Modal Besar Anies Baswedan Untuk 2024

author optikaid

- Pewarta

Kamis, 28 Okt 2021 12:05 WIB

Modal Besar Anies Baswedan Untuk 2024

i

dok. antara

Optika-Nama Anies Baswedan tak akan bisa pernah lepas dari konstelasi politik mulai sekarang hingga 2024. Suka atau tidak, dia akan menjadi salah satu dari pusaran kekuatan politik dalam konteks pilpres. Kekuatan ini dalam arti ketokohan, figur, elektabilitas, sebagai prasyarat berdiri menjadi calon kontestan.

Secara personal, modal Anies Baswedan hampir lengkap jika sulit untuk bilang sudah siap. Elektabilitasnya sebagai calon presiden selalu muncul bersaing dengan yang lain di berbagai lembaga survei. Namanya selalu berebut tempat dengan beberapa nama di level atas. Jika tren elektabilitas seperti ini terus bertahan menjelang 2024, kemungkinan realistisnya, partai politik akan berkompromi.

Baca Juga: Berjuang untuk Perubahan, Anies Singgung Soal Pemerataan Kesempatan

Soal gagasan, sudah tuntas. Anies bahkan sudah menyiapkannya sebelum 2014. Kita tentu belum lupa dengan keikutsertaannya sebagai peserta konvensi Partai Demokrat. Retorika yang rapi sebagai manifestasi penyampaian ide jadi ciri khasnya. Kemampuan menarasikan gagasan memang salah satu poin lebih mantan rektor Universitas Paramadina ini.

Anies juga sudah didekralasikan secara resmi oleh kelompok relawan yang menamakan Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES). Klaimnya memang tidak diketahui Anies soal deklarasi ini. Spontanitas mereka bilang. Tetapi dalam percaturan politik, setiap langkah tak ada yang kebetulan. Semua direncanakan melalui berbagai kalkulasi dengan variabel yang menyertai. Termasuk untung rugi secara opini.

Analisis peristiwa ini beragam. Ada yang bilang hanya test the water, menjaga elektabilitas karena akan terus diperpincangkan, hingga upaya mengetuk pintu partai politik dengan secara tidak langsung menyatakan saya siap dicalonkan. Semuanya bisa benar. Karena setiap kemungkinan dalam politik tidak akan pernah ada yang bisa menegasikan satu dan yang lain secara mutlak.

Yang menjadi pembeda antara Anies dan tokoh dengan elektabilitas di papan atas seperti Ridwan Kamil maupun Ganjar Pranowo, adalah terkait positioning-nya. Jika mereka bertiga mewarnai kontestasi politik di 2024, Anies punya diferensiasi. Salah satu think tank sekaligus juru kampanye Jokowi-Jusuf Kalla pada pilpres 2014 ini dipersepsikan secara kuat sebagai antitesis dari pemerintah saat ini.

Lahirnya Anies sebagai gubernur DKI Jakarta akan selalu dikaitkan dengan peristiwa besar aksi 212 di Ibu Kota. Anies-Sandi adalah pemenang dari gabungan gemuruh kontestasi pilkada DKI dan peristiwa itu. Semuanya berkelindan, meski secara normatif bisa saja dipisahkan. Tapi di lapangan, akan sulit diterima jika kita mengatakan itu tidak berkaitan.

PDIP sebagai oposisi utama di DKI Jakarta terus memborbardir Anies dengan berbagai isu, dari banjir hingga Formula E. Partai banteng bergandeng tangan bersama PSI mengajukan interpelasi, meski kemudian gagal tak cukup syarat. Tetapi bahwa PDIP dan PSI sebagai partai pendukung pemerintahan Jokowi terus berupaya menggerus kepercayaan publik terhadap Anies di level DKI, itu kenyataan yang sulit ditutupi.

Fakta-fakta itulah yang semakin memperkuat persepsi publik terhadap Anies sebagai tokoh yang berbeda dengan pemerintah saat ini. Pasti akan ada untung rugi bagi Anies dengan positioning seperti ini. Tetapi jangan pernah lupa, Anies adalah salah satu tokoh politik yang pandai betul memanfaatkan momentum.

Ketika Pilkada DKI 2017, Anies mampu mengkapitalisasi ketidakpuasan masyarakat terhadap Ahok menjadi suara untuknya. Isu keberpihakan terhadap rakyat kelas bawah, penggusuran, hingga reklamasi, terus diulang-ulang dalam setiap kesempatan. Anies-Sandi mengambil sikap berseberangan dengan pejawat di isu-isu itu.

Baca Juga: Bertemu di Sela-Sela Ibadah Haji, Puan dan Anies Saling Mendoakan

Keberanian mengambil posisi secara diametral inilah yang menjadi salah satu pengerek suara mereka. Anies-Sandi lolos ke putaran kedua, AHY-Silvy pun tersingkir. Dan di putaran kedua ini, jika kita memperhatikan, Anies-Sandi lebih santai ketika head to head dengan Ahok-Djarot.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Situasi bisa saja sama terjadi pada pilpres nanti. Celah-celah di pemerintahan Jokowi sangat mungkin dieksploitasi Anies. Sekali lagi, persepsi publik bahwa Anies sebagai antitesis pemerintahan saat ini, bisa menjadi pijakan yang menguntungkan secara elektoral.

Kita ambil satu contoh saja kekurangan yang ada pada pemerintahan saat ini. Sikap gemar melapor para pendukung pemerintah terhadap mereka yang mengkritik adalah poin minus pemerintah saat ini di mata publik. Anies bahkan pernah menyentil dengan mengunggah sebuah potret aktivitas sedang membaca buku How Democracies Die.

Foto itu diunggah Anies tak lama selepas kepulangan Habib Rizieq Shihab di Tanah Air. Anies yang sempat menemui Rizieq akhirnya berbuntut panjang. Dia harus memenuhi panggilan Polda Metro Jaya untuk diperiksa terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan. Lantas, muncul lah foto itu.

Sebaliknya, Anies maupun pendukungnya belum pernah terdengar melaporkan para pengkritiknya. Disebut Giring PSI sebagai pembohong, Anies bergeming. Diberi rapor merah dari LBH Jakarta, dia justru menyediakan Balai Kota sebagai tempat mereka mempublikasikan kritiknya. Ini bisa jadi investasi.

Baca Juga: NasDem Beri Kebebasan Anies Pilih Cawapres, Meski dari Luar Koalisi

Pemerintah bisa saja mengatakan kami tidak antikritik. Tetapi di mata publik, Anies telah selangkah di depan untuk isu ini. Fakta-fakta itu pasti akan menjadi salah satu, ya, salah satu pelor bagi Anies Baswedan untuk berkontestasi di 2024.

Reporter: Angga Kurnia Putra

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU