TBC Bukanlah Penyakit Biasa dan Harus Ditetapkan Sebagai Pandemi

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 28 Mar 2023 08:39 WIB

TBC Bukanlah Penyakit Biasa dan Harus Ditetapkan Sebagai Pandemi

Optika.id - Seorang Ilmuwan dari Jerman berhasil menemukan bakteri mematikan pertama kalinya pada 141 tahun yang lalu atau tepatnya pada tanggal 24 Maret 1882. Ilmuwan bernama Robert Koch tersebut menemukan bakteri penyebab Tuberkulosis (TBC) yang 30 tahun terakhir dikategorikan sebagai penyakit darurat kesehatan global.

Baca Juga: Kesehatan dan Alkohol: Apa yang Harus Anda Ketahui?

Oleh sebab itu, Direktur Eksekutif The Global Fund, Peter Sands menilai jika saat ini TBC perlu dikategorikan sebagai pandemi global.

Menurut Sands, kendati penyakit ini sudah akrab dengan manusia sejak lama, namun hingga saat ini masih banyak orang di dunia yang terus menderita, bahkan kehilangan nyawa lantaran sebuah penyakit yang sejatinya bisa dicegah, diobati serta disembuhkan itu.

Lebih lanjut, Sands menganggap jika TBC merupakan bentuk dari ketidakadilan. Pasalnya, apabila suatu penyakit mengancam negara-negara berkembang atau melarat dan tidak mengancam negara kaya, maka penyakit tersebut tidak bakal dianggap maupun ditetapkan sebagai pandemi. Sands pun menegaskan bahwa TBC memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam kategori pandemi.

Sands pun memprediksi bahwa dari hari ke hari TBC akan membunuh jauh lebih banyak orang-orang, terutama mereka yang tinggal di negara dengan penghasilan rendah dan menengah. Dibandingkan dengan Covid-19, imbuh Sands, TBC merupakan penyakit menular paling mematikan di dunia. Pada tahun 2021 silam TBC bahkan membunuh sebanyak 1,6 juta orang.

Kemudian, Sands pun membahas perang terhadap TBC yang dia nilai sangat lamban kendati TBC bisa disembuhkan.

"Dalam beberapa dekade terakhir, kematian akibat TB hanya turun 2% per tahun," kata Sands dalam keterangannya, Selasa (28/3/2023).

Baca Juga: Kenali Penyebab Kesemutan pada Wajah dan Waktu yang Tepat untuk Konsultasi

Untuk diketahui, The Global Fund telah memberikan US$800 juta atau setara Rp12 triliun dukungan finansial per tahun kepada negara-negara, terutama berpenghasilan rendah dan menengah, yang sedang bertarung melawan TBC.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jumlah Kematian Meningkat

Sementara itu, Tedros Ghebreyesus selaku Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan jika berbagai upaya melawan TBC seperti tes, perawatan, vaksin dan obat-obatan telah menyelamatkan banyak nyawa manusia. Baik yang menderita TBC maupun untuk pencegahan.

Tedros menjelaskan bahwa kematian akibat TBC menurun sebanyak 40% secara global sejak tahun 2000 silam. Dia mengklaim penurunan tersebut disebabkan masyarakat sudah mendapatkan akses ke layanan kesehatan TBC.

Baca Juga: 5 Perubahan Warna Lidah yang Mengungkap Kondisi Kesehatan Anda

Meskipun begitu, dirinya tak menampik bahwa adanya pandemi Covid-19 yang melanda dunia serta timbulnya berbagai konflik antar negara menjadi hambatan utama dalam pelayanan untuk mencegah, mendeteksi, serta mengobati penyakit TBC.

"Akibat kondisi itu, WHO pada tahun lalu melaporkan peningkatan kematian akibat TB untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade," ucapnya.

Dia menjelaskan, satu-satunya vaksin yang dikembangkan untuk melawan TB, vaksin BCG, telah berusia lebih dari 100 tahun, dan tidak cukup melindungi remaja dan orang dewasa yang bertanggung jawab atas sebagian besar penularan penyakit.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU