Hafid Abbas: Suara Kampus Jadi Penyelamat Negara Indonesia yang Akan Gagal

author Danny

- Pewarta

Rabu, 20 Mar 2024 10:31 WIB

Hafid Abbas: Suara Kampus Jadi Penyelamat Negara Indonesia yang Akan Gagal

Jakarta (optika.id) - Para guru besar dan akademisi lintas universitas bersuara keras belakangan ini dalam menyoroti Pemerintahan Joko Widodo karena tidak ingin Indonesia menjadi negara gagal. Para kaum intelektual mengingatkan pemegang kekuasaan untuk kembali ke jalan yang benar.

Demikian disampaikan Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof. Hafid Abbas dalam podcast di kanal YouTube @Abraham Samad SPEAK UP, dikutip, Rabu, 20 Maret 2024. Ketua Senat UNJ ini bersama para guru besar dari berbagai kampus se-Jabodetabek membacakan Seruan Salemba di Gedung IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Pusat pada Kamis pekan lalu.

Baca Juga: Abraham Samad Gaungkan Program Perubahan Anies Menuju Kampus

Dalam siniar bersama mantan Ketua KPK Abraham Samad itu, dia menjelaskan kampus, merujuk defenisi  United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), merupakan komunitas masyarakat ilmiah yang berkomitmen untuk terus-menerus mencari kebenaran, bahkan disebutkan memiliki kewajiban mendorong terwujudnya suatu tatanan kehidupan masyarakat yang damai yang sejahtera yang beradab.

Karena pembohongan merebak, apalagi tatanan masyarakat yang dimaksud tidak terwujud, maka kalangan kampus bersuara keras untuk mengingatkan bahwa jalannya pemerintahan sudah tidak lagi di jalur yang benar.

Kalau saja parameter-parameternya tidak berbahaya, kampus tidak perlu turun. Buat apa, kan ini sudah on the right track. Tapi begitu dia menyimpang, ini secara alamiah dia (kampus) tergiring. Di semua negara, di semua bangsa, kalau terjadi begini ini, (kampus) bersuara, ucap intelektual yang pernah menjadi Wakil Rektor UNJ ini.

Dugaan kecurangan yang terjadi pada Pemilu 2024, katanya, hanya salah satu persoalan yang dirisaukan kalangan kampus. Karena berbagai persoalan kebangsaan lainnya juga merisaukan para akademisi ini. Hal itu ditunjukkan dengan paramater yang objektif.

Karena terlihat ketika Presiden Jokowi itu memimpin negeri ini, kan Indonesia sebenarnya parameter-parameternya itu sudah begitu membanggakan dunia. Kita negara demokrasi yang diperhitungkan di berbagai belahan dunia, ungkap mantan Ketua Komnas HAM ini.

Kita punya skor di Democracy Index itu pada urutan ke-49 di dunia. Tapi terus-menerus sekarang menurun ke-66. Jadi kita dilampaui banyak negara. Timor Leste, Papua Nugini lebih baik dari kita. Malaysia langsung juga menyalib kita. Ini kan tidak masuk di akal, sambungnya.

Baca Juga: Respon Abraham Samad Tentang Pemanggilan Cak Imin ke KPK, Kenapa Baru Sekarang?

Demikian pula Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia juga turun. Indonesia bahkan disalip 22 negara selama dua peride Pemerintahan Jokowi. Akan halnya juga terkait kualitas penerapan hukum, Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Itu juga menurun luar biasa. Sekarang kita berada pada angka 0,52. Jadi berarti kalau ada 10 kasus, 50 persen bisa direkayasa. Karena kualitasnya rendah. Jadi (Indonesia) ini surga pelanggaran hukum, ungkapnya.

Aspek penegakan hukum ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena institusi-institusi demokrasi dan penegekan hukum diamputasi melalui undang-undang. Seperti pengebirian KPK melalui revisi Undang Undang KPK.

Bahkan kontrol dari masyarakat juga diamputasi. Dulu kita (memiliki indeks) civil liberty (kebebasan sipil) di atas 0,77 sekian. Sekarang ini sudah hanya 0,3 sekian. Rendah sekali. hancur, katanya penuh prihatin.

Dengan berbagai paramater yang merisaukan itu, kesejahteraan masyarakat tidak mungkin tercapai. Bahkan PBB, lanjutnya, sudah memperingatkan Indonesia terancam menjadi negara gagal (failed state). Apalagi berdasarkan laporan Bank Dunia berjudul Indonesias Rising Divide, katanya menambahkan, Indonesia terancam bubar.

Alasannya pertama, karena adanya diskriminasi yang sangat ekstrem dalam distribusi tanah antara pengusaha dan masyarakat. Kedua, SDM masyarakat rendah karena kualitas pendidikan Indonesia tidak bermutu. Ketiga, negara tidak hadir untuk memberdayakan masyarakat. Dan keempat, masyarakat tidak memiliki tabungan.

Inilah yang dikatakan oleh Bank Dunia, Indonesia sebenarnya terancam bubar. Nah kampus bersuara, eh look. Jangan dong merekayasa lagi (dan) segala macam. Ini kan negara dalam keadaan (seperti) ini. Jujurlah pada negara ini. Itu sebenarnya kerisauan fundamental dari dunia akademik itu, tandasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU