Mengenal Political Marketing di Pilpres!

author Dani

- Pewarta

Kamis, 23 Nov 2023 21:48 WIB

Mengenal Political Marketing di Pilpres!

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Optika.id - Seseorang apabila ingin membeli suatu barang maka di “black box” pikirannya sudah penuh dengan indentifikasi pilihan produk, misalkan produk sepeda motor ada merek Honda, Yamaha dan Suzuki. Lalu dia melakukan research atau mencari informasi dari berbagai sumber informasi bisa iklan bisa cerita tetangga dsb, lalu mengecek produk tersebut di toko dealer, dan terakhir memutuskan melakukan pembelian.

Baca Juga: Di Tempat Saya Satu Bungkus Nasi Rp 5.000,-

Perusahaan yang faham dengan proses cara berfikir konsumen itu biasanya membuat iklan dengan dua pendekatan pemasaran untuk mengisi black box konsumen dengan merek produknya.

Pendekatan pertama “A machine gun approach involves sporadically targeting various marketing channels without a clear focus or understanding of the target audience. This scattershot method wastes valuable resources and fails to generate meaningful results”. (“Pendekatan senapan mesin melibatkan penargetan sporadis berbagai saluran pemasaran tanpa fokus atau pemahaman yang jelas tentang audiens target. Metode scattershot ini menyia-nyiakan sumber daya berharga dan gagal menghasilkan hasil yang berarti).

Pendekatan kedua “ A rifle gun approach: “It is a marketing strategy defined area or subject in order to achieve (hit) a clearly defined objective or target. The idea is to fire once, identifying the best market area to enter and the marketing efforts on customers there, like aiming a rifle to hit the bull's red eye” (Ini adalah strategi pemasaran yang ditentukan area atau subjek untuk mencapai (hit) tujuan atau target yang jelas. Idenya adalah menembak sekali, mengidentifikasi area pasar terbaik untuk dimasuki dan upaya pemasaran pada pelanggan di sana, seperti mengarahkan senapan untuk mengenai mata merah banteng).

Kedua pendekatan strategi marketing itu juga dipakai dalam kehidupan politik – political marketing secara umum khususnya pada saat pemilu atau pilpres dalam rangka untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya. Pelaksanaan kedua pendekatan itu biasanya digunakan dalam kegiatan penyebaran baliho, pamphlet, flyer dsb.

Baca Juga: Komunikasi Politik Yang Menyentuh Perasaan

Calon presiden dan wakil presiden yang mendapat suntikan dana yang besar (trilyunan Rupiah) menyebarkan alat-alat peraga kampanye itu menggunakan pendekatan machine gun approach dalam marketing itu dengan cara menyebarkan sebanyak-banyaknya alat peraga kampanye, gambar/foto capres dan cawapres – seperti menembak dengan senapan mesin, agar dapat menjaring pemilih dimana mereka akan memasukkan informasi mengenai capres/cawapres dan partai politik di “black box” nya.Menyebarkan baliho 1.000 dengan harapan 10% pemilih bisa terjaring, syukur-syukur lebih dari 10%.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sementara pendekatan kedua itu seperti seorang sniper dalam dunia militer yang menembak hanya pada sasaran tertentu, bukan sasaran yang banyak. Capres/cawapres dan partai politik menggunakan pendekatan ini ketika ingin menyasar satu target pemilih misalkan kaum milenial, masyarakat santri, kelompok guru dsb.

Menurut saya, yang sering dipakai oleh parpol adalah pendekatan pertama dimana masyarakat kampung, pedesaan, atau yang tidak berpendidikan akan terkena jaring penyebaran alat peraga kampanye secara masiv, minimal mereka akhirnya ingat gambar calon dan ingatan ini dimasukkan dalam black box pikiran mereka untuk dijadikan keputusan memilih nanti di TPS (dalam dunia bisnis pendekatan marketing yang pertama ini dinilai ada kelemahannya yaitu membuang-buang sumber daya manusia dan uang, tapi hasilnya minim).

Baca Juga: Pelajaran dari Kejadian di Kenya

Eep Syaifullah salah satu peneliti dan dosen terkemuka pernah mewanti-wanti adanya Amin Rais Syndrome dalam ajang pilpres dimana seorang capres/cawapres merasa senang dan bangga karena disetiap acara kampanye di gedung atau lapangan sepakbola jumlah orang yang datang meluber bisa sampai 1 juta orang lebih. Namun ternyata jumlah kerumunan yang banyak itu tidak terbukti berhasil ketika di TPS, sebab pemilih yang tidak ikut hadir dalam kampanye itu jumlahnya lebih banyak dan mungkin mereka memutuskan memilih seseorang calon presiden/wakil karena sudah terkena pendekatan senapan mesin tadi, sebab mereka sehari-hari selalu melihat gambar calon di jalan-jalan, di kampung dan di desanya.

Saya yakin ketiga pasangan capres dan cawapres ini beserta tim kampanye nya sudah faham akan cara-cara political marketing itu.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU