Optika.id - Sembilan fraksi di DPR RI telah menyetujui agenda revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu poin penting dalam revisi tersebut adalah mendukung perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun dalam satu periode.
DPR telah menjadikan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan UU Desa sebagai agenda inisiatif perubahan dari lembaga DPR yang akan disahkan dalam rapat paripurna pada hari Selasa (11/7/2023).
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Pengurus Kajian dan Analisis Kebijakan Publik Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara Se-Indonesia (AMHTN-SI), A Fahrur Rozi, menilai bahwa agenda perpanjangan masa jabatan kepala desa tidak memiliki urgensi dasar pertimbangan yang memadai. Menurutnya, wacana tersebut hanya didasari oleh kepentingan transaksional semata.
"Ini tetap berkaitan dengan kepentingan transaksional dalam pertukaran suara pada Pemilu antara desa dan parlemen, karena tuntutan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat," kata Rozi, pada Jumat (7/7/2023).
Rozi melihat bahwa penambahan masa jabatan kepala desa tidak cukup untuk melakukan pembangunan di tengah instabilitas politik yang masih ada pada setiap pelaksanaan Pilkades.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi Rozi, alasan stabilitas pembangunan tidak relevan untuk menjadi dasar dalam memperpanjang masa jabatan. Ia berpendapat bahwa DPR telah membiarkan dua hal yang melanggar prinsip politik jika masa jabatan kepala desa diperpanjang.
Hal pertama, membiarkan konservatisme dan pengulangan buta dalam politik masyarakat desa yang berkelanjutan. Kedua, membatasi atau memperpanjang waktu terjadinya sirkulasi kepemimpinan dan evaluasi pemerintahan.
"Meskipun Mahkamah Konstitusi dalam putusannya mengukur konstitusionalitas masa jabatan kepala desa tidak melalui konstitusi tetapi melalui undang-undang, tetapi substansinya adalah sirkulasi dan evaluasi. Artinya, jika rakyat tidak puas dengan kepala desa mereka, dalam 6 tahun mereka dapat menggantinya kembali. 9 tahun adalah waktu yang lama untuk menjalankan substansi konstitusi tersebut," jelasnya.
Jika DPR benar-benar memiliki niat baik terhadap stabilitas politik di desa, menurut Rozi, DPR sebaiknya membangun ekosistem yang baik melalui pendidikan politik di desa.
Editor : Pahlevi