Optika, Surabaya - Pandemi Covid-19 di Indonesia dan dunia belum diketahui kapan berakhir. Sementara itu, Indonesia dan negara berkembang lainnya saat ini hanya menjadi konsumen dan pengimpor vaksin dari negara yang lebih maju.
Dalam Orasi Ilmiah pengukuhan Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof. Nurul Barizah, S.H., LL.M., Ph.D. dalam bidang Ilmu Hukum Internasional Rabu, (27/10/2021). Ia menyoroti solusi pemerintah Indonesia terkait kerjasama pembelian vaksin dengan asing yang dinilai lebih praktis.
Baca Juga: Rektor Unair Cabut Pembekuan BEM FISIP: Kebebasan Berpendapat Tetap Terjaga
Sayangnya, hal ini berakibat farmasi Indonesia menjadi ketergantungan dengan perusahaan multinasional negara maju yang memiliki hak paten terhadap teknologi dan inovasi produk kesehatan.
"Lalu apakah indonesia tidak mampu membuat vaksin sendiri? jawabannya bisa. Pemerintah indonesia bisa menggunakan fleksibilitas dalam prinsip TRIPS. Indonesia harus melakukan kolaborasi inovasi dan keterbukaan data baik dengan negara maju atau perusahaan multinasional," kata wanita kelahiran 22 Februari 1971 itu.
Wanita kelahiran Gersik ini menawarkan solusi prinsip fleksibilitas Perjanjian TRIPS pasal 31dan 31bis kepada pemerintah terkait dominasi negara-negara maju terhadap Hak paten atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada masa pandemi saat ini.
Ia menjelaskan, Perjanjian TRIPS adalah perjanjian yang merupakan bagian dari perjanjian WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) yang ditandatangani oleh negara-negara, dimana mewajibkan seluruh anggotanya untuk membuat aturan-aturan mengenai hak kekayaan intelektual di negara masing-masing.
Sayangnya, Paten terhadap Hak Kekayaan Intelektual terhadap obat-obat dan teknologi pada saat pandemi saat ini berbenturan dengan hak untuk mendapatkan kesehatan untuk seluruh manusia di dunia.
"Akibatnya, dominasi vaksin oleh negara maju dan menjadi eksklusif, harga vaksinasi yang dimonopoli dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat, serta keterlambatan pengembangan vaksin dalam negeri," ujar alumnus Unair tahun 1994 itu.
Pada fleksibilitas TRIPS pasal 31dan 31bis, Indonesia perlu merubah Undang-undang Paten agar bisa menggunakan lisensi Wajib dan Government Use Tahun 2020. Jika Indonesia ingin menggunakan lisensi Wajib maka perlu memenuhi syarat manufacturing capacity dan ketersediaan bahan baku di dalam negeri.
Baca Juga: Pimnas Ke-37 di Unair Diikuti Lebih dari 3000 Peserta
Ia mencontohkan, pada penyakit Hepatitis B dan HIV, melalui Keputusan Presiden No.83 tahun 2004, pemerintah memutuskan untuk melaksanakan sendiri produksi obat generik dari beberapa obat yang masih dilindungi paten karena adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk mengatasi penyebaran yang sangat pesat dari penyakit HIV/AIDS di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keppres tersebut menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan government use di Indonesia terhadap dua buah jenis obat antiretroviral, yaitu Nevirapin, dengan pemegang paten Boehringer Ingelheim (BI) dan nomor paten ID 0001338 serta Lamivudin, dengan pemegang paten Biochem Pharma INC dan nomor paten ID 0002473.
Nevirapin akan diproduksi oleh pemerintah Indonesia selama 7 tahun, sedangkan Lamivudin akan diproduksi dalam jangka waktu 8 tahun. Pemerintah juga akan memberikan imbalan berupa pembayaran royalti.kepada para pemegang paten dengan ketentuan 0.5ri nilai penjualan bersih obat-obatan pada saat itu.
"Lalu kenapa tidak dengan pandemi Covid-19 ini, Indonesia juga bisa menggunakan kerja sama dengan negara lain, akademisi, dan perusahaan farmasi dalam negeri membentuk Public Private Partnership agar terjadi transfer teknologi dan vaksin dalam negeri berkembang," jelasnya.
Dekan Unair Tahun 2019 ini mengakui, Prinsip TRIPS masih memiliki kekurangan tapi solusi ini ia anggap yang terbaik untuk situasi pandemi saat ini. Ia juga mendorong peran pemerintah dalam mendukung perkembangan teknologi dan riset di Indonesia.
Baca Juga: Lamongan Terus Tingkatkan Mutu Pendidikan dengan Akuntabilitas Dana
"Selama ini riset dan transfer teknologi 70 persen dilakukan oleh swasta dan akademis, 30 persen oleh pemerintah. Saya berharap pemerintah harus mengambil peran fungsi tersebut lebih besar," harap Alumnus Magister University of Technology itu.
Reporter: Jeni Maulidina
Editor: Amrizal
Editor : Pahlevi