Optika.id - Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,36 juta jiwa pada bulan Juni 2022 lalu. Melonjaknya jumlah penduduk tersebut tentu mempersiapkan Indonesia ketika memasuki era bonus demografi yang mana penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia yang tidak produktif.
Baca Juga: Bonus Demografi Indonesia Terancam Penyakit Kanker
Pasalnya, dari jumlah tersebut, ada sekitar 69,3% atau 190,83 juta jiwa penduduk Indonesia yang masuk ke dalam kategori usia produktif 15 64 tahun. Sementara sisanya 30,7% atau setara dengan 84,53 juta jiwa penduduk masuk ke dalam kategori usia tidak produktif.
Dalam kondisi bonus demografi, milenial menjadi kelompok generasi yang memegang peranan penting. Hal ini disebabkan bahwa proporsi kelompok generasi milenial menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2020 mencapai 69,38 juta jiwa atau sekitar 25,87ri jumlah seluruh penduduk Indonesia.
Proporsi yang mendominasi tersebut tentunya membuat generasi milenial memiliki peran besar dalam bonus demografi. Generasi ini nantinya akan memegang kendali atas roda pembangunan khususnya di bidang perekonomian yang diharapkan mampu membawa bangsa Indonesia menuju ke arah pembangunan yang maju dan dinamis. Pada akhirnya, dalam segala aspek generasi milenial akan menjadi modal besar untuk mewujudkan kemandirian bangsa.
Berdasarkan keterangan dari Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, kelompok generasi milenial menyumbang nilai tambah yang cukup besar pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan efisiensi dan produktivitas bekerja mereka yang ditunjang oleh masifnya perkembangan teknologi dan internet di masa kini.
Di sisi lain, Bhima menyebut jika generasi milenial merupakan generasi yang multitalenta dan kreatif lantaran gigih dan gencar dalam mencari pendapatan di luar penghasilan utamanya. Maka dari itu tak heran jika salah satu indikator yang terlihat dari fenomena tersebut yakni generasi milenial yang proporsi pendapatan ekonomi kreatifnya besar dan mendominasi.
"Banyaknya lapangan kerja baru itu terbuka justru di era generasi milenial masuk usia produktif. Itu salah satu kekuatan yang paling besar dari generasi milenial," kata Bhima, Kamis (20/7/2023).
Tantangan Generasi Milenial
Kendati demikian, Bhima menilai tak seluruh generasi milenial di Indonesia yang mampu serta tanggap dalam menghadapi dan mengadaptasi perkembangan teknologi yang dapat menjadi modal bagi mereka untuk meningkatkan produktivitasnya. Hal ini ditunjukkan oleh data dari Badan Pusat Statistik pada bulan Agustus 2022 lalu yang menyebut bahwa jumlah generasi milenial pengangguran mencapai sekitar 1,8 juta jiwa.
Baca Juga: Milenial Semakin Antusias Dukung Anies-Cak Imin
Melihat hal tersebut, Bhima menganggap hal itu terjadi lantaran masih banyaknya generasi milenial yang mengalami kesenjangan digital atau digital divide. Alhasil, mereka terpaksa bekerja di sektor industri manufaktur yang sebenarnya mengalami penurunan porsi bahkan melakukan pengurangan dengan dalih efisiensi perusahaan seperti sektor pertanian atau pengolahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Milenial-milenial yang kurang beruntung di saat industri dan pertanian mengalami pelemahan, itulah yang membuat akhirnya angka penganggurannya lumayan tinggi di usia produktif," jelasnya.
Tantangan lain yang menjadi kendala adalah tidak adanya miss match atau padu padan antara sistem pendidikan dan permintaan tenaga kerja saat ini. Bhima menjelaskan ketika generasi milenial bersekolah, maka kurikulum dan keterampilan yang diajarkan cenderung berbeda jauh dengan kebutuhan dunia kerja yang berubah secara cepat. Hal itulah yang membuat mereka seolah ketinggalan jaman dan merasa gagap ketika terjun ke dunia kerja.
Lebih lanjut, kian masifnya perkembangan media sosial juga sering menciptakan kecenderungan generasi milenial berambisi sukses secara instan dengan hanya melihat keberhasilan orang lain tanpa bekerja keras. Hal ini membuka persoalan baru seperti terjebak penipuan, investasi bodong maupun pinjaman online.
Maka dari itu, untuk bisa memetik keuntungan dari bonus demografi, Bhima menjelaskan bahwa generasi milenial harus gencar untuk menciptakan lapangan pekerjaan, bukan semakin mencari pekerjaan. Pasalnya, rasio kewirausahaan di Indonesia baru mencapai 3 persen saja sedangkan negara-negara lain yang bisa memetik keuntungan bonus demografi memiliki rasio kewirausahaan yang berada di atas angka 5 persen dari total jumlah penduduk keseluruhan.
Baca Juga: Generasi Muda Hobi Utang Karena Media Sosial
Di sisi lain, dia menganjurkan agar generasi milenial yang mengenyam pendidikan di luar negeri sebaiknya kembali ke Indonesia alih-alih memutuskan menjadi diaspora di negara lain. Sementara itu, hal yang tak kalah penting adalah adanya pembenahan dari sisi bekal pendidikan milenial itu sendiri baik dari sistem pendidikan maupun kemauan untuk terus mengasah kemampuan diri.
Lebih lanjut Bhima menyarankan agar Indonesia berkaca dengan Korea Selatan yang menjadi salah satu negara dengan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang dinilai cukup berhasil. Di Negeri Gingseng itu, fondasi struktur bisnis dan pembangunan desa yang kuat membuat peralihan banyaknya tenaga kerja yang berkutat pada sektor teknologi dan ekonomi digital kreatif. Namun, hal tersebut tak lantas mematikan industri manufaktur yang menopang negara tersebut.
Indonesia bisa memperkuat sektor industri manufaktur yang dikaitkan dengan sektor jasa untuk menyokong perekonomiannya. Seperti Korea Selatan yang gencar melakukan berbagai promosi produk lokalnya seperti elektronik, minuman, kosmetik, makanan dan lain sebagainya melalui konten K-Drama.
"Pemerintah juga harus totalitas dalam membuat kebijakan stimulus kepada sektor (manufaktur) produktif dari berbagai skala," ucapnya.
Editor : Pahlevi