Tata Kelola Pemerintahan yang Baik: Menghadirkan Birokrasi yang Responsif dan Kreatif

author Seno

- Pewarta

Sabtu, 11 Mar 2023 19:20 WIB

Tata Kelola Pemerintahan yang Baik: Menghadirkan Birokrasi yang Responsif dan Kreatif

Oleh: Dr. Abdul Aziz SR (Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya)

Optika.id - Dalam konteks negara (dan pemerintahan) modern, birokrasi diciptakan untuk mempermudah pelayanan pemerintah kepada masyarakat (warga, publik) dalam segala bidang. Ia merupakan organisasi (badan, biro, departemen, unit) untuk merealisasikan kebijakan-kebijakan negara dan berhubungan langsung dengan masyarakat. Birokrasi hadir atau dihadirkan sebagai organisasi profesional untuk semata-mata dalam konteks pelayanan publik. Tidak untuk yang lain.

Tugas utama pemerintah adalah melayani dan melindungi warga. Tugas tersebut dijalankan melalui birokrasi. Dengan begitu, birokrasi sulit dihindari oleh siapa pun. Artinya, setiap warga akan selalu berhubungan dengan birokrasi untuk berbagai urusan yang spesifik.

Pada waktu yang sama, warga selalu memiliki urusan yang membutuhkan pengesahan (legalisasi) pemerintah. Pemerintah diwakili oleh dan hadir dalam wujud birokrasi. Dalam konteks inilah birokrasi dituntut tampil sebagai pemberi layanan yang baik, profesional, dan memudahkan.

Lahir untuk Pelayanan Publik

Begitulah yang kita pahami sebagai idealnya birokrasi. Pertanyaannya, apakah pelayanan yang diparktikkan oleh aparatus pemerintah hadir seperti yang ideal itu? Apakah perilaku aparatus dalam memberikan pelayanan merefleksikan filosofi birokrasi itu sendiri? Totalitas mungkin tidak. Tetapi, sedikit banyak harus mendekati keidealannya.

Kita bisa terperangah ketika beberapa hari terakhir ini terungkap perilaku aparatus birokrasi di Direktorat Jenderal Pajak serta Bea Cukai Kementerian Keuangan. Para pejabat di DJP dan BC memiliki kekayaan sangat besar diukur dari posisi mereka sebagai pegawai negeri dan tidak memiliki kegiatan bisnis yang mendatang banyak uang. Mereka (dan keluarganya) juga suka mempertontonkan gaya hidup mewah ke publik.

Pertanyaan banyak orang, dari mana kekayaan sebanyak itu? Apakah hasil dari pemberian pelayanan kepada wajib pajak? Jika ya, apakah wajib pajak (terutama yang besar-besar) harus memberi fee kepada para pejabat di Kantor Pajak? Jika harus memberi, apa alasannya? Kenapa mesti memberi? Apakah pemberian itu penyuapan dalam rangka wajib pajak tidak perlu membayar semua kewajiban pajaknya?

Banyak orang juga tidak habis pikir melihat apa yang terjadi di Badan Pertanahan.

Banyak sekali sertifikat tanah milik warga yang tiba-tiba berubah menjadi milik orang lain. Hak kepemilikan berpindah tangan ke orang lain, dan pemiliknya menjadi kehilangan hak. Hal ini terjadi pasti melibatkan aparatus birokrasi yang berada di Badan Pertanahan.

Kita masih bisa mendaftar lebih panjang kenyataan serupa di berbagai badan dan unit-unit kerja pemerintah pusat maupun daerah mengenai kewenangan pelayanan yang disalahguakan oleh aparatus birokrasi. Juga, soal pelayanan-pelayanan yang buruk lamban, berbelit-belit, kaku, tidak menyenangkan, dan berbiaya tinggi oleh aparatus sehingga membuat birokrasi mendapat stigma negatif dari masyarakat.

Itulah salah satu sudut wajah dari birokrasi kita. Apakah totalitas wajahnya seburuk itu? Tentu saja tidak. Pasti, masih sangat banyak aparatus birokrasi yang berusaha dan mampu menunjukkan diri sebagai bagian dari kaum profesional, jujur, dan mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Birokrasi Responsif dan Kreatif

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Saat ini di tengah perubahan yang berlangsung cepat disertai tuntutan dan corak kehidupan masyarakat yang jauh berbeda dengan masa-masa lalu, membutuhkan birokrasi yang dinamis dan mampu memberikan pelayanan cepat, tidak berbelit, dan menyenangkan. Sesungguhnya reformasi birokrasi yang digagas pemerintah lebih dari satu dasawarsa terakhir ini diorientasikan ke arah itu.

Ada keinginan pemerintah membuat birokrasi efektif dalam memberikan pelalayan; birokrasi yang responsif dan berani berkreasi sehingga membuat pelayanan publik berlangsung cepat, murah, dan efektif.

Tujuan reformasi birokasi yang didesain pemerintah adalah untuk menciptakan birokrasi yang profesional dengan karakter adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu melayani pubik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar serta kode etik aparatur negara.

Tujuan tersebut diikuti dengan komitmen: [1] mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunnaan kewenangan publik oleh pejabat birokrasi; [2] meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat; [3] meningkatkan efisiensi (waktu dan biaya) dalam pelaksanaan semua tugas organisasi; [4] menjadikan birokrasi antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.

Dalam konteks demikian, reformasi birokrasi diletakkan dalam tiga sasaran utama. Pertama, birokrasi yang bersih, akuntabel, dan berkinerja. Kedua, birokrasi yang efektif dan efisien. Ketiga, birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik yang baik dan berkualitas.

Realisasi serta pencapaian dari tujuan dan sasaran tersebut tentu saja butuh usaha keras, sungguh-sungguh, konsisten, dan berkelanjutan dari pemerintah serta pemimpin-pemimpin daerah. Hal ini menjadi penting dan sangat serius.

Sebab, berkaitan dengan upaya mengubah kultur dalam birokrasi. Lebih dari tiga dasawarsa sebelum reformasi, organisasi birokrasi tumbuh dan berkembang dalam kultur yang otoriter sekaligus feodal. Birokrasi menjadi bagian sekaligus penopang partai politik penguasa. Dengan begitu, birokrasi adalah pula kekuatan politik rezim penguasa. Dalam kultur macam itu, birokrasi cenderung militeristik dan bahkan terkadang menakutkan.

Selain itu, birokrasi juga menjadi organisasi di mana feodalisme tumbuh subur. Senioritas menjadi sangat mengedepan diikuti dengan pola hubungan yang bersifat patron-klien. Irama dan budaya kerja sangat bergantung pada perintah atasan. Karakteristik seperti itu sungguh tidak mudah diubah karena sudah sangat melembaga.

Karena itu, tantangan terberat yang dihadapi pemerintah dalam reformasi birokrasi saat ini adalah mengubah kultur birokrasi tersebut.

Mengubah dari kultur otoritarian-feodalistik ke kultur pelayanan publik yang profesional-berkinerja. Birokrasi yang berkontribusi besar bagi terciptanya pemerintahan yang baik (good governance).

Indonesia saat ini membutuhkan birokrasi tradisi baru sesuai tuntutan masyarakat modern yang berperspektif global. Birokrasi yang prfesional, responsif, kreatif, dan berkinerja tinggi. Reformasi birokrasi yang didesain pemerintah sesungguhnya berada dalam logika itu.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU