Optika.id - Anggota DPRD Jawa Timur Daniel Rohi minta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP) meninjau ulang Surat Edaran (SE) Nomor B.701/MEN-KP/VI/2023. Sebab, SE tersebut membebani nelayan kecil.
Baca Juga: Khawatir RUU Pilkada Disahkan, BEM SI Jatim Terus Kawal hingga Pendaftaran!
Surat edaran tentang migrasi perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan dan perizinan berusaha pengangkutan ikan, ditandatangani Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono pada 7 Juni 2023. Daniel Rohi menyoroti poin (a) dan (b) yang menjadi kewenangan Menteri KP seperti tertuang dalam surat edaran.
Poin (a) menyebutkan, kapal penangkap ikan berukuran sampai dengan kumulatif 5 (lima)gross tonnagedan beroperasi di wilayah kawasan konservasi nasional. Sementara itu, poin (b), kapal penangkap ikan berukuran di atas 5 (lima) sampai dengan 30 (tiga puluh)gross tonnagedan beroperasi di atas 12 mil laut dan atau laut lepas.
Dua poin itu memberatkan nelayan kecil dan menengah. Mereka juga kesulitan menentukan wilayah penangkapan ikan sesuai kapasitas kapal (GT), kata Daniel Rohi selaku anggota Fraksi PDI Perjuangan, Kamis, (6/7/2023).
Menurut dia, jika mengacu ketentuan tersebut, nelayan harus mengurus perizinan penangkapan ikan di Kementerian KP. Pihaknya menampung keberatan dari para nelayan di kawasan Sendang Biru Kabupaten Malang. Di tempat itu, ada sekitar 3 ribu nelayan kecil, anak buah kapal (ABK), dan pemilik kapal. Sementara kapasitas kapal sekitar 3 sampai 30gross tonnage.
Baca Juga: Sekjen PDIP Sampaikan Pesan Bu Mega ke Caleg DPRD se-Jatim
Para pengusaha perikanan dan nelayan mengeluhkan besarnya pungutan berupa PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) sebesar 5 persen dari harga total tangkapan. Selain dinilai cukup tinggi, juga tidak ada pengaturan yang jelas ikhwal pembagian persentasenya, papar Daniel Rohi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selama ini, dia menambahkan, nelayan membayar retribusi kepada Pemkab Malang melalui tempat pelelangan ikan (TPI). Besarannya 3 persen dari total hasil tangkapan, dengan pembagian masing-masing sebesar 1,5 persen oleh nelayan dan pembeli. Hasil retribusi itu mampu mendulang pendapatan asli daerah berkisar Rp 5 miliar per tahun.
Keluhan lain yakni perihal peralatan pemantau posisi yang akan dipasang di tiap kapal. Peralatan tersebut seharga Rp 4 juta per unit, ujar Daniel Rohi.
Baca Juga: PDIP Jatim Bekali Caleg Terpilih, Fokus pada Ideologi Pancasila!
Berdasar keluhan dari nelayan, Daniel Rohi meminta kementerian kelautan dan perikanan meninjau ulang pemberlakuan surat edaran tersebut. Sembari mengkaji ulang sesuai regulasi yang ada dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
Yang terpenting, mempertimbangkan kondisi perekonomian nelayan akibat hasil tangkapan yang tak menentu karena perubahan iklim, ucap Daniel Rohi.
Editor : Pahlevi