Negara Maju Atau Bahagia

author Dani

- Pewarta

Senin, 25 Mar 2024 09:24 WIB

Negara Maju Atau Bahagia

Oleh: M. Chairul Arifin Alumni FKH Unair dan Purnabakti Kementerian Pertanian

Surabaya (optika.id) - Artikel yang ditulis oleh sahabat saya Cak Ahmad Cholis Hamzah tentang negara Singapura yang disebut berdasarkan World Happiness Report sebagai negara paling bahagia di Asia, (Optika, 23 Maret 2024) mengundang saya untuk membahasnya lebih jauh lagi dari sisi lain perspektif demografi.

Parameter

Memang benar Singapura itu negara yang paling bahagia di Asia kalau diukur berdasarkan parameter evaluasi kehidupan rata rata individu selama tiga tahun berturut-turut yang didukung data dari Gallup World Poll. Parameter tersebut terutama terkait dengan PDB per kapita, harapan hidup sehat, dukungan sosial, kebebasan, kemurahan hati dan index korupsi. Tentu saja diukur dari berbagai parameter dan index ini pemerintah Singapura teknologinya berhasil mencapai nilai tertinggi sebagai negara kepulauan yang hanya berpenduduk 6 juta lebih. 

Negara Maju atau bahagia

Pembangunan seluruh infrastruktur nya telah selesai dengan tuntas. Ratio penduduk dengan layanan seluruh infrastruktur nya telah selesai dan tinggal menerapkannya. Akibatnya kalau di ukur dari ke enam parameter tersebut Singapura sudah menjadi negara mapan dapat dikategorikan negara maju yang berbahagia. 

Tapi

Tetapi apa dampak dari semua, kemajuan tersebut? Ternyata berakibat semakin enggannya generasi muda Singapura untuk menikah. Semakin menuanya penduduk, dan semakin tingginya, usia harapan hidup penduduk. 

Angka kelahiran penduduk Singapura yang ditunjukkan dari TFR yaitu Total Fertillity Rate menurun drastis selama sepuluh tahun terakhir. Di tahun 2023 mencapai titik terendah 0,75 persen. Berarti saat ini perempuan produktif Singapura selama hidupnya hanya menghasilkan anak kurang dari satu atau tidak mau punya anak. Lebih jauh lagi mereka generasi muda yang lebih suka menjomblo. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Padahal menurut para ahli demografi, TFR itu harus sama dengan 2,1 persen. Artinya selama usia produktif perempuan menghasilkan anak dua orang untuk pengganti kedua orang tuanya untuk menghasilkan piramid kependudukan yang stasioner. Pemerintah Singapura dipusingkan dengan kondisi semacam ini, karena dapat saja di tahun 2030 penduduk asli Singapura mulai punah.

Pertumbuhan penduduk semakin menua, generasimudanya, menyusut digantikan tenaga muda migrant dariIndia, Bangladesh, Pakistan dan Indonesia. Tenaga kerjaimigran ini pertama menduduki _blue collar_ tapi pelanpelan merangsek menjadi tenaga manajerial.

white collar memegang posisi kunci

Pemerintah Singapura telah mengeluarkan kebijakan baru berupa program insentif bagi generasi mudanya untuk menikah dan segera memiliki momongan. Program melahirkan diperpanjang untuk wanita-wanita tanpa mengurangi gaji. Cuti ini berlaku juga kepada pria oasangannya dan aneka bonus lainnya karena pemerintah Singapura khawatir betul semakin menyusutnya penduduk asli. 

Apakah Singapura berbahagia melihat kondisi masa depannya. Bayangan mencemaskan melanda penduduk negara singa itu. Jadi menjadi tidak berarti sama sekali predikat sebagai negara paling bahagia di Asia kalau problematika masa depan kependudukannya belum terpecahkan. 

*) Kota Depok Jawa Barat

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU