Empat Pilar MPR dan Rakyat Indonesia Harus Saling Melengkapi
Menurutnya, pasal 22E ayat (1) UUD 1945 dengan tegas menyatakan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Yang artinya pelaksanaan Pemilu dilakukan secara periodik setiap lima tahun.
Jika sebelumnya dilaksanakan pada 2019, maka Pemilu berikutnya wajib diselenggarakan pada tahun 2024.
"Putusan PN Jakpus yang berakibat pada pelaksanaan Pemilu di tahun 2025 ini sungguh sangatlah aneh dan patut dipertanyakan. Ada apa tiba-tiba Pengadilan Negeri memutuskan perkara kepemiluan, yang dalam hal ini sengketa proses merupakan kompetensi Bawaslu dan PTUN, atau sengketa hasil yang menjadi ranah Mahkamah Konstitusi, kok Pengadilan Negeri yang ambil alih? Ini belum pernah terjadi, sehingga sangatlah wajar Putusan PN Jakpus ini amatlah mengejutkan," katanya dalam keterangannya, Minggu (5/3/2023).
"Jika persoalannya pada kapasitas berpikir, maka sudah seharusnya Komisi Yudisial memeriksa Majelis Hakim yang memutuskan ini. Jangan sampai rakyat berpikir Putusan ini sudah direncanakan dan disengaja," imbuhnya.
Politisi Senior Partai Demokrat ini menegaskan sengketa kepemiluan bukanlah yurisdiksi Pengadilan Negeri. Sehingga bisa dikatakan Hakim PN Jakpus telah melampaui kewenangannya, dan perkara ini sedari awal dinyatakan tidak dapat diterima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Syarief Hasan menyebut adanya Putusan PN Jakpus ini menimbulkan pertanyaan apakah lembaga yudisial digunakan untuk menjustifikasi kepentingan politik tertentu. Di sisi lain menunjukkan hakim yang kurang cermat dalam membuat putusan.
"Ingatlah Putusan ini membawa implikasi yang sangat serius terhadap kehidupan ketatanegaraan dan kenegaraan secara luas. 2024 kita akan menyongsong suksesi kepemimpinan di semua tingkatan, pusat dan daerah, eksekutif dan legislatif. Putusan PN Jakpus ini hanya akan menyisakan dinamika kontraproduktif dalam perjalanan bangsa," katanya.
"Meskipun Putusan PN Jakpus ini masih dapat dilakukan upaya hukum, namun terlalu banyak energi bangsa yang akan dihabiskan. Ini jelas bukan perkara sepele dan remeh temeh. Ini adalah kecelakaan hukum yang sangat memilukan. Kewibawaan hukum dipertaruhkan," lanjutnya.
Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini pun mendesak Komisi Yudisial untuk memeriksa Majelis Hakim yang menangani perkara ini. Dia berharap agar Pengadilan Tinggi turut memberikan atensi agar jangan sampai perkara ini merusak wibawa hukum.
"Ingatlah, rakyat tidak akan diam saja melihat penyimpangan, apalagi jika konstitusi telah diingkari. Rakyat menolak Putusan PN Jakpus yang berimplikasi pada penundaan pemilu di tahun 2025. Mahkamah Agung, dalam hal ini Pengadilan Tinggi DKI Jakarta harus betul-betul bijak dan tegas untuk membatalkan Putusan PN Jakpus ini. Jangan bermain-main atau mempermainkan demokrasi dan konstitusi," tutup Syarief.
Editor : Pahlevi