Sejarah Membentuk Jati Diri Bangsa

author Dani

- Pewarta

Selasa, 13 Feb 2024 17:15 WIB

Sejarah Membentuk Jati Diri Bangsa

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca Juga: Di Tempat Saya Satu Bungkus Nasi Rp 5.000,-

Surabaya (optika.id) - Wawancara wartawan kawakan Amerika Serikat Tucker Carlson baru-baru ini dengan presiden Rusia Vladimir Putin yang di akun X nya sudah ditonton lebih dari 180 juta orang masih menjadi pembicaraan hangat di Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya di Eropa. Salah satu segmen dalam wawancara yang berdurasi 2 jam itu presiden Vladimir Putin “menceramahi” Tucker Carlson tentang sejarah Rusia selama sekitar 30 menit. Putin menjelaskan sejarah Rusia mulai jaman kerajaan dulu sampai terbentuknya Uni Sovyet dan hubungannya dengan Ukraina yang diklaim sebagai bagian dari Rusia menurut sejarah Rusia itu. Tentu klaim Putin ini mendapat reaksi negatif dari Amerika Sertikat dan negara-negara Eropa dan menuduhnya sebagai propaganda Rusia. Tapi sebenarnya Putin tidak kali ini saja menjelaskan soal sejarah Rusia itu. Dalam berbagai kesempatan Putin sering menyinggung soal sejarah panjang Rusia dan ingin menjelaskan kepada audien nya bahwa Rusia itu bangsa yang besar.

Presiden pertama Indonesia Ir. Ahmad Soekarno yang dikenal dengan panggilan Bung Karno pernah mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan sejarahnya. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Memang diakui dan disadari bahwa suatu bangsa itu bangga akan bangsa dan negaranya karena sejarah gemilang masa lalu. Sejarah menjadi faktor menumbuhkan jati diri dan kebanggaan akan bangsanya sendiri, sejarah bangsa pula yang menjadi faktor rakyatnya untuk maju berkreativitas dan berinovasi.

Baca Juga: Komunikasi Politik Yang Menyentuh Perasaan

Bung Karno juga pernah mengatakan dengan lantang bahwa kita bukan bangsa coolie (kuli), pernyataannya itu menunjukkan bahwa bangsa Indonesia ini bukan bangsa rendahan. Bung Karno dan para pejuang bangsa ingin Indonesia merdeka dari penjajahan tidak karena hanya soal sumber-sumber alam yang dirampok penjajah tapi juga soal harga diri bangsa karena diperlakukan dengan hina ratusan tahun sementara Indonesia itu dalam sejarahnya adalah bangsa yang besar. Hal ini salah satu ditunjukkan di dicandi Borobudur ada 63 relief species rempah-rempah di Nusantara in, dan ada juga relief sebuah Kapal yang besar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal ini menunjukkan bahwa sejak dulu bangsa Indonesia sudah melakukan hubungan dagang atau diplomasi dan berdagang dengan negara-negara lain di dunia. Bahkan dalam catatan sejarah, kerajaan Majapahit di Jawa Timur dan Sriwijaya di Sumatra merupakan “Regional Super Power” pada masanya karena memiliki armada dan tentara yang besar dan kekuasaannya dalam kurun waktu yang lama membentang dari nusantara sampai kawasan Asia Tenggara. (Murid-murid di Thailand pun belajar sejarah kebesaran kekuasaan kedua kerajaan nusantara ini).

Baca Juga: Pelajaran dari Kejadian di Kenya

Menurut saya, para ahli sejarah, para pendidik perlu mengajarkan sejarah bangsa ini kepada generasi muda tidak hanya tentang tahun-tahun kejadian di masa lalu, namun juga diajarkan tentang bagaiman hebatnya bangsa ini menjadi negara besar dikawasan Asia, bagaimana hebatnya armada yang dimiliki kerajaan-kerajaan, kesultanan masa lalu, bagaimana peran sumber alam nusantara berupa rempah-rempah itu dalam peradaban dunia, bagaimana para pujangga di negeri ini memiliki kontribusi tinggi dalam bidang budaya dan sastra, bagaimana seorang wanita bisa menjadi Ratu di Aceh, bagaimana para pejuang dari berbagai suku di Surabaya dengan senjata seadanya berani melawan tentara Inggris pemenang perang dunia kedua dsb.

Sejarah bangsa yang gemilang  harus menjadi faktor penyemangat bangsa untuk maju kedepan. Sedangkan sejarah kelam harus menjadi pelajaran berharga bangsa untuk menatap masa depan. Generasi muda sejak masa dini harus diajarkan bahwa bangsa Indonesia ini bukan bangsa kaleng-kaleng yang dengan mudah tunduk pada kemauan bangsa lain. 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU