Antara Tiktok Di AS dan KPU

author Dani

- Pewarta

Sabtu, 16 Mar 2024 17:25 WIB

Antara Tiktok Di AS dan KPU

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca Juga: Serangan Terbesar Dalam Sejarah

Surabaya (optika.id) - Pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2024 lalu DPR Amerika Serikat mengadakan sidang untuk meloloskan langkah yang dapat mengarah pada penjualan paksa atau larangan aplikasi berbagi video TikTok di Amerika Serikat, di tengah kekhawatiran bahwa platform milik China dapat digunakan untuk memantau dan memanipulasi orang Amerika. Pihak komunitas intelijen AS menenggarai bahwa aplikasi Tiktok dapat menjadi ancaman keamanan negara AS karena aplikasi ini dapat mengumpulkan dan memanipulasi data warga negara Amerika Serikat untuk kepentingan pemerintah, militer dan intelijen Cina.

Seperti diketahui aplikasi TikTok memiliki 170 juta pengguna di AS atau sekitar 51% dari jumlah penduduknya yang berjumlah 331,9 juta (data tahun 2021) dikhawatirkan akan meluaskan pengaruh China di Amerika Serikat, terutama di tahun pemilihan presiden tahun 2024 ini. Larangan nasional, jika diberlakukan, dapat menimbulkan ancaman eksistensial bagi salah satu perusahaan internet paling sukses di China itu. Keputusan Dewan tadi akan diteruskan ke Senat dan akan ditandatangani Presiden Joe Biden yang kemudian akan menjadi undang-undang jika lolos Kongres.

"Komunis China adalah musuh geopolitik terbesar Amerika dan menggunakan teknologi untuk secara aktif merusak ekonomi dan keamanan Amerika," kata Ketua DPR Mike Johnson, dari partai Republik. Dalam sebuah pernyataan setelah pemungutan suara, memperingatkan bahwa TikTok dapat digunakan untuk mengakses data Amerika dan menyebarkan informasi "berbahaya". "Pemungutan suara bipartisan hari ini menunjukkan oposisi Kongres terhadap upaya Komunis China untuk memata-matai dan memanipulasi orang Amerika, dan menandakan tekad kami untuk mencegah musuh-musuhk ami." Kata dia.

Lima puluh Demokrat dan 15 Republik memberikan suara menentang RUU tersebut. Di antara mereka adalah progresif seperti Reps. Pramila Jayapal, D-Wash.; Ro Khanna, D-Calif.; dan Ruben Gallego, D-Ariz., seorang kandidat Senat, serta kaum konservatif seperti Rep. Marjorie Taylor Greene, R-Ga., yang menyesalkan bahwa dia sebelumnya telah dilarang dari media sosial.

TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan induk yang berbasis di China, Byte Dance, telah melakukan kampanye lobi agresif untuk menentang undang-undang tersebut, dengan alasan bahwa itu akan melanggar hak Amandemen Pertama dari 170 juta penggunanya di AS dan membahayakan ribuan usaha kecil yang bergantung padanya.

Baca Juga: Politik Berjalan Diatas Jalan Ketidak Normalan

Sebelumnya pada April 2023, setidaknya 34 (dari 50) negara bagian telah mengumumkan atau memberlakukan larangan terhadap lembaga pemerintah negara bagian, karyawan, dan kontraktor yang menggunakan TikTok pada perangkat yang dikeluarkan pemerintah. Larangan negara hanya memengaruhi pegawai pemerintah dan tidak melarang warga sipil memiliki atau menggunakan aplikasi di perangkat pribadi mereka. Amerika Serikat tidak mau menyerahkan data rakyatnya kepada Cina lewat perusahaan Tiktok itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebaliknya Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sebelumnya menolak berbagai tuduhan tentang server KPU yang ada di luar negeri utamanya Cina. Namun akhirnya KPU mengakui menjalin kontrak dengan raksasa teknologi asal Tiongkok, Alibaba, terkait pengadaan dan kontrak komputasi awan (cloud) untuk Sistem Informasi Rekpitulasi (Sirekap) yang digunakan selama Pemilu 2024. Hal itu terungkap dalam proses persidangan sengketa informasi antara Badan Hukum LSM Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (Yakin) selaku pemohon terhadap KPU RI selaku termohon.

"Jadi benar KPU memiliki kerja sama dengan Alibaba cloud?" tanya Majelis Komisioner (MK) KIP Republik Indonesia, Arya Sandhiyudha dalam persidangan di Ruang Sidang Utama Sekretariat Komisi Informasi Pusat (KIP) Wisma BSG Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Baca Juga: Ancaman Perang Nuklir Akibat Ucapan Macron

Sebagai seorang awam IT, sepengetahuan saya Cloud computing adalah sumber daya komputasi seperti server, penyimpanan data, jaringan, dan perangkat lunak melalui internet. Cloud computing, disebut juga komputasi awan, merupakan gabungan dari penggunaan teknologi komputer (“komputasi”) dan pengembangan berbasis internet (“cloud” atau “awan”).

Kalau memang benar KPU bekerjasama dengan pihak Alibaba perusahaan raksasa Cina itu, maka sepertinya KPU menyerahkan “kepala” kepada pihak asing yang dengan mudahnya mendapatkan data lengkap warga negara Indonesia. Perusahaan-perusahaan luar negeri yang berbisnis di Indonesia dengan menggunakan kecanggihan teknologi informasi bisa mendapatkan data lengkap tentang jutaan konsumen di Indonesia, segmentasi pasar konsumen, purchasing power rakyat, jumlah pemegang kartu kredit, preferensi konsumen Indonesia dalam membeli produk dan jasa, data jutaan nama, data KTP, alamat dsb. Data seperti itu bisa dipakai untuk kepentingan politik, militer dan bisnis.

Pertanyaan saya sebagai orang awam, apakah Intelligence Community atau masyarakat inteligen Indonesia seperti BIN, BAIS, Polri, Kejaksaan dsb tidak memberikan masukan kepada KPU bahwa bekerjasama dengan pihak asing dalam hal ini Cina lewat perusahaan Alibaba itu sangat berbahaya bagi national security atau keamanan nasional Indonesia – seperti yang dilakukan masyarakat intelijen AS memberikan masukan kepada pemerintahnya dalam hal aplikasi Tiktok itu?

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU